Mohon tunggu...
Rahmad Romadlon
Rahmad Romadlon Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

Menulis Puisi, Artikel, Kata-kata Bijak, dan Motivasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Jelita

21 Januari 2025   19:37 Diperbarui: 21 Januari 2025   19:37 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu pagi, saat aku sedang duduk di warungnya, Ibu Jelita datang membawa sebungkus nasi dan lauk sederhana. "Anakku, ini untukmu. Ibu tahu kamu pasti sibuk bekerja, tapi jangan sampai lupa makan," katanya dengan senyum yang begitu penuh kasih. Aku terharu, karena selain memberi kata-kata yang penuh kebijaksanaan, Ibu Jelita juga selalu tahu apa yang aku butuhkan, bahkan tanpa aku mengatakannya.

Seiring berjalannya waktu, aku merasa semakin dekat dengan Ibu Jelita. Meskipun aku tahu dia bukan ibu kandungku, aku merasa seperti anaknya sendiri. Setiap kali aku merasa ragu tentang pilihan hidupku, dia selalu memberi pandangan yang membuatku kembali yakin. "Nak, jangan pernah takut untuk memulai lagi. Tuhan selalu memberikan kesempatan kedua. Selama kamu berusaha, selama itu pula kamu berhak mendapat yang terbaik."

Suatu malam, aku duduk di sampingnya di warung kopi itu, menyaksikan api unggun kecil di luar jendela. Ibu Jelita tiba-tiba berkata, "Anakku, Ibu mungkin tidak bisa memberikan banyak harta atau kekayaan dunia, tapi Ibu punya doa dan cinta yang tidak pernah habis untukmu. Ibu selalu mendoakanmu, semoga sehat selalu, rezekimu lancar, dan umur panjang."

Air mataku jatuh begitu saja. Aku tidak tahu bagaimana mengungkapkan rasa terima kasihku pada Ibu Jelita. Dia bukan hanya memberi perhatian, tetapi juga memberi keyakinan bahwa hidup ini punya arti, bahwa setiap langkah kita punya tujuan. Dia mengajarkan aku tentang ketabahan, tentang tidak menyerah, dan yang terpenting, tentang kasih sayang yang tidak pernah meminta imbalan.

Aku memegang tangannya dan berkata dengan penuh rasa syukur, "Ibu, terima kasih. Terima kasih telah menjadi ibu yang luar biasa bagi aku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku tahu satu hal---Ibu telah memberi aku kebahagiaan dan kekuatan yang tak ternilai."

Ibu Jelita tersenyum lembut, matanya berbinar. "Nak, Ibu hanya ingin kamu bahagia. Itulah doa Ibu setiap malam, semoga kamu selalu diberkati dan dilimpahi kebahagiaan. Ibu tidak butuh apa-apa, yang penting kamu tahu bahwa ada seorang ibu yang selalu menyayangimu."

Saat itu, aku merasa seolah hidupku telah kembali menemukan tujuan. Aku tahu bahwa meskipun kita tidak terikat oleh darah, kasih sayang Ibu Jelita adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa digantikan oleh apa pun. Dia adalah ibu dalam hatiku, ibu yang mengajarkanku untuk terus berjuang, ibu yang selalu ada, memberi doa dan kasih tanpa syarat.

Setiap kali aku teringat Ibu Jelita, aku merasa bahagia. Sebab, meskipun hidup penuh dengan ujian, ada seorang ibu yang selalu mempercayai aku, yang selalu mendoakan kesehatanku, kelancaran rezekiku, dan panjang umurku.

Semoga sehat selalu, Ibu Jelita. Semoga hidupmu dipenuhi dengan berkah dan kebahagiaan. Karena engkau telah menjadi ibu yang tak tergantikan dalam hidupku. Cinta dan doamu akan selalu ada di hatiku, sekarang dan selamanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun