Kasus kekerasan di sekolah masih menjadi masalah serius yang harus segera diatasi oleh pemerintah dan seluruh pihak terkait. Berdasarkan data terbaru dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), kekerasan di sekolah pada tahun 2024 mengalami lonjakan yang sangat signifikan, menjadikannya tempat yang paling sering terjadinya kekerasan dibandingkan dengan institusi pendidikan lainnya.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen kasus kekerasan yang tercatat sepanjang tahun 2024 terjadi di lingkungan sekolah. "Kasus kekerasan yang kami terima selama 2024 menunjukkan bahwa 60 persen terjadi di sekolah," ungkap Ubaid di Jakarta Pusat, pada Jumat, 27 Desember 2024.
Proporsi Kasus Kekerasan Berdasarkan Jenis Lembaga Pendidikan
Meskipun sekolah mendominasi, kekerasan juga terjadi di lembaga pendidikan lain seperti madrasah dan pesantren. Berdasarkan laporan JPPI, sekitar 16 persen kasus kekerasan terjadi di madrasah, sedangkan 20 persen sisanya terjadi di pesantren. Ubaid menyesalkan banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di pesantren, meskipun di tempat tersebut pengawasan oleh guru dan pengelola asrama berlangsung hampir sepanjang hari. "Kami sangat menyayangkan, di pesantren yang seharusnya menjadi tempat pendidikan yang mengedepankan moral, masih ada kasus kekerasan, baik di asrama maupun di lingkungan pesantren," ujarnya.
Lonjakan Kasus Kekerasan: Dari 285 ke 573 Kasus
JPPI mencatatkan 573 kasus kekerasan di sekolah selama tahun 2024, sebuah peningkatan yang sangat tajam dibandingkan tahun sebelumnya. "Pada tahun 2023, kami mencatat ada 285 kasus, namun di 2024 jumlahnya melonjak hingga 573 kasus. Ini berarti peningkatannya lebih dari 100 persen," ungkap Ubaid. Peningkatan jumlah kasus ini mencerminkan adanya tren yang mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir.
JPPI sendiri telah membuka kanal pengaduan melalui berbagai platform, seperti website dan media sosial, sejak tahun 2020. Seiring waktu, data yang diterima semakin meningkat, menunjukkan bahwa permasalahan kekerasan di sekolah semakin meluas di seluruh Indonesia. "Kami terus menerima laporan hingga 2024, dan data menunjukkan bahwa kasus kekerasan di sekolah terus meningkat dari tahun ke tahun," jelas Ubaid.
Persebaran Kasus Kekerasan: Pulau Jawa Tertinggi
Menurut data JPPI, kasus kekerasan di sekolah terjadi di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Namun, ada lima provinsi yang tercatat memiliki jumlah kasus kekerasan yang paling tinggi. Jawa Timur menjadi provinsi dengan jumlah kasus terbanyak, yakni 81 kasus, diikuti oleh Jawa Barat dengan 56 kasus, Jawa Tengah sebanyak 45 kasus, Banten dengan 32 kasus, dan Jakarta sebanyak 30 kasus.
"Jika kita lihat pemerataan, memang kasus kekerasan tersebar merata di seluruh Indonesia. Namun, Jawa Timur memiliki jumlah kasus yang lebih banyak, mungkin karena jumlah sekolah di sana juga lebih banyak dibandingkan provinsi lainnya," ujar Ubaid.
Siapa Saja Pelaku Kekerasan di Sekolah?
Dalam hal pelaku kekerasan, JPPI juga mencatat bahwa guru menjadi pelaku yang paling banyak tercatat dalam kasus kekerasan di sekolah. Sepanjang tahun 2024, 43,9 persen dari kasus kekerasan dilakukan oleh guru. "Kami sangat terkejut karena ternyata pelaku kekerasan paling banyak adalah guru. Ini sangat disayangkan mengingat guru seharusnya menjadi teladan dan pendidik bagi siswa," ungkap Ubaid.
Selain itu, sekitar 39,8 persen pelaku kekerasan berasal dari pihak lain, seperti senior (kakak kelas), masyarakat sekitar, atau bahkan lingkungan luar sekolah yang turut berperan dalam terjadinya kekerasan. Sementara itu, 13 persen pelaku kekerasan adalah siswa itu sendiri yang melakukan tindakan kekerasan terhadap teman sekelas atau teman lainnya.
Pentingnya Tindakan Preventif dan Pengawasan Ketat
Melihat lonjakan jumlah kasus kekerasan yang begitu besar, tindakan preventif dan pengawasan yang lebih ketat di sekolah sangat dibutuhkan. Pemerintah dan pihak sekolah harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi para siswa. Selain itu, peran guru sebagai pendidik yang memberi contoh dan mengedepankan nilai-nilai moral harus diperkuat.
Angka kekerasan yang terus meningkat di sekolah, seperti yang tercatat oleh JPPI, menunjukkan bahwa masalah ini tidak bisa dianggap remeh. Dengan 573 kasus kekerasan yang terjadi pada tahun 2024, ini adalah saat yang tepat untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem pendidikan di Indonesia, khususnya dalam hal pencegahan dan penanganan kasus kekerasan.
Peran semua pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, orang tua, hingga masyarakat sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Hanya dengan kesadaran kolektif dan upaya yang terkoordinasi, kita dapat memastikan bahwa sekolah menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para siswa untuk belajar dan berkembang tanpa adanya ancaman kekerasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H