Pertukaran mahasiswa membuka pintu bagi petualangan yang tak terlupakan, dan bagi saya, menjelajahi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah perjalanan yang penuh warna dan seakan membawa kita kembali ke masa lalu. Salah satu tempat yang menarik perhatian saya adalah Goa Jepang dan Goa Belanda, dua situs bersejarah yang menjadi bagian penting dari kompleks taman ini.
Tempat pertama yang kami jelajahi adalah Goa Jepang, dengan lorong-lorong gelapnya dan dinding yang menyimpan cerita perang, memberikan pengalaman mendalam tentang masa pendudukan Jepang di Indonesia selama Perang Dunia II. Merasakan atmosfer sejarah yang kental di dalam goa ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang perjalanan Indonesia dalam menghadapi cobaan berat.
Sementara itu, Goa Belanda menyajikan kisah kolonial yang menggoda imajinasi. Melangkah di dalam goa ini, saya bisa membayangkan jejak pasukan Belanda yang memanfaatkannya untuk berbagai keperluan strategis. Sentuhan sejarah yang hidup terasa di setiap langkah, memberikan rasa hormat pada warisan yang telah diwariskan.
Namun, petualangan ini tidak hanya mengajak saya ke dunia sejarah, tetapi juga memperkenalkan saya pada keajaiban alam Taman Hutan Raya. Taman Rusa, dengan rusa-rusa yang anggun dan lingkungan hijau yang menyejukkan, memberikan pengalaman menyentuh alam yang damai dan alami.Â
Ditambah pemandangan anak-anak yang dengan takut-takut memberikan makan kepada rusa dan segera berlari kearah ayah dan ibunya ketika rusa sudah memakan wortel yang mereka berikan. Di sana memang menyediakan wortel yang sudah dipotong-potong dan dijual dengan harga Rp.5.000,00 sampai dengan Rp.10.000,00 sesuai dengan porsinya. Jadi jika kita ingin memberikan makan kepada rusa, maka kita bisa membeli wortel-wortel yang sudah disediakan.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Batu Batik. Namun tidak semua anggota ikut, dikarenakan kondisi setiap orang berbeda-beda dan track perjalanan menuju Batu Batik ini pun masih menanjak. Sehingga yang merasa tidak sanggup bisa langsung turun bersama mentor, sedangkan yang masih sanggup melanjutkan perjalanan termasuk saya, meneruskan perjalanan bersama dosen modul nusantara kami tercinta.Â
Ketika kami sudah berada di Batu Batik, kami disambut oleh suara gemericik air sungai yang mengalir dengan deras. Batu Batik dengan formasi batuan uniknya, menjadi saksi bisu perkembangan geologi. Mendekati batu-batu ini, saya merasakan keajaiban waktu dan proses alamiah yang telah membentuknya selama berabad-abad.
Batu Batik menjadi tempat terakhir dalam penjelajahan kami di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Jarak tempuh yang kami lalui untuk menyusul teman-teman kami yang tidak melanjutkan perjalanan pun lumayan jauh, sekitar 2,3km. Setelah semua anggota lengkap, kami istirahat dan makan bersama sebelum mengakhiri modul nusantara pertama kami.