PPP (Public Private Partnership) muncul karena keterbatasan APBN dalam menunjang pembangunan infrastuktur di Indonesia  yang telah di tetapkan dalam RPJMN 2015-2019.Â
PPP menjadi alternatif malah funding gap yang terjadi melalui skema kerja sama antara pemerintah dengan pihak swasta. Secara general PPP dapat diartikan sebagai bentuk perjanjian antara sektor publik ( yaitu pemerintah) dengan sektor privat ( swasta) untuk mengadakan sarana layanan publik yang diikat dengan perjanjian, terbagi menjadi beberapa bentuk sesuai kontrak dan pembagian resiko yang telah disepakati oleh dua pihak.Â
PPP ini lahir pertama kali di Indonesia pada tahun 1998 orde baru  pasca krisis moneter yaitu saat proses dikembangkannya pembangunan jalan tol dan ketenagalistrikan.
PPP tidak hanya berkutat pada kerjasama dalam peningkatan insfrastruktur di Indonesia saja, melainkan juga peningkatan segi intern dalam pencapaian target perekonomian salah satunya yaitu tenaga kerja. Indonesia sedang menghadapi industri 4.0 yang  merupakan digitalisasi dan konektivitas proses kerja sehingga karyawan atau tenaga kerja dituntut untuk dapat beradaptasi dengan teknologi terbaru."Â
Kendala dari ekonomi di Indonesia adalah tidak adanya pendidikan kerujuan yang lebih kompetitif dan inovatif , justru membuat sektor privat kita ini yang kesulitan karena begitu banyak tamatan tetapi tidak dapat dipakai langsung sebagai tenaga terampil" ungkap Anton J. Supit KADIN ( dewan perekonomian dan industri Indonesia). Â
Data Bulan Agustus 2016 (Badan Pusat Statistik 2017) Â tenaga kerja Indonesia didominasi oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan SD atau SMP dengan perincian 60,24% merupakan lulusan SD / SMP, 27,52 % merupakan lulusan SMK, dan 12,24% merupakan lulusan diploma atau universitas.Â
Jenjang pendidikan yang rendah oleh tenaga kerja menjadi sorotan Presiden RI Joko Widodo untuk membalikkan piramida kualifikasi tenaga kerja yang didominasi oleh lulusan SD dan SMP menjadi sebuah tenaga kerja yang terdidik dan terampil sehingga mampu menutup problematika ekonomi di Indonesia.Â
Kendala-kendala untuk peningkatan kualitas tenaga kerja adalah kurangnya data yang terkait dengan job dan demand yang trend untuk 5-10 tahun kedepan ungkap Kemenko Perekonomian Bapak Mohammad Rudy Salahuddin.Â
Adapun mendapatkan pengakuan sertifikasi tenaga kerja juga sangat minim dan sulit. Selain itu Indonesia  juga kekurangan lembaga koordinasi yang dapat merancang satu sistem yang terencana tentang peningkatan lulusan vokasi melalui kemitraan dengan sektor swasta  untuk mendapatkan dukungan penuh dari presiden sehingga menurut Dr. Ir. Subandi Sardjoko, MSc. (BAPPENAS), dalam hal ini dibutuhkan koordiasi dan kolaborasi antara sektor publik yaitu kementrian pendidikan dan kebudayaan, kementrian riset dan dikti, kementrian perindutrian, kementrian tenaga kerja, dan KADIN untuk menghasilkan tenaga terampil dalam dunia usaha.
Pada tahun 2014 Indonesia memasuki peringkat ke 10 ekonomi dunia yang merupakan pencapaian sangat baik. Hal ini didukung oleh aspek- aspek potensi yang dimiliki Indonesia meliputi sumber daya alam maupun sumber daya manusia, namun kualitas sumber daya manusia dewasa ini menjadi sorotan utama dalam peningkatan perekonomian negara Nusantara ini.Â
Indonesia berpotensi mencapai peringkat ke- 7 ekonomi dunia pada tahun 2030 apabila indonesia dapat terus meningkatkan produktivitas sumber daya manusianya. Menurut data BPS 2017, pada tahun 2016 Indonesia baru memiliki sekitar 55 juta tenaga terampil,masih membutuhkan 58 juta lagi untuk mencapai tahun 2030, itu artinya Indonesia dituntut untuk memiliki 3,8 juta sumber daya manusia pertahunnya.Â
Tenaga terampil di Indonesia didominasi oleh Sekolah Menengah Kejuruan dan disinilah peran pendidikan kejuruan menjadi sangat penting untuk mendorong subtansi pencapaian perekonomian Indonesia melalui peningkatan kualitas pelatihan dan kemitraan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi lebih baik.Â
Problematikanya yaitu rendahnya keterampilan dan kualitas tenaga kerja dari Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia. Jumlah lulusan SMK pada tahun 2013/2014 hingga 2015/2016 rata-rata meningkat sebesar 5,9% yaitu 79.908 peserta didik setiap tahun (PSMK,2017). Direktorat pembinaan SMK tahun 2017 merilis perbandingan jumlah lulusan dengan kebutuhan tenaga kerja pada sembilan bidang keahlian.Â
Peluang kebutuhan tenaga kerja dalam sembilan bidang tersebut sebesar 5.759.787 dna jumlah lulusan SMK sebesar 1.296.246 yang menunjukkan bahwa tenaga kerja terambil kekurangan 4.463.541 dari lulusan SMK. Sedangkan pokok masalahnya adalah jumlah tenaga kerja terampil setiap tahun terus meningkat akan tetapi jumlah kompetensinya tidak seimbang (Ixtiarto dan Sutrisno, 2016).Â
Hal ini menjadi tolak ukur bagi Indonesia untuk menaikkan kualitas sumber daya manusia karena jumlah tenaga kerja di indonesia merupakan sumbangan terbesar perekonomian Indonesia.Â
Pemerintah dan dunia usaha sedang mengembangkan program kemitraan ( Public private patnership) dengan harapan dapat menciptakan tenaga kerja muda berkualitas untuk mengisi pasar kerja.Â
Seperti yang telah disampaikan olej menteri PPN / Kepala Bappenas dalam rapat koordinasi nasional melalui program kemitraan, calon pekerja yang memperoleh pelatihan dan lulus uji kompetensi, dapat langsung ditempatkan di perusahaan atau industri.Â
Perkembangan pasar tenaga kerja di Indonesia saat ini mengalami kemajuan yang signifikan, yaitu kemampuan mempressing pengangguran ke angka 6,32%. Â
Akan tetapi kualitas tenaga kerja perlu menjadi pertimbangan dan perhatian terutama kaum muda melalui adalanya solusi pelatihan dan sertifikasi tambah Bapak Bambang (Mentri Bapennas).
Pada kondisi inilah peran sektor swasta mampu mendongkrak untuk membantu meningkatkan work-readiness atau kesiapan kerja dari angkatan tenaga kerja Indonesia melalui pembukaan kesempatan magang baik interenship yaitu sebelum kelulusan ataupun apresitif dengan cara dorongan dari pemerintah kepada perusahaan-perusahaan swasta untuk mau membantu dalam pengembangan UMKM.Â
Penelitian mengenai dampak kesempatan magang atau kemitraan melalui sistem Prakerin (praktek kerja industri) terhadap work-readiness dengan sampel kelas XII SMKN 1 Sintuk Toboh menyimpulkan bahwa pengalaman prakerin memberikan kontribusi sebesar 24,01% terhadap kesiapan memasuki dunia kerja angkanya lebih besar daripada tidak adanya pelatihan dengan sistem PPP ini (Jurnal Vonteka vol.7, No.4 Desember 2019).Â
Melalui pelatihan tersebut, dapat memunculkan UMKM baru yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Pasalnya melalui UMKM tenaga kerja terserap hingga lebih dari 114 juta tenaga kerja dengan capaian 97,30% dari tenaga kerja terserap nasional. Â Lantas bagaimana pola kerja sama antara pemerintah dengan swasta di bidang pendidikan ini?
Menurut Kementrian Perindustrian pemerintah dapat membangun infrastruktur kompetensi bagi SMK, pemerintah juga dapat memberikan sarana prasarana untuk mendukung Teaching Factory di SMK, dilaksanakannya training of trainer bagi calon instruktur dari industri, dan  penawaran dari pemerintah kepada industri dengan pemberian insentif yang membina dan mengembangkan SMK.Â
Maka diperlukan harmonisasi dan sinkronisasi dari segala regulasi agar tercapai public private patnership yang baikdan perlu memastikan sektor privat menerima insentif dan terlibat dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.Â
Duta Besar Jerman , Michael Freiherr juga berpendapat dalam TVET tentang pengenalan sistem ganda pendidikan kejuruan yang dilakukan Jerman untuk mendongkrak tenaga kerjanya.Â
Dijelaskan bahwa pendidikan kejuruan di Jerman 50% dibiayai oleh pemerintah dan sisanya adalah swasta sehingga dalam hal ini, pemerintah dan swasta menjadi sangat penting untuk mengefektifkan pencapaian tenaga kerja yang bermutu untuk diterapkan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H