Mohon tunggu...
Rahmad Sholehuddin
Rahmad Sholehuddin Mohon Tunggu... Bankir - Pecinta Kopi

Semuanya pasti pergi, dan hanya satu yang tersisa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sungguh, Adakah yang Segila Aku?

6 April 2020   22:50 Diperbarui: 7 April 2020   10:10 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam ini, ditemani suara angin sepoi-sepoi aku seruput kopi hitam yang begitu ikhlas untuk dinikmati aromanya. Ketika racikan kopi dari penjaga kedai itu aku teguk, Zain menyapaku dengan gayanya yang khas.

"Hei, ke mana saja kau Rama. Teman-teman menanyakan keberadaanmu. Tidak seperti biasanya kamu tiba-tiba menghilang begini. Lagi ada masalah ya?" ujarnya.

Begitu mudahnya Zain menebak perasaanku yang saat ini sedang berkecamuk dengan sangat hebatnya. Dalam hati aku bergumam, wajar saja. kan dia sudah sangat lama bersahabat denganku. Dia tau semua tentangku begitu juga sebaliknya, akupun tau semua tentangnya.

Beberapa minggu belakangan ini emosiku sangat berantakan sekali, serasa dunia telah berhenti berputar dan rasanya ingin kutahan laju waktu, supaya matahari tidak lekas terbit seperti biasanya. Bagaimana mungkin aku siap bertemu pagi jika harus melihat Rizka menjalin asmara dengan pria lain di kantor, sementara aku sangat mencintainya.

Rizka sosok wanita berusia 25 tahun, dengan hidung bangir, pipi merona dan wajahnya yang flamboyan itu selalu melempar senyum hangat kepadaku tiap kali bertemu dikantor.

Tak cukup di situ, dia juga memiliki sikap keibu-ibuan yang jarang dimiliki wanita lain, sehingga akupun dibuat melayang ke awan olehnya. Jangan tanya padaku darimana perasaan ini mekar dalam hati, karna aku sendiri tak bisa menjawabnya.

Sebenarnya sudah lama aku mengagumi wanita itu, tapi tidak mungkin aku utarakan perasaan ini kepadanya, Tidak mungkin pula aku menghianati kepercayaan istri dan anak semata wayang yang aku tinggalkan di Desa. Tapi aku juga tak sanggup membendung perasaan yang begitu menggelora dalam dadaku. Oh, Tuhan bagaimana ini?  tolong beri aku jalan keluar.

Sungguh aku seperti mayat hidup, ketika mendengar Rizka telah menjadi milik pria lain dan pria itu adalah atasanku dikantor.

"Zain, kamu pernah merasa dunia dan seisinya tak lagi berarti? Dan kamu hanya butuh satu orang saja dalam hidupmu, saat ini juga, detik ini juga?" tanyaku.

"Pernah, dulu waktu aku masih kuliah," jawab Zain, kepulan asap keluar dari mulutnya yang dia hisap dari rokoknya.

Waktu itu (saat Rizka masih dekat denganku dan dia masih belum milik siapa-siapa). Aku galau tingkat dewa, bagaikan buah simalakama. Kalau aku makan buah itu aku mati akibat racunnya dan jika tidak ku makan, matilah aku karna kelaparan.

"Maksudnya?" tanya Zain, sambil menerima pesanan kopi miliknya.

Dengan menahan sesak yang menggumpal didada, aku jawab pertanyaanya. sejak dekat dengannya bahkan sampai sekarang, aku tidak bisa mengusir bayangan Rizka dari benakku. senyumnya, wajahnya, wanginya, bahkan gaya dia berbica selalu terngiang-ngianng dalam anganku. Semuanya hanya tentang dia yang aku pikirkan, sementara Rika istriku. Aku juga sangat mencintainya, lebih dari aku mencintai diriku sendiri.

"Kamu mengerti kan maksudku?" Tanyaku, kepada Zain yang mulai serius mendengarkan penjelasanku.

Dia diam, tak ada jawaban. Tapi dari sorot matanya tergambar jelas ada hal yang ingin dia tanyakan kepadaku.

"Oke, aku mengerti. Lalu?" jawabnya. Seolah dia ingin tau lebih banyak tentang apa yang aku rasakan.

Tidak mungkin aku menghianati Rika. dia juga sangat mencintaiku dan dia telah memberikan kado terindah dalam hidupku, Gilang anak pertamaku. Disisi lain, Rizka juga berhasil melukis namanya dalam hatiku. dan sungguh, aku tau persis apa yang aku butuhkan saat ini. Rizka, hanya dia seorang! begitu aku menjelaskan kepada Zain.

"Ah, mungkin itu hanya perasaan palsu saja Ram. Nanti juga sirna, ketika kau sudah pulang kampung bertemu istri dan anakmu."

Zein menyatakan pendapatnya dengan penuh keyakinan.

Akupun beranggapan demikian, Jangan-jangan perasaan ini hanya sebatas hasrat belaka yang lahir dari keangkuhan nafsu birahi. Jujur saja, Lelaki seusia seperti aku ini mungkinkah bertahan lama tanpa kasih sayang dan sentuhan seorang wanita. Omong kosong kalau aku ngomong tidak butuh semua itu.

Minggu lalu aku pulang kampung tanpa memberi tau siapapun dikantor. Ini aku lakukan untuk membuktikan, benarkah cintaku pada Rizka hanya dilatar belakangi nafsu saja. Secara Rizka adalah wanita berparas cantik dan anggun. 

Aku sangat bahagia bertemu istri dan anakku, merekapun bahagia sekali tau aku pulang tanpa memberi kabar sebelumnya. Aku disamvut sengan penuh cinta dan kasih sayang oleh Rika istriku, tanpa aku pinta secangkir kopi sudah ia sediakan dimeja, lengkap dengan gorengan khas desa yang masih hangat. 

Sejenak aku memang benar-benar lupa pada Rizka, tapi tidak bertahan lama. Aku nikmati kopi dan gorengan istriku, saat itu juga aku teringat Rizka, aku masih mendambanya. Akupun berusaha menepis, bahwa itu hanya bayangan receh yang numpang lewat. 

Layaknya sepasang suami-istri, kitapun saling memadu kasih dengan penuh kasih sayang. Bercumbu dan bercinta dengan sepenuh hati. 

Puncaknya, saat mamadu kasih saja tiba-tiba Rizka hadir dalam benakku. Ahirnya aku menyerah, aku tunduk. Dan aku akui bahwa aku benar-benar dibuat gila olehnya. Aku sungguh jatuh cinta untuk kedua kalinya pada wanita yang berbeda. 

"Bagaimana pendapatmu Zain? " Tanyaku

"Gila, aku sarankan agar kamu curhat pada orang yang lebih mengerti tentang psikologi cinta daripada aku. Atau, utarakan saja semuanya pada Rizka tentang apa yang kamu rasakan selama ini." Masukan yang Zain berikan padaku. 

"tidak semudah itu Zain, masalahnya.. "

Zain memotong pembicaraanku dengan tegas "Eiiits, jangan pikirkan perasaan kekasihnya Rizka, semuanya akan baik-baik saja ok"

Baiklah, akan aku pertimbangkan saranmu sahabat. Pesanku jangan pernah sedikitpun membuka hati kepada wanita. Apapun alasannya saat kau sudah memiliki tanggung jawab istri kelak. 

Sudah larut, besok aku harus melanjutkan pekerjaan yang belum rampung dikantor. Kau juga harus bangun pagi untuk mengikuti tes general manager kan? Semoga sukses tesnya. 

Heem, ahirnya aku sadar bahwa cobaan dalam hidup memang harus ada, sebab itu yang membuat seseorang menjadi lebih kuat dan tambah dewasa dalam berfikir, bersikap. Tidak dengan maksud aku selingkuh dengan Rizka dibelakang istriku. Bodoh sekali aku mengorbankan anak dan istri hanya demi keegoisan cintaku pada Rizka, wanita yang memberiku pelajaran bahwa benar, cinta itu buta. 

Besok, selepas kerja. Akan aku utarakan semuanya, tanpa ada harapan sedikitpun memilikinya dalam hidupku. 

Rahmad Aminuddien

06.04.2020

Cerita fiksi, semua tokoh dan karakter adalah fiktif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun