Mohon tunggu...
rahmad joko lusiyanto
rahmad joko lusiyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Amtenar

Menulis untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kutukan Sumber Daya Alam yang Melimpah

13 Oktober 2021   20:03 Diperbarui: 13 Oktober 2021   20:11 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dunia ada banyak negara dengan kekayaan alam yang berlimpah dari mulai minyak bumi, berlian, logam mulia dan sebagainya. Semua itu mempunyai nilai yang mahal dan bisa membuat negara-negara tersebut hidup makmur sejahtera dengan cara menjual kekayaan alam mereka. 

Tapi banyak dari negara-negara yang mempunyai kelebihan sumber daya alam malah mengalami keterpurukan ekonomi. Sebaliknya negara dengan kekayaan alam yang sedikit justru makmur dan sejahtera. Misalnya, negara Kongo yang merupakan salah satu negara paling kaya mineral di Benua Afrika. 

Mereka mempunyai 70% cadangan koltan di dunia dan memiliki cadangan tembaga, kobalt dan juga berlian terbesar di dunia, perkiraan nilai mineral mereka sebesar USD24 triliun dolar. 

Sebagai perumpaan, jika jumlah itu dibagikan kepada 100 juta penduduknya masing-masing orang akan mendapatkan USD3,6 miliar, jumlah yang seharusnya membuat mereka hidup sejahtera. Tapi kenyataannya Kongo menjadi salah satu negara paling miskin di dunia dengan pendapatan per kapita sebesar USD530-550 /tahun.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara Kongo saja, negara seperti Angola, Nauru, Venezuela, dan Argentina pun mengalami hal yang sama. Mereka punya kekayaan alam yang berlimpah tetapi ekonominya malah berkali-kali mengalami krisis. Kesejahteraan rakyatnya pun kalah jauh dibandingkan dengan negara yang kekayaan alamnya biasa-biasa aja. 

Contohnya negara Singapura yang tidak mempunyai sumber daya alam sama sekali, wilayahnya hampir sama dengan Jakarta, dan bahkan ia harus mengimpor pasir dari negara tetangganya justru bisa jadi negara paling kaya di Asia Tenggara dengan pendapatan per kapita mencapai USD59.000 di tahun 2020. Kondisi politiknya pun stabil dan penerimaan negaranya selalu surplus dari tahun ke tahun. Kenapa bisa seperti itu?

Fenomena ini sebenarnya sudah lama menjadi perhatian para ekonom, sejak 1950-an telah banyak studi yang berusaha mencari penyebab dari fenomena ini dan di tahun 1993 seorang peneliti yang bernama Richard Auty menyebut fenomena ini sebagai "Resource Curse." 

Fenomena di mana negara-negara yang mempunyai kekayaan alam yang melimpah ekonominya justru cenderung tidak berkembang jika dibandingkan dengan negara yang tidak mempunyai banyak sumber daya alam. Kenapa negara yang banyak sumber daya alam justru tidak berkembang? Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut.

1. Terlalu Bergantung pada Ekspor Bahan Mentah

Negara-negara yang kaya akan sumber daya alam itu justru memanfaatkan kekayaan negaranya secara langsung untuk menopang perekonomian negara mereka. Sekilas hal itu tampak wajar-wajar saja, mereka mempunyai komoditas melimpah yang nilainya besar dan kemudian menjualnya secara langsung kepada negara lain yang membutuhkan. 

Masalahnya adalah harga komoditas barang mentah tidak stabil kadang naik kadang turun tergantung harga pasar internasional. Jika harga pasarnya sedang naik, maka mereka akan diuntungkan dengan hal itu begitupun sebaliknya dan hal ini berpengaruh terhadap pendapatan negera mereka yang bisa saja turun secara signifikan. 

Masalah yang lain adalah mereka tidak punya sektor lain yang bisa menopang perekonomian ketika harga bahan mentahnya sedang tidak bagus, hasilnya perekonomian mereka bisa langsung jatuh sewaktu harga komoditas mereka turun di pasar internasional.

Contohnya Venezuela, dulu Venezuela mengandalkan ekspor minyak untuk menopang perekonomian mereka dan sempat menjadikan mereka negara paling kaya di Amerika Latin. 

Berkat cadangan minyaknya yang sangat melimpah. Pemerintahnya bisa memberikan berbagai macam subsidi dan fasilitas untuk warganya. 

Seperti subsidi minyak, bahan makanan, transportasi, pendidikan sampai kesehatan. Tapi sejak kejatuhan harga minyak di tahun 2014, Venezuela jadi tidak mempunyai uang lagi untuk membayar subsidi-subsidi tersebut dan solusi yang dikeluarkan pemerintahannya adalah mencetak uang sebanyak-banyaknya. 

Hasilnya bisa ditebak, terjadilah yang namanya hiperinflasi di Venezuela dan inflasi tersebut menyentuh angka 1 juta persen. Harga-harga makin tidak terjangkau, bahan pokok menjadi langka, dan pengangguran meningkat banyak karena pemerintah sudah tidak sanggup lagi untuk memperkerjakan mereka. 

Rakyat Venezuela yang dulu hidup sejahtera kini hidup dengan kemiskinan dan tak sedikit yang berpindah ke negara yang kondisinya lebih menjanjikan. Berdasarkan survei dari Misery Index, Venezuela menjadi negara yang paling menyedihkan selama 6 tahun berturut-turut.

Ketergantungan ekspor dari sumber daya alam itu bisa juga membawa masalah jika sumber dayanya itu tidak bisa diperbarui. Barang yang ditambang tentu akan habis, jika mereka tidak mempunyai sumber pendapatan alternatif, ekonomi mereka bisa langsung terpuruk begitu sumber daya mereka habis. 

Hal ini pernah terjadi di negara Nauru sebuah negara kecil di Samudera Pasifik yang kaya akan kandungan fosfat yang sangat dibutuhkan industri rumah tangga. Bahkan negara kecil seperti Nauru ini pernah menjadi negara dengan GDP per kapita tertinggi di dunia berkat ekspor fosfat mereka. 

Tetapi, ketika cadangan fosfat mereka mulai habis, Nauru yang tidak bisa mengelola kekayaannya malah berakhir menjadi negara bangkrut karena mereka sudah tidak mampu lagi melunasi hutang-hutangnya, rakyatnya yang dulu sejahtera dan banyak mendapatkan fasilitas subsidi dari pemerintah sekarang hidup dengan kekurangan dan bahkan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya saja susah.

2. Tidak Mengolah Kembali Bahan Mentah

Negara yang kaya akan sumber daya alam kebanyakan tidak punya inisiatif untuk mengolah sumber daya alam mereka menjadi produk jadi atau minimal bahan setengah jadi. 

Akibatnya, sektor produksi dan manufakur menjadi tidak berkembang. Kenapa bisa seperti itu? Karena mereka berpikir jika penjualan bahan mentahnya saja itu sudah cukup menguntungkan untuk mereka, maka untuk apa diolah lagi jika bisa langsung dijual saja. Apalagi pengolahan bahan mentah menjadi bahan jadi atau setengah jadi itu membutuhkan investasi yang mahal, waktu yang lama, dan risiko yang lebih besar.

Di sisi lain negara yang tidak mempunyai sumber daya alam tidak punya pilihan lain selain mengembangkan sektor manufaktur mereka. Dalam jangka panjang justru negara yang mengandalkan aktivitas produksi barang jadi atau setengah jadi menjadi lebih diuntungkan. Hal ini karena barang jadi atau setengah jadi mempunyai harga jual yang cenderung stabil dan lebih bisa di kontrol oleh produsennya. 

Selain itu aktivitas produksi juga jauh lebih banyak menyerap tenaga kerja di setiap prosesnya mulai dari aktivitas pengiriman, pemurnian, pengolahan, perakitan, pemasaran, sampai penelitian dan pengembangan. Semua itu adalah aktivitas yang meningkatkan nilai tambah untuk barang tadi. 

Jadi, selain harganya yang lebih mahal dan lebih stabil ada banyak lapangan pekerjaan yang bisa dihasilkan dari aktivitas produksi tersebut. Jika hanya mengandalkan bahan mentah, maka aktivitas pekerjaan akan terfokus pada pertambangan saja.

Akhirnya, lapangan pekerjaan menjadi monoton dan kualitas pendidikan negaranya juga tidak berkembang. Karena kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan hanya di satu sektor saja. 

Akibatnya ketika ekspor sumber daya alam sudah tidak bisa diandalkan para pekerja menjadi rawan pengangguran karena sektor lain tidak berkembang dan tidak bisa menyerap tenaga kerja yang ada.

3. Ketidakstabilan Politik & Konflik Internal

Negara yang mempunyai kekayaan alam yang berlimpah akan menjadi magnet yang mengundang banyak ketertarikan dan akan banyak upaya dari pihak luar untuk mendapatkan keuntungan dalam hal pengelolaan sumber daya alam itu. Adanya sumber daya alam ini juga memicu sifat keserakahan manusia, entah dari sisi kepentingan politik, kesempatan untuk korupsi, sampai konflik internal di masyarakatnya itu sendiri.

Jika kita melihat laporan indeks persepsi korupsi di dunia, negara yang paling korup berasal dari negara yang kaya akan sumber daya alam. Sedangkan negara yang paling bersih dari korupsi adalah negara yang tidak mengandalkan kekayaan dari sumber daya alam. 

Misalnya kongo yang diestimasi mempunyai cadangan mineral USD 24 T, negaranya malah dilanda perang saudara yang sangat panjang sampai mendapatkan invasi dari negara lain. 

Akibatnya Kongo termasuk ke dalam salah satu dari negara termiskin di dunia dengan GDP perkapita hanya USD 550. Contoh lainnya adalah negara Argentina, dibalik prestasi dari sepak bolanya negara ini pun juga kaya akan sumber daya alamnya yaitu timbal, timah, biji besi, uranium, perak, tembaga dan lain sebagainya. 

Di sisi lain Argentina juga termasuk negara dengan krisis politik yang lumayan parah, bayangkan selama abad 20 Argentina telah mengalami 6 kali kudeta militer dan penggulingan paksa pemerintah. Tentunya ketidakstabilan politik ini membuat pengusaha dan investor takut untuk melakukan investasi ke negara-negara ini. 

Karena mereka khawatir akan keamanan dan perlindungan aset-aset mereka yang bisa saja akan terjadi nasionalisasi terhadap aset yang mereka miliki oleh pemimpin diktator. Akhirnya ekonomi argentina sangat memprihatinkan, sampai tingkat kemiskinan mencapai lebih dari 40% di tahun 2020.

Itulah beberapa faktor yang menyebabkan beberapa negara menjadi terpuruk secara ekonomi dibandingkan dengan negara yang sumber daya alamnya sedikit. Lalu, bagaimana caranya agar negara ini bebas dari kutukan sumber daya alam? berikut uraiannya.

1. Kontrak Lindungi Nilai

Dalam jangka pendek negara yang bergantung pada sumber daya alam itu bisa menggunakan kontrak lindung nilai di pasar komoditas yang isinya adalah kesepakatan dengan negara atau perusahaan pembeli untuk membeli sumber daya alam mereka di harga yang tetap di waktu yang sudah ditentukan. Melalui kontrak ini diharapkan para pengekspor sumber daya alam bisa melindungi ekonominya dari naik turunnya harga komoditas yang tidak stabil.

2. Aturan Ketat Investor

Diharapkan investor luar tidak hanya mengambil kekayaan alam saja, tetapi juga membawa manfaat jangka panjang untuk negara tersebut. Misalnya investor yang akan melakukan aktivitas pertambangan itu diwajibkan melakukan aktivitas pengolahan di dalam negeri dan dilarang mengekspor bahan mentah, dengan demikian produk yang dijual ekspor adalah barang jadi yang nilai produknya lebih stabil. 

Sementara bahan baku yang terserap berasal dari dalam negeri. Tenaga yang diperkerjakan juga orang lokal dan akan terjadi proses transfer ilmu dan teknologi untuk dipelajari oleh orang-orang lokal.

3. Kembangkan Sektor Ekonomi Lain

Bisa dengan mengembangkan sektor jasa, pariwisata, atau industri barang jadi. Jadinya kekuatan ekonomi negara tidak hanya bergantung di satu sektor saja. Agar semisal satu sektor sedang ambruk sektor lain masih sanggup untuk menopang perekonomian negara tersebut.

Negara yang berhasil melawan kutukan sumber daya alam

Tidak sedikit negara yang sedang berusaha untuk melawan kutukan sumber daya alam bahkan ada juga yang sudah berhasil. Misalnya Uni Emirat Arab (UEA), kita semua tahu jika negara-negara timur tengah adalah negara eksportir minyak yang sangat besar. 

Tapi mereka juga belajar dari negara lain, setelah beberapa kali mengalami kejatuhan harga minyak, UEA mulai melakukan diversifikasi ekonominya ke sektor jasa , keuangan, dan juga pariwisata. 

Ketergantungan UEA terhadap sektor minyak menurun dari 43% terhadap GDP di tahun 2001 menjadi 31% saja di tahun 2015. Sedangkan kontribusi sektor pariwisatanya naik dari 3% di tahun 1990-an menjadi 16.6% di tahun 2010. Meskipun masih berjuang untuk melawan ketergantungan terhadap minyak, UEA mempunyai visi untuk melepas ketergantungan mereka di tahun 2030.

Contoh lainnya adalah Amerika Serikat. Amerika mempunyai kekayaan alam yang sangat besar mulai dari batu bara, kayu, gas alam, emas, dan juga tembaga yang total nilainya mencapai USD 45 T. Meskipun begitu Amerika tidak menggantungkan perekonomiannya pada sumber daya alam saja dan penjualan bahan mentah. 

Amerika justru dikenal dengan raksasa industri digital yang terus mengeluarkan inovasi-inovasi baru, seperti media sosial, perangkat lunak, sampai layanan service digital yang dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Di sisi lain dunia entertainment-nya sEperti hollywood menguasai pasar pop culture dengan fans di seluruh dunia.

Dari kisah ini kita bisa belajar bahwa tidak selamanya sumber daya alam yang melimpah selalu menjadi anugrah, melainkan bisa juga menjadi bencana jika tidak dikelola dengan baik. 

Kita juga sudah belajar bagaimana caranya negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah bisa selamat dari kutukan tersebut. Semua adalah pilihan yang harus kita pilih untuk masa depan yang lebih baik.

Sumber: disarikan dari YouTube ngomongin uang dengan perubahan seperlunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun