Di bumi Priangan yang sejuk, Â 4 Oktober 1971, lahir seorang anak bernama Ridwan Kamil. Ia adalah putra kedua dari pasangan Atje Misbach Muhjiddin dan Tjutju Sukaesih, sebuah keluarga sederhana yang mengajarkan nilai-nilai luhur tentang pendidikan, kerja keras, dan cinta kepada sesama. Bandung, kota tempat ia tumbuh, menjadi saksi awal bagaimana seorang bocah kecil dengan coretan pensil di tangannya mulai merangkai mimpi besar.
Masa kecil Ridwan Kamil diwarnai oleh kehidupan sederhana namun kaya akan pelajaran hidup. Sang ayah adalah seorang pegawai negeri, dan ibunya yang aktif dalam kegiatan sosial, menanamkan kepada Emil dan saudara-saudaranya arti penting dari pengabdian kepada masyarakat. Ia tumbuh sebagai anak yang gemar menggambar, menjelajah lingkungan, dan memandang dunia dengan rasa ingin tahu yang besar.
Ridwan kecil menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Banjarsari, dilanjutkan ke SMP Negeri 2 Bandung, dan akhirnya ke SMA Negeri 3 Bandung, sekolah yang sering dijuluki sebagai "Sekolah Juara." Di sana, ia mulai menunjukkan minatnya pada seni dan desain, sebuah panggilan jiwa yang kemudian menuntunnya ke jalan yang lebih besar.
Setelah menamatkan sekolah menengah, Ridwan Kamil melanjutkan studinya di Institut Teknologi Bandung (ITB), jurusan Arsitektur. Kampus ini menjadi ladang subur bagi kreativitas dan imajinasinya. Di bawah naungan pohon-pohon rindang ITB, Ridwan belajar tidak hanya tentang teknik menggambar dan membangun, tetapi juga tentang tanggung jawab seorang arsitek untuk menciptakan ruang yang bermakna bagi manusia.
Lulus dari ITB pada tahun 1995, ia tak hanya berhenti di situ. Dengan keberanian besar, ia merantau ke Amerika Serikat untuk melanjutkan pendidikan magister di University of California, Berkeley dalam bidang Urban Design. Di tanah rantau, ia menyerap ilmu dari berbagai kota besar, tempat arsitektur tidak hanya dilihat sebagai seni, tetapi juga sebagai solusi bagi kehidupan yang lebih kompleks.
Ridwan bekerja di berbagai firma arsitektur kelas dunia seperti SOM (Skidmore, Owings & Merrill) dan RTKL Associates. Namun, meski berada di pusat kemajuan dunia, ia selalu merindukan Bandung, kampung halamannya. Ada panggilan yang tak bisa ia abaikan---keinginan untuk pulang dan membangun tanah kelahirannya.
Pada tahun 2004, Ridwan Kamil mendirikan Urbane, sebuah firma arsitektur yang tak hanya membangun fisik, tetapi juga jiwa. Urbane lahir dari mimpi untuk menciptakan ruang-ruang yang indah sekaligus berkelanjutan. Dengan pendekatan ramah lingkungan dan komunitas, Urbane menjadi pelopor dalam mengedepankan desain yang menghubungkan manusia dengan alam.
Proyek-proyek Urbane mendapat pengakuan di tingkat internasional. Salah satu karya monumental mereka adalah Museum Tsunami Aceh, sebuah bangunan yang bukan hanya menjadi tempat peringatan, tetapi juga simbol ketahanan dan harapan. Selain itu, Ridwan turut merancang Masjid Al-Irsyad di Bandung yang sederhana namun sarat makna. Bangunan itu berdiri megah sebagai wujud perpaduan seni dan spiritualitas.
Meski telah mencapai puncak karier sebagai arsitek, Ridwan Kamil merasa ada sesuatu yang kurang. Baginya, membangun kota bukan hanya tentang gedung-gedung megah, tetapi juga tentang masyarakat yang hidup di dalamnya. Maka, pada tahun 2013, ia memberanikan diri terjun ke dunia politik dengan mencalonkan diri sebagai Wali Kota Bandung.
Langkah ini bukan tanpa risiko. Sebagai sosok yang datang dari luar lingkaran politik, banyak pihak meragukan kemampuannya. Namun, Ridwan Kamil menjawab keraguan itu dengan visi dan kerja nyata. Ia memimpin Bandung dengan cinta dan inovasi, menjadikan kota ini sebagai Bandung Juara.
Selama masa kepemimpinannya, Bandung berubah menjadi kota yang lebih hidup, kreatif, dan ramah lingkungan. Taman-taman kota dihidupkan kembali, layanan publik ditingkatkan, dan teknologi dimanfaatkan untuk mendekatkan pemerintah dengan masyarakat. Bandung yang dulunya kerap didera masalah infrastruktur, kini bertransformasi menjadi kota yang menjadi inspirasi bagi banyak daerah lain.
Kesuksesannya sebagai Wali Kota Bandung membuka jalan bagi Ridwan Kamil untuk maju sebagai Gubernur Jawa Barat pada tahun 2018. Sebagai gubernur, ia membawa visi besar untuk menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi terdepan dalam inovasi dan pembangunan. Ia meluncurkan berbagai program unggulan, seperti "Desa Digital" yang memberdayakan masyarakat pedesaan melalui teknologi, dan "Jabar Juara" yang mengintegrasikan pembangunan di berbagai sektor.
Gaya kepemimpinan Ridwan Kamil berbeda dari banyak tokoh lainnya. Ia adalah pemimpin yang merakyat, yang tak ragu turun langsung ke lapangan dan mendengarkan keluhan warganya. Ia aktif di media sosial, menjadikannya salah satu pemimpin yang paling mudah diakses oleh masyarakat.
Saat putra sulungnya, Emmeril Khan Mumtadz, meninggal dunia pada tahun 2022, bangsa Indonesia melihat bagaimana ia dan keluarganya menghadapi cobaan tersebut dengan tabah. Di tengah duka, Ridwan tetap memberikan energi positif kepada masyarakat, bahkan mendirikan yayasan untuk membantu mereka yang membutuhkan.
Ridwan Kamil adalah bukti nyata bahwa mimpi besar bisa diwujudkan dengan kerja keras dan dedikasi. Sebagai seorang arsitek, ia merancang ruang-ruang yang menginspirasi. Sebagai seorang pemimpin, ia membangun masyarakat yang lebih baik. Dan sebagai seorang manusia, ia mengajarkan arti keteguhan hati dan cinta kepada sesama.
Kisah hidupnya adalah undangan bagi kita semua untuk tidak hanya bermimpi, tetapi juga berani bertindak. Dengan visi, keberanian, dan kerja nyata, Ridwan Kamil membuktikan bahwa perubahan bukanlah sesuatu yang mustahil. Ia telah merangkai cerita, bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk bangsa ini. Kini, giliran kita untuk melanjutkan jejaknya, menjadikan Indonesia rumah bagi mimpi-mimpi besar yang penuh harapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H