Mohon tunggu...
Rahmadian Fuad
Rahmadian Fuad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mahalnya Sebuah Rasionalitas

14 November 2017   22:42 Diperbarui: 14 November 2017   22:58 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejadian yang dialami pasangan kekasih Rian (28) dan Mia Aulina (20) di Cikupa menjadi bukti di masyarakat dalam menyelesaikan suatu masalah lebih mengedepankan faktor emosi daripada rasional. Orang-orang yang melakukan tindakan persekusi tersebut disebut sebagai masyarakat yang frustrasi.

Menurut say, saat ini tampaknya masyarakat memang sangat mudah bersikap reaktif. Stimulus sedikit saja langsung menjadi pemicu terjadinya hal yang berujung pada tindakan yang merugikan. 

Hal itu dipicu dari kurangnya daya kritis untuk menggali lebih dalam dan mendudukkan masalah pada tempatnya.Sehingga membuat penyelesaian masalahnya lebih mengedepankan faktor emosi daripada rasional.

Saya mensinyalir ini sebagai ciri masyarakat yang frustrasi karena kemampuan untuk bersikap tenang, menelaah masalah secara runut dan menggunakan logika menjadi berkurang. Dorongan untuk menjadi agresif dan menyelesaikan masalah secara agresif menjadi kuat. 

Disisi lain memang ada faktor ketidakpercayaan terhadap hukum. Masyakarat belajar bahwa penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak berwenang malah tidak membawa efek jera bagi pelaku. Aparat hukum dinilai lambat, bertele tele bahkan perlu uang sehingga pengadilan masyarakat lebih dikedepankan.

Saya juga menilai, saat ini kurangnya tokoh masyarakat yang menjadi 'model' dalam menyelesaikan masalah. Pendidikan baik formal maupun informal, terbukti kurang berhasil membangun generasi muda yang memiliki rasa hormat pada orang tua. 

Selain tokoh orang tua juga tidak menampilkan perilaku teladan. Ini membuat tidak ada yang 'menengahi' kasus seperti ini. Sehingga yang suaranya banyak dan lantang dan agresif, cenderung diikuti.

Kemajuan teknologi juga menjadi pemicu terjadinya fenomena penghakiman oleh masyarakat. Karena teknologi sebenarnya membuat kita menjadi lebih 'cepat'. Kita terbiasa menerima informasi dengan cepat, mencari informasi dengan cepat, menyesuaikan diri dengan cepat juga pada perubahan. 

Hal ini membuat kita tidak terbiasa untuk menjadi sabar dan perlahan. Dikatakan, kasus main hakim sendiri sebenarnya sdh lama terjadi, hanya saja sekarang didorong juga oleh teknologi. Pada banyak orang, perubahan teknologi tidak dibarengi dengan peningkatan kemampuan berpikir atau pendidikan

Hasilnya yaitu tidak kritis dalam menerima informasi, semua ditelan mentah-mentah. Pendidikan karakter memangg selama ini menjadi kurang diperhatikan. Sehingga kurang membentuk pola pikir dengan alur yang logis dan karakter pribadi yang baik dan kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun