Mohon tunggu...
Rahmah Rahimah
Rahmah Rahimah Mohon Tunggu... -

Student | Muslimah | Azhariyyah | Traveller | Writer | '"Selalu ada pelajaran berharga disetiap perjalanan waktu"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mozaik Rindu

27 Mei 2014   01:56 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:05 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di dunia ini ada begitu banyak pilihan. Menjadi oranga jahat, atau menjadi orang baik. Menjadi orang yang berhasil atau putus asa dan banyak pilihan-pilihan lainnya. Pilihan baik tak bisa selalu menang. Terkadang ia kalah oleh pilihan-pilihan buruk yang tak kalah menggiurkan.

Aku kini tengah berdiri di samping gundukan tanah yang agaknya sedikit menggembur. Rumput ilalang kian meninggi di sekitar makam mama-ku. Ya, mama-ku. Beliau telah pergi beberapa tahun yang lalu.

Tak mampu ku mengucapkan sepatah atau dua patah kata, bibirku kelu, mulut seakan terkunci rapat. Namun mataku tak mampu membendung linangan air mata yang sudah menganak sungai. Ku pandangi terus nisan yang bertuliskan nama mama beserta lengkap tanggal kematiannya. Hawa dingin merasuki  tubuh. Aku bertekuk lutut kemudian membenamkan wajah diantara kedua lutut. Tangisku makin menjadi-jadi, memecah kesunyian di araea pemakaman ini.

Pikirku melayang ke beberapa tahun yang silam, ketika mama masih hidup. Keluarga yang bahagia, penuh canda tawa. Namun semuanya sedikit demi sedikit memudar, ketika mama divonis mengidap kanker paru-paru stadium lanjut. Aku yang tengah tumbuh menjadi remaja sangat kehilangan sosok mama. Perginya mama berarti aku kehilangan satu pondasi dalam hidupku. Aku makin tak terarah. Papa seringkali menyendiri, berdiri di depan jendela sambil menatap nanar, lalu ku lihat ada yang bersinar diantara kedua matanya, kemudian jatuh, merintik satu persatu. Kebahagian itu semakin memudar. Tak ada lagi acara kumpul-kumpul. Tak ada lagi terdengar renyah suara tawa disini. Aku mengelus nisan yang sedikit tertutupi oleh rumput. Membersihkannya dengan sangat hati-hati.

"Ma... Istirahat yang tenang ya..." Akhirnya, beberapa patah kata keluar juga setelah kupaksakan untuk berbicara. Gerimis kembali hadir di kedua mataku. Tangisku membuncah. Rasanya benar-benar tak sanggup untuk menahannya.

"Bella yang sekarang bukan bella yang dulu ma. Ma'afin Bella karna pernah melanggar janji yang kita buat. Sekarang sholat Bella nggak bolong-bolong lagi seperti setelah kepergian mama. Sekarang Bella ngga pernah mengunjungi tempat yang nista itu. Bella sudah taubat, Ma... Bella sadar, inilah takdir yang terbaik yang di berikan-Nya. Bella harus menerima semuanya dengan ikhlas, juga kepergian mama, Bella harus bisa sabar dan ikhlas."

"Oya, papa sekarang juga semakin gemuk, Umi Zakiyah selalu memasakkan banyak masakan untuk kami. Dia jago masak. Mama jangan cemburu ya, Bella bahagia karna mempunyai dua mama."

Perlahan, aku mulai melangkah mundur. Meninggalkan area pemakaman. Ahh mama, kau sendirian disana.

"Tidak!! Ia bersama malaikat disana. Berada di taman yang indah dengan harum wewangian bunga-bunga yang bermekaran. Harumnya berkali-kali lipat melebihi semua bunga yang ada di dunia." Hati kecilku benar, Mama tidak sendirian disana. Anakmu selalu merindukanmu, Mama...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun