Prof. Dr. H. Muchlas Samani, M.Pd. seorang Guru Besar di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dalam artikel yang berjudul 'Mengapa Kemampuan Menulis Mahasiswa Kita Sangat Rendah?' menceritakan kegelisahan nya.
Artikel tersebut menceritakan bagaimana pengalamannya dalam membimbing mahasiswa saat menyusun skripsi, tesis hingga disertasi.Â
Dan di lain kesempatan juga ia turut andil dalam menguji kelayakan proposal mahasiswa SI/S2/S3.
Ditambah dengan kewajibannya untuk mengampu beberapa matakuliah sehingga ia sering memberi tugas kepada mahasiswa untuk membuat makalah.
Cukup baginya untuk membuat beberapa catatan terkait kemampuan menulis mahasiswa Indonesia saat ini.
Mahasiswa dan Masalah KepenulisanÂ
Kekurangan mahasiswa di Indonesia adalah ketidakmampuan nya dalam menyusun kalimat.
Contohnya sering ditemukan kalimat yang terasa janggal, sulit di mengerti, bermakna ambigu, tidak memenuhi kaidah bahasa yang baik, bahkan cenderung menggantung -tidak selesai-.
Kenyataan tersebut diperkuat dengan ditemukannya budaya copy paste secara besar-besaran di kalangan mahasiswa. Sehingga banyak karya tulis ilmiah yang sudah dipublikasikan, berulang kali disalin begitu saja.
Artinya karya tulis mahasiswa tidak orisinal -plagiat-.
Padahal seharusnya sebuah karya tulis ilmiah terdahulu itu perlu untuk dikembangkan, dianalisis, ditelaah, dibaca, dikomentari atau dikritik.Â
Dampak Budaya Copy Paste Pada Skala Nasional
Dampaknya perkembangan literasi mahasiswa Indonesia tidak mengalami peningkatan, terlihat statis, berjalan ditempat dan tertinggal diantara negara lainnya.
Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan oleh Program of Internasional Student Assessment (PISA).Â
Mereka menyatakan bahwa Indonesia dikategorikan sebagai 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Menempati peringkat Ke-52 dari 70 Negara.
Laporan tersebut dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).Â
Tentunya banyak hal yang melatarbelakangi budaya copy paste ini dan salah satunya adalah kondisi writing block.
Penelitian Perihal Writing Block
Tahukah kamu, kisah psikolog yang melakukan sebuah penelitian terhadap para penulis? Nama kedua psikolog tadi adalah Jorome Singer dan Michael Barrios.Â
Singer dan Baririos dalam penelitiannya, mengumpulkan berbagai penulis dengan sebuah persyaratan bahwa mereka dipilih berdasarkan adanya  perbedaan latar belakang.
Baik itu latarbelakang dari segi pendidikan atau pun jenis tulisan yang dibuat.
Ternyata hasilnya menyatakan hal konkrit. Adanya kesinambungan antara peristiwa writing-block dengan keadaan yang dialaminya dalam kehidupan nyata (sehari-harinya).
Hanya Penulis yang Mengalami Writing Block?
Writing block, tidak hanya dialami oleh para penulis seperti J.K Rowling, William Shakespeare, Andrea Hirata, Pramodya Ananta Toer, Pidi Baiq dan penulis lainnya.Â
Faktanya kondisi ini bisa menyerang siapa saja.
Contohnya masyarakat umum yang bergelut di bidang kepenulisan, seperti jurnalis, content writer, copy writing sampai pada lingkup masyarakat yang berada di lembaga pendidikan layaknya dosen dan mahasiswa.
Kasus yang terjadi sering kali berputar dalam alur berikut yakniÂ
Mahasiswa mengalami tekanan dari lingkungan kemudian memicu hadirnya kondisi writing block, dilanjutkan dengan kebingungan atau kegelisahan saat mengerjakan tugas. Hingga akhirnya memilih cara alternatif untuk melakukan copy-paste.Â
Meskipun sebagai seorang manusia pasti memiliki beragam alasan sebagai pembenaran atas perilakunya, namun tetap saja hal tersebut tidak dibenarkan sebab akan berakibat fatal pada peradaban dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H