Belakangan tanah air menjadi sasaran berbagai bencana besar, yang tentunya menyisakan kisah pilu bagi seluruh masyarakatnya. Baru-baru ini, bencana abrasi terjadi di Sulawesi Utara (Sulut), tepatnya di pesisir Amurang, Kabupaten Minahasa Selatan, pada Rabu (15/6) sekitar pukul 14.00 WITA kemarin. Jenis bencana ini memang kerap kali dihadapi oleh mereka yang tinggal di pulau kecil dan berdekatan dengan pantai serta laut. Bencana tersebut sering kali terjadi, sehingga perlu kewaspadaan masyarakat sekitar terhadap bencana alam tersebut.
Berdasarkan data dari CNN Indonesia pada 16 Juni 2022, bencana ini mengakibatkan setidaknya 15 rumah warga, jembatan, serta area parkir bangunan penginapan rusak dan ambruk ke laut.Â
Meskipun demikian, abrasi pantai tersebut tidak menyebabkan korban jiwa maupun korban luka-luka. Menurut laporan dari anggota Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Minahasa Selatan, warga sekitar sempat melakukan evakuasi mandiri lantaran bencana abrasi tidak terjadi secara instan. Sejumlah saksi warga sekitar menurutnya juga sempat mendengar suara semacam dentuman dan patahan saat bencana terjadi.
Bercermin dari peristiwa tersebut, masyarakat Indonesia harus mulai bergandeng tangan untuk memperbaiki kawasan yang telah rusak serta turut mempertahankan lingkungan yang masih terjaga. Hal tersebut penting, mengingat hampir kawasan pesisir di Indonesia termasuk ke dalam zona potensi bencana alam.Â
Membangun pemecah gelombang dapat menjadi salah satu cara untuk mencegah terjadinya abrasi pantai. Cara ini dimaksudkan agar kekuatan gelombang yang tiba pada garis pantai tidak terlalu besar sehingga tidak berpotensi mengikis padatan yang berada di titik tersebut. Beberapa wilayah di Indonesia sudah banyak yang menerapkan pemecah gelombang sebagai penangkal abrasi pantai.
Namun, cara yang paling tepat untuk mengatasi abrasi adalah dengan menanam pohon bakau (mangrove). Selain lebih menghemat anggaran, solusi satu ini dapat dilakukan mudah melalui aksi penanaman bibit mangrove bersama yang digagas oleh komunitas atau pemerintah setempat. Pemanfaatan hutan bakau dalam melindungi garis pantai sebenarnya sudah banyak diketahui pihak terkait, namun kesadaran untuk membuat ini masih minim.Â
Selain berfungsi dalam menanggulangi bencana abrasi, mangrove juga dapat dimanfaatkan sebagai destinasi wisata edukasi yang berbasis ramah lingkungan.Â
Wisata edukasi mangrove atau hutan bakau dapat menjadi salah satu kegiatan yang menarik dan bersifat edukatif yang ada di Indonesia untuk menanamkan kecintaan serta kepedulian pada alam. Karena itu, penanaman bibit mangrove berarti juga meningkatkan destinasi wisata baru yang tentunya ramah lingkungan.Â