Mohon tunggu...
rahmaharumoktaviana
rahmaharumoktaviana Mohon Tunggu... Makeup Artist - MAHASISWA PWK 19 UNIVERSITAS JEMBER

191910501041

Selanjutnya

Tutup

Financial

Default Mengesampingkan Peluang Penerbitan Obligasi Daerah

11 Mei 2020   10:29 Diperbarui: 11 Mei 2020   10:36 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Default adalah kegagalan bayar atau dalam KBBI artinya (kegagalan) kegagalan untuk melakukan atau memenuhi suatu kewajiban sebagaimana tercantum di dalam kontrak, sekuritas, akta atau transaksi lainnya.  default ini juga berlaku dalam sistem obligasi daerah yang berarti resiko dimana bunga atau pokok obligasi tidak dibayar dalam waktu yang telah disepakati antara penerbit dan pembeli obligasi dan dalam jumlah yang penuh. 

Obligasi daerah sedang tenar untuk diadakan realisasinya sejak ditetapkan 3 tahun yang lalu oleh Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia yang termaktub dalam PMK Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban, Dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah. 

Default menjadi momok menyeramkan paling utama dari sekian banyak dalih dari pemerintah provinsi dan pemerintah daerah untuk tidak menerbitkan obligasi daerah. 

Pasalnya, jika terjadi default atau utang dari obligasi yang tidak sanggup untuk dibayar oleh penerbit obligasi daerah, dana APBN pun tidak akan membantu untuk menutupi utang tersebut atau dalam artian lain Pemerintah Pusat tidak akan membantu apapun dan memberikan jaminan untuk menyelesaikan terlunasinya hutang daerah atas obligasi daerah.

 Masalah default ini makin menciutkan nyali pemerintah provinsi atau pemerintah daerah untuk menggenjot pembangunan infrastrukturnya melalui obligasi daerah disebabkan adanya kasus gagal bayar oleh Detroit. 

Kasus Detroit yang terjadi di Michigan, USA, sebagai kota dengan basis industri otomotif terkenal memiliki utang tak terbayar sebesar $ 18 Milyar atau setara dengan Rp. 180 triliun jika dirupiahkan. Terjadinya default di Detroit dikarenakan utang manajemen yang terlalu besar dan adanya dugaan korupsi dalam pengelolaan pemerintahan sehingga turut memperburuk pembengkakan gagal bayar. 

Adapun kasus gagal bayar lainnya yaitu WPPSS (Washington Public Power Supply System) yang terjadi pada tahun 1970-1980 dengan diterbitkannya obligasi daerah untuk fokus pembiayaan 5 pabrik nuklir. 

Lagi-lagi proyek yang mengait USA sebagai negara super power itu mengalami kegagalan pengelolaan dan kondisi keselamatan yang buruk sehingga melahirkan pembengkakan biaya konstruksi mencapai 4 kali lipat pada tahun 1983. Di saat yang bersamaan, permintaan akan energi nuklir menurut sehingga memaksa WPPSS menutup beberapa pabrik.

Pengembalian utang / obligasi daerah pada pembelinya hanya dipenuhi sebesar 40% oleh pihak WPPSS.  Kota besar saja bisa gagal dalam pembayaran utang pada obligasi daerahnya, apalagi provinsi-provinsi di Indonesia yang notabenya masih dalam negara berkembang? Begitulah umumnya yang ditimbang-timbang oleh pemerintah provinsi ataupun pemerintah daerah.

Akan tetapi sebenarnya presentasi default dalam obligasi daerah dapat ditekan apabila setiap pemerintah provinsi atau pemerintah daerah dapat mematuhi dan mengikuti prosedur penerbitan obligasi daerah yang telah terangkum dalam perundang-undangan nya. Selama ini ketakutan akan default terjadi karena pemerintah daerah atau provinsi sering mengesampingkan peluang dan benefit dari obligasi daerah. 

Dilansir dari hasil penelitian Journal of Indonesian Applied  Economic Vol. 5 No. 2 Oktober 2011, 157-171 mengungkapkan bahwa Obligasi daerah merupakan alternatif yang layak dipertimbangkan sebagai sumber pembiayaan daerah dibandingkan pendanaan yang lain. 

Kelebihan obligasi daerah sebagai alternatif pendanaan pembangunan , antara lain mampu menarik minat pemilik dana untuk berinvestasi, mampu menyediakan dana dalam jumlah besar, memiliki risiko yang rendah atas perubahan kurs, memiliki risiko yang rendah atas perubahan kebijakan pemerintah. 

Obligasi daerah jni muncul dikarenakan APBN yang selalu mengalokasikan sebagian dananya untuk Perimbangan Keuangan ke Kas daerah yaitu di dalam APBD  tidak selamanya mampu menanggung biaya pembangunan meliputi infrastruktur, pembangunan sumberdaya manusia, atau bahkan penanggulangan bencana alam. 

Hal tersebut memungkinkan adanya kondisi seret keberlanjutan pembangunan daerah karena APBN tidak dapat mengalokasikan lebih banyak sehingga pemerintah daerah dituntut untuk mandiri dan mampu menghasilkan dana sendiri untuk pembiayaan pembangunan daerahnya. adapun salah satu sumber dana pemerintah daerah yaitu PAD, namun PAD dinilai kurang efektif karena dana tersebut berasal dari masyarakat yang notabenya memiliki standar keuangan UMR saja. maka diperlukan sistem lain yang lebih efisien dalam menutup kekurangan dana untuk menggenjot pembangunan daerah yaitu obligasi daerah.  

Kajian ini menjadi sangat urgen, karena pada pasal 59 ayat 1 Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 diatur bahwa pemerintah pusat tidak menjamin obligasi daerah, sehingga jika Pemerintah daerah ingin menggunakan instrumen obligasi sebagai sumber pembiayaan, maka harus benar-benar memperhatikan aspek kemampuan keuangan dan manajemen keuangan pemerintah daerah. 

Hal ini didukung dengan adanya data dari  bid yang menyatakan bahwa kasus gagal bayar di Amerika serikat dengan tenor 5 tahun untuh periode 1970-2016 adalah 0,07% dimana pada periode sejak tajun 2007 tingkat gagal bayar meningkat 0,15%. 

Sedangkan peraturan menteri keuangan no 111/PMK07/2012 tentang tatacara penerbitan dan pertanggungjawaban obligasi daerah menyebutkan bahwa tingkat gagal bayar obligasi korporat secara global sejak tahun 2007 adalah 6,92%. Dua data ini menandakan bahwa di tahun yang sama yaitu 2007, 7 dari 10.000 obligasi yang diterbitkan mengalami gagal bayar. 

Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan 692 dari 10.000 obligasi daerah yang diterbitkan  mengalami default. Potensi gagal bayar atau default ini telah diantisipasi oleh pemerintah meskipun memiliki kemungkinan yang sangat kecil. Penerbitan obligasi daerah hanya dapat dilakukan oleh pemerintah daerah yang audit terakhir atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah mendapat opini wajar dengan pengecualian atau wajar tanpa pengecualian. 

Adapun tambahannya yaitu penilaian keuangan atas dokumen rencana penerbitan obligasi daerah mencangkup penilaian rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman  atau debt service coverage ratio(DSCR) dengan batas minimun 2,5. Selain itu, pemerintah daerah diwajibkan untuk mengalokasikan Dana Cadangan Pelunasan Obligasi Daerah (sinking fund) dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah tersebut untuk membayar Pokok Obligasi. 

Hal ini dimaksudkan apabila terjadi default atau gagal bayar, melalui dana tersebut pemerintah daerah dapat menutup utangnya karena pemerintah pusat tidak bisa menanggung resiko atas utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. Untuk cara preventif lainnya yaitu dengan mengadakan pemeringkatan terhadap pemerintah daerah secara nasional oleh lembaga independen sebagai indikasi atas resiko gagal bayar (default). 

Lembaga independen melakukan pemeringkatan dengan mengamati banyak faktor antara lain kerangka institusi,profil kredit individu, dan pengelolaan keuangan. Hasil pemeringkatan kemampuan tiap pemerintah daerah dapat dijadikan acuan oleh investor untuk mencegah terjadinya potensi gagal bayar disaat mereka mengikuti obligasi daerah.

 Dampak pemeringkatan ini terhadap pemerintah daerah adalah dapat memotivasi pemerintah daerah untuk tetap mempertahankan ranking keuangannya di atas dan menjaga kesehatan neraca keuangan daerah. Pada umumnya daerah-daerah yang terdapat di ranking atas dan dinilai mampu menerbitkan obligasi daerah antara lain adalah DKI Jakarta dan Jawa Barat. OJK (otoritas jasa keuangan) juga telah merekomendasikan beberapa daerah untuk melakukan penerbitan obligasi daerah karena daerah tersebut dinilai mampu secara keuangan daerah.  

Obligasi daerah sudah menjadi tren bagi wilayah-wilayah di negara maju seperti USA, New York merupakan daerah pertama yang menerbitkan obligasi daerah secara resmi pada tahun 1812 untuk pembiayaan Terusan Erie dengan hasil akhir sukses mengefisienkan pembangunan sehingga berhasil meningkatkan efisiensi akses masuk dan keluar Kota New York sehingga kota ini menjadi pusat keuangan Amerika Serikat seperti sekarang. 

Kesuksesan pembangunan oleh obligasi daerah juga dirasakan oleh pemerintahan di San Francisco atas pembangunan Golden Gate Bridge tahun 1910-1920 yang mampu meningkatkan lalu lintas kapal feri dari San Francisco ke Oakland sebesar 700% melalui obligasi daerah. Default tidak menjadi ancaman bagi dua kisah sukses tersebut apabila dalam pengelolaan keuangan obligasi daerah tersebut dapat berjalan dengan baik. .

Obligasi daerah menjadi hal yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah daerah mengingat pembangunan daerah belum bisa meningkat drastis untuk memajukan perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya, terlebih menilik kembali problematika covid-19 yang belum menemui titik penurunan angka kematian karena kurangnya sumber pembiayaan untuk dianggarkan pada pemenuhan kebutuhan RS rujuan Covid-19 ataupun pasokan peralatan medis. 

Perlengkapan alat medis dan ruang isolasi yang telah termaktub dalam Peraturan Menterian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) membutuhkan dana yang cukuo besar untuk lingkup nasional maupun perdaerah. 

Maka pemerintah pusat menganjurkan pemerintah daerah untuk penerbitan obligasi daerah sebagai upaya pengefisienan mempersiapkan kebutuhan penangan covid-19 terutama di daerah ranking atas oleh lembaga independen, daerah rekomendasi OJK, dan daerah dengan suspect positif covid-19 terbanyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun