Suatu pagi saya mendengar curhatan teman yang baru pulang dari liburan dengan serius tapi santai dan sesekali memberikan pandangan terhadap topik tersebut. Begini kronologinya.
" Aku paling gk suka tuh , kalau ada orang yang minta oleh-oleh."Â
"Kenapa emangnya."Â
" Lha aku kan liburan, bukan berarti uangku banyak. Kalau mau.., ya nitip tuh kayak si bonbon. Jadi dia bilangnya 'eh nitip ya nih uangnya udah ku transfer'."ujar temanku sambil melanjutkan pekerjaanya.
"Oalah iya sih, budgetmu kan diperuntukkan emang untuk liburan bukan buat oleh-oleh ya. Kalau ada yg minta gitu brarti nambah lagi dong ya?"
"Iya tuh betul, aku bisa liburan kan emang karena nabungnya lama, enggak langsung tiba-tiba ada."Â
Situasi seperti diatas sering kali hadir di sekitar kita. Manakala ada seseorang yang lagi ingin bepergian, orang yang lainnya pun dengan nada bercanda ataupun serius meminta oleh-oleh kepada rekannya tanpa tahu kondisi rekan yang dimintai oleh-oleh itu berkecukupan atau tidak. Beruntung kalau rekannya itu punya budget lebih diluar dana liburannya, kalau tidak ?
Pernahkah kita berpikir jika ucapan kita itu bakal dianggap serius oleh teman kita? Mungkin kita cuma basa-basi saja tapi ketika ia tak membawakannya kita malah menagihnya seolah-olah itu merupakan suatu kewajiban yang harus ia tunaikan. Alhasil, ini pun menjadi budaya yang terus dilestarikan oleh orang-orang yaitu; harus membawa oleh-oleh sehabis liburan.Â
Saya pun mengalaminya sendiri , suatu ketika saya baru pulang liburan dan membagikan oleh-oleh untuk orang-orang yang memang berniat untuk menitip sesuatu di tempat yang saya kunjungi. Kemudian.. ada yang bilang " Heh gk usah jastip jastip lah... langsung kasihin aja gitu oleh-olehnya ke setiap orang yang ada di ruangan ini ...kaya orang susah aja."
What.. ??
 saya hanya bisa senyam-senyum saja waktu itu.
Entah ekspresi apa yang bisa menggambarkan perasaan saya saat itu, bukannya pelit ya , tapi kan emang anggaran buat liburan tuh terbatas. Kita harus nabung berbulan-bulan, setiap bulan mesti ngurangin pengeluaran, makan cuma telor ceplok ditambah baking powder agar terlihat banyak, dan lain sebagainya yang klo diceritain miris pokoknya. Jadi ya harus hemat-hemat.Â
Lagi pula saya bawa oleh-oleh juga buat satu ruangan, tentu tidak mesti setiap orang dikasih oleh-oleh, itu namanya mau membuat saya bangkrut secara singkat.
Berarti kita tidak boleh minta oleh-oleh ke teman dong? Jawabanya boleh. Tapi dengan syarat nanti uangnya diganti, dari awal kita bilangnya 'nitip' bukan 'minta'. Bedakan 'nitip' dan 'minta'. Jika 'nitip' maka uangnya akan diganti begitu pula sebaliknya.Â
Dengan begitu teman kita yang akan liburan tak perlu risau lagi akan adanya tambahan biaya untuk membeli oleh-oleh yang dipersyaratkan oleh rekan sejawatnya dan ia bisa melepas sementara kepenatan pekerjaan dengan tenang. Karena memang itu alasan utamanya ia mengambil cuti untuk liburan. Ketenangan. Sekaligus memutus budaya meminta-minta yang seharusnya dihilangkan dari kehidupan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H