Mohon tunggu...
Rahmadi Suardi
Rahmadi Suardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pembaca dan penulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Apakah Hidupmu Tergantung Kata Orang?

11 Mei 2017   16:58 Diperbarui: 11 Mei 2017   17:09 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Semua orang memiliki keinginan dalam hidup ini. Orang-orang menyebutnya bermacam; impian, cita-cita, tujuan atau sekedar keinginan biasa. Baik itu keinginan yang kecil maupun yang besar dan membutuhkan waktu  sangat lama mewujudkannya. Ada yang menganggap memang Cuma sekedar keinginan biasa. Sehingga ia hanya nyata di dalam kepala saja. Ada pula yang mengangap bahwa itu adalah impian yang  harus benar-benar diwujudkan dalam hidup. Sehingga ia berlelah-lelah dalam berusaha wujudkan itu. Ia tanam, rawat, dan kemudian memanennya.

Semakin besar cita-cita yang ingin diraih semakin besar pula cemooh yang timbul dari mulut-mulut yang tidak suka. Tidak jauh-jauh, seringkali itu datang dari orang-orang terdekat. Akan kita dapati dalam perjalanan hidup ini  orang-orang yang suka merendahkan, mencemooh, atau menghina seolah ia yang lebih baik. Atau mulut yang hanya sekedar usil tetapi melemahkan semangat. Apalagi sering semakin terjadi saat orang lain mengetahui apa yang kita inginkan dalam hidup ini. Tapi jika belajar dari sejarah maka orang-orang hebat di masa lalu adalah mereka yang berhasil melewati tantangan seperti itu. Kita harus belajar pada sejarah yang jelas telah terbukti kebenarannya.

Tidak jarang komentar buruk orang lain yang datang memberi pengaruh buruk pula pada kepercayaan diri. Kita hendak mewujudkan suatu keinginan malah dikatakan berbagai kata yang melemahkan, disebut bodoh, tolol, lemah, dan gila dengan semua rencana-rencana. Padahal adanya keinginginan itulah yang membuat hidup menjadi lebih bergairah dan bersemangat dalam mencapainya.

Semua orang inginkan yang terbaik dalam hidupnya. Allah memerintahkan agar kita berlomba-lomba menuju kebaikan. Bukan tidak mungkin di masa yang akan datang kita dapat melampaui orang-orang yang kita pandang lebih hebat hari ini. Apalagi orang yang sombong. Sebab tanda awal dari kebodohan adalah merasa diri sudah pintar hebat dan semacamnya. Jika ditemukan orang seperti itu maka biarkan sajalah. Dia belajar kita juga belajar, ia tidur kita belajar, ia merasa pandai kita terus merasa bodoh dan terus belajar. Bodoh dan pintar pun sama-sama susah. Apakah kita memlih menderita karena terus belajar atau menanggung derita karena kebodohan? Itu semua pilihan.

Lalu apa kita akan membiarkan diri hidup berdasarkan apa yang dikatakan orang lain tentang diri kita? Padahal kita berkuasa penuh terhadap diri kita sendiri. Sedangkan kebanyakan orang lain berkomentar buruk sekalipun kebaikan yang dilakukan. Kita bebas memanfaatkan waktu, tenaga, dan pikiran kita sendiri. Boleh jadi orang lain tidak suka tetapi kita tetap dapat melakukan apa yang diinginkan. Tidak ada orang yang tidak memiliki sebuah keinginan dalam hidup. Hanya beda besar kecil dan perjuangannya dalam menwujudkan.

Terhadap apa yang kita inginkan orang lain boleh saja tidak percaya. Itu tidak masalah, yang jadi masalah adalah ketika kita tidak lagi percaya terhadap diri sendiri. Sakit hati rasanya ketika tidak dipercaya oleh orang lain, namun lebih sakit lagi rasanya ketika tidak dipercaya oleh diri sendiri.

Oran-orang berhasil dalam hidup adalah mereka yang berdiri tegak di atas keyakinannya sendiri. Tidak peduli datangnya kata-kata negatif yang datang dari lingkungannya walau berkali-kali. Ia kebal terhadap semua itu. Ia adalah yang tetap percaya bahwa cita-citanya pasti akan terwujud. Tidak sekedar keinginan. Tetapi ia dapat dilihat dari usaha, tenaga, pikiran, waktu, dan doa yang dilakukan.

Allah tidak akan mengubah nasib seseorang sebelum orang itu sendiri mau merubah nasibnya. Tidak akan memanen seseorang yang tidak pernah menanam. Maka niat adalah awal dari menanam sebuah cita-cita. Kemudian ia dirawat setiap saat dengan usaha lalu dipupuk dengan doa. Hingga suatu saat semuanya terasa tiba-tiba terwujud. Waktu itu kita memanen apa yang pernah ditanam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun