Mohon tunggu...
NABILA RAHMAWATI
NABILA RAHMAWATI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Mari saling berkoneksi bagi Anda yang menyukai topik seputar budaya, bahasa, transportasi, dan wisata!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Pelabuhan Sungai di Indonesia

9 Januari 2023   16:43 Diperbarui: 9 Januari 2023   16:52 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan ciri geografis yang terdiri dari banyak pulau sebagai sudut teritorialnya. Pulau-pulau yang ada di Indonesia jumlahnya mencapai 17.504 pulau yang dipisahkan dengan wilayah perairan. Adapun luas wilayah perairan Indonesia mencapai dua per tiga dari total teritorialnya. Hal ini mengindikasikan akan pentingnya upaya memaksimalkan wilayah perairan untuk menyokong konektivitas antar daerah, antar pulau, antar negara, bahkan dalam skala yang sangat besar, yaitu antar benua. Lalu, bagaimana caranya? Caranya adalah dengan membangun pelabuhan yang kuat. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan, Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan untuk dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antar moda transportasi.

Berkaitan dengan pelabuhan, ternyata terdapat beberapa jenis pelabuhan. Di masa modern saat ini, pelabuhan terbagi menjadi dua jenis besar, yaitu pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau. Lalu, Pelabuhan laut dibagi lagi menjadi tiga jenis hierarki, yaitu pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. Sedangkan, pada masa sejarah, pra-kolonial, dan kolonial di Indonesia, mengenal beberapa karakteristik pelabuhan, di antaranya pelabuhan yang bergantung pada sumber daya alamnya seperti pelabuhan-pelabuhan yang ada di kawasan pantai barat Sumatera, pelabuhan yang berkembang sebagai tempat pertemuan etnis Cina dan Tamil atau yang dikenal dengan situs Kota Cina di Medan, pelabuhan tepi sungai, serta pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Timur, seperti Pelabuhan Makassar; pelabuhan-pelabuhan Bali, Lombok, dan Sumbawa;  Pelabuhan Ampenan; dan Pelabuhan Bima. Dari berbagai jenis dan karakteristik pelabuhan-pelabuhan tersebut, penulis akan menyampaikan pemaparan yang lebih mendalam mengenai pelabuhan tepi sungai atau yang dapat disebut sebagai pelabuhan sungai.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan, Pelabuhan sungai dan danau merupakan Pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau. Angkutan sungai dan danau merujuk kepada kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau. Pelabuhan sungai dan danau ini tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia serta sudah ada sejak masa sejarah, pra-kolonial, dan kolonial. Berbeda dengan wilayah pantai Sulawesi yang memiliki banyak teluk, Pulau Kalimantan dan Sumatera memiliki banyak sungai yang menjadi penghubung antara daerah pedalaman dengan daerah pantai. Hubungan antar sungai tidak terlepas dari peran suku-suku bangsa yang mendiami suatu daerah. Misalnya, di Kalimantan terdapat Suku Punan atau suku terasing yang menjadi penghubung bagi berbagai sistem ekonomi antar sungai di daerah pedalaman. Mereka merupakan pengembara yang tinggal di hutan belantara pada pegunungan di hulu sungai, yang kemudian melakukan kontak dagang secara berkala dengan cara tukar menukar barang dengan berbagai suku bangsa lain yang telah hidup menetap di sepanjang aliran sungai-sungai di Kalimantan. Lalu, di daerah Sumatera Selatan terdapat Suku Rejang yang menjadi penghubung antara daerah aliran Sungai Musi dengan berbagai sungai di Bengkulu yang mengalir ke Samudera Hindia.

Selanjutnya, terdapat berbagai pelabuhan sungai bersejarah di Nusantara, antara lain pertama, Pelabuhan Batanghari yang terletak di tepi Sungai Batanghari, Provinsi Jambi. Dikarenakan hutan hujan tropis yang menutupi hampir 60% wilayah Jambi, maka terdapat banyak aliran-aliran sungai yang berasal dari mata air di daerah pegunungan. Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang di Sumatera dengan panjang 800 km. sungai Batanghari memainkan peran penting sebagai sarana penghubung antara daerah hulu sebagai penghasil emas dan hasil pertanian dengan daerah hilir sebagai pelabuhan pada masa Melayu. Di daerah Sungai Batanghari ditemukan berbagai peninggalan budaya masa lampau, seperti arca dan bangunan suci. Temuan ini mengindikasikan bahwa Jambi telah melakukan hubungan dengan dunia luar, seperti hubungan dagang melalui Pelabuhan di tepi Sungai Batanghari dan hubungan religi. Selain itu, di daerah Muara Kumpeh, anak Sungai Batanghari (Sungai Kumpeh) juga ditemukan benda-benda bekas perpurbakalaan, seperti tonggak-tonggak kayu sisa bangunan, sisa perahu, pecahan keramik dan tembikar, serta sampah dapur. Adapula kolam buatan di sebidang tanah di wilayah Ujung Plancu yang diduga merupakan Pelabuhan kuno, tempat perahu ditambatkan, dan Sei Limbungan sebagai jalan masuk menuju kolam pelabuhan. Kolam ini diduga pula sebagai pos pengamatan yang dibangun oleh Belanda untuk mengawasi Kesultanan Jambi sekaligus sebagai loji (kantor dagang).

Pada masa Hindia Belanda, pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah Pelabuhan yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Jambi. Hal ini didasarkan pada Jambi sebagai kota tempat dikumpulkannya hasil bumi dan hasil hutan dari daerah pedalaman serta tempat bertemunya para saudagar dari berbagai tempat dan daerah. Peran inilah yang menjadikan Jambi sebagai kota tempat tinggal orang-orang dari berbagai suku bangsa dan bangsa. Setelah pembangunan selama 3 bulan, pelabuhan ini dinamakan Pelabuhan Jambi dengan julukannya Boom Batu yang mulai beroperasi pada tanggal 1 April 1929. Lokasinya berada di sekitar Pasar Angso Duo. Namun, saat ini bekas-bekas pelabuhan tersebut sudah dibangun Mall JTC. Selain Pelabuhan Boom Batu, dibangun pula Pelabuhan Boom Rakit. Tepian Sungai Batanghari juga dimanfaatkan oleh Suku Bugis Makassar sebagai tempat perkampungan perahu pinisi. Tujuan awal Suku Bugis mendirikan perkampungan ini adalah untuk mengelola sumber daya alam kayu yang banyak ditemui di wilayah Jambi untuk membuat perahu pinisi. Di mana, Suku Bugis beralih profesi dari yang tadinya petani menjadi bahariawan karena lahan pertanian yang semakin menyempit, mereka pun mencari daerah baru untuk dikelola sumber daya alamnya.

Kedua adalah Pelabuhan Palembang. Dahulu, Palembang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sriwijaya yang didirikan oleh Dapunta Hyang. Sungai Musi yang membelah wilayah Palembang dijadikan sebagai tempat pemasaran komoditi dagang dari daerah pedalaman. Penemuan budaya masa lampau di Situs Bungamas, Lubuk Layang, dan Sungai Saling, seperti alat batu paleolitik, alat batu neolitik, dan alat batu fosil kayu menandakan adanya hunian manusia di daerah hulu Sungai Musi sekitar 8.000 tahun yang lalu. Hunian awal ini mengambil lokasi di daerah tepian sungai kecil  pada bidang tanah yang tinggi sambal mempertahankan hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka pun hidup secara berkelompok dengan membuat komunitas kecil dan hidup secara berpindah-pindah. Dalam perkembangannya, orang-orang pedalaman ini mendapatkan pengaruh budaya dari luar, yaitu Palembang, yang ditandai dengan kehadiran agama Hindu dan Budha, arca, dan candi.

Sebagai kota dagang dan industri yang ramai dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai penjuru dunia, Palembang terus berbenah dalam hal fasilitas penunjang kota dagang. Misalnya, dengan melakukan pembangunan hotel, perumahan, kios-kios, hingga pengerukan Sungai Tengkuruk untuk dijadikan jalan. Didukung pula oleh banyaknya saudagar yang menetap secara permanen maupun sementara di Palembang sambil menunggu angin baik dan memuat komoditi dagang dari Sriwijaya. Hubungan dagang yang dilakukan oleh Palembang di antaranya dengan bangsa-bangsa Asia dan Eropa, seperti Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda. Bahkan mereka diberikan kesempatan untuk membangun kantor-kantor dagangnya di Palembang.

Pelabuhan sungai di Palembang diuntungkan dengan kondisi geografisnya karena terletak di sungai yang lebar dan dalam (Sungai Musi), agak jauh ke dalam, dan sebagai muara dari sungai-sungai besar. Lokasi pelabuhan yang terletak di daerah estuari menjadi sangat ramai dan efektif karena orang-orang pedalaman masih mengandalkan sungai untuk memasarkan komoditi dagangnya. Sungai yang memenuhi kaki bukit dan dataran rendah menuju pesisir pun menjadi jaringan komunikasi antara orang-orang pedalaman dengan orang-orang hilir, di mana kehidupan mereka sangat bergantung pada sumber daya alam yang ada di daerah pedalaman dan juga angkutan air. Adapun pelabuhan Palembang yang terletak di daerah Sungai Belabak dan Sungai Lawang Kidul pada tahun 1908, kini semakin berkembang pesat dan dikenal dengan nama Boom Baru yang menjadi tempat arus keluar masuknya komoditi dagang dan kapal.

Ketiga adalah Situs Kota Kapur yang memiliki pelabuhan sungai di Pulau Bangka. Secara geografis, Kota Kapur berhadapan langsung dengan Selat Bangka yang menjadi muara dari Sungai Menduk serta Bukit Besar sebagai bagian tertinggi di wilayah tersebut. Aliran Sungai Menduk ini juga menjadi muara dari berbagai sungai kecil. Dulunya, sungai-sungai kecil ini berukuran cukup lebar dan dalam sehingga dapat dilalui oleh perahu-perahu kecil yang mengangkut hasil bumi, hasil tambang, dan hasil hutan penduduk Kota Kapur ke luar wilayah. Namun, akibat proses pendangkalan alam, sungai-sungai kecil ini kemudian menyempit, hanya berukuran sekitar 1-2 meter dengan ketebalan lumpur yang cukup tinggi.

Berdasarkan penelitian arkeologi pada tahun 2013, menemukan adanya sisa bangunan dermaga yang terbuat dari batang-batang kayu nibung dan kayu "pelangis". Dermaga ini menjadi tanda adanya hubungan orang-orang di Kota Kapur yang berada di lingkungan benteng tanah dengan dunia luar. Dermaga ini terletak tepi di Sungai Menduk yang merupakan jalur keluar masuknya sarana angkutan air dari dan ke Kota Kapur. Pada masa peperangan antara Kesultanan Palembang-Darussalam dengan Belanda, benteng tanah berfungsi sebagai penghambat lajunya kapal-kapal Belanda saat akan memasuki wilayah perairan Selat Bangka dan perairan Musi. Kota Kapur telah dihuni sejak abad ke-5 hingga 6 Masehi yang dalam perkembangannya penduduk Kota Kapur dipengaruhi oleh budaya India yang ditandai dengan dianutnya ajaran Hindu aliran Waisnawa. Hunian Kota Kapur tersebut tertulis dalam Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Desa Penagan, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka bertanggal 28 April 686 Masehi.

Diketahui bahwa Pulau Bangka merupakan pulau yang kaya akan hasil bumi (lada) dan hasil tambang (timah) sehingga keduanya merupakan komoditi dagang yang cukup penting pada masa Kesultanan Palembang-Darussalam. Pada abad ke-18 di masa Kesultanan Palembang-Darussalam, penambangan timah secara besar-besaran baru mulai dilakukan. Timah menjadi barang tambang yang sangat berharga nilainya sehingga mengakibatkan banyaknya penyelundupan timah dengan menggunakan perahu-perahu kecil menuju ke luar wilayah kesultanan dan luar kekuasaan Belanda. Sayangnya, penambangan timah kemudian dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pasca Kesultanan Palembang-Darussalam jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1821.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun