Surabaya, 26 Oktober 2024 - Universitas Airlangga kembali menyedot perhatian para mahasiswa dan praktisi pajak dalam Tax Edu Series episode 17. Mengusung tema menarik, "PMK Nomor 8 Tahun 2024 tentang PPN atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Roda Empat dan Bus Tertentu," acara ini menghadirkan penyuluh pajak ahli pertama, Bapak Imaduddin Zauki, mejelaskan PMK 8 Tahun 2024 ini menekankan pentingnya fungsi pengaturan pajak atau legureling untuk mendukung transisi menuju ekonomi berkelanjutan.
Pak Imaduddin menjelaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya mengacu pada fungsi budgetary yang selama ini berperan utama dalam penerimaan negara, tetapi juga menonjolkan fungsi legureling yang berfungsi mengatur kegiatan ekonomi swasta untuk mencapai tujuan ekonomi ramah lingkungan. "Dengan kebijakan ini, Indonesia terus bergerak ke arah ekonomi hijau dan biru, yaitu konsep pembangunan berkelanjutan yang menjaga kelestarian lingkungan," ujar beliau.
Insentif Pajak untuk Kendaraan Listrik: Lebih dari Sekadar Keringanan
Imaduddin Zauki membuka diskusi dengan menekankan bahwa insentif PPN untuk kendaraan listrik bukan sekadar keringanan pajak biasa. Kebijakan yang tertuang dalam PMK 8 Tahun 2024 ini dirancang untuk mendorong penggunaan kendaraan ramah lingkungan sebagai langkah awal Indonesia menuju pembangunan berkelanjutan. "Dengan adanya insentif ini, kita tidak hanya bicara soal angka, tetapi juga tentang masa depan yang lebih bersih dan sehat bagi generasi mendatang," ungkapnya.
PMK 8 Tahun 2024 memberikan kemudahan berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi kendaraan berbasis baterai dengan komponen lokal tertentu. Jika Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kendaraan mencapai lebih dari 40%, PPN DTP bisa mencapai 10%-12%. Untuk TKDN 20%-40%, konsumen hanya perlu membayar PPN 6%, sementara sisanya ditanggung pemerintah. Beberapa kendaraan yang mendapat insentif ini antara lain Hyundai Ioniq 5, Wuling Air EV, dan Cherry Omoda E5---pilihan populer bagi masyarakat yang peduli lingkungan.
Pajak Karbon dan Prinsip "Polluter Pays"
Selain insentif PPN, pemerintah juga memperkenalkan pajak karbon sebagai upaya mengatasi emisi gas rumah kaca. "Pajak karbon memungkinkan Indonesia untuk menerapkan prinsip 'polluter pays' di mana perusahaan yang menghasilkan emisi turut menanggung biaya lingkungan," jelas Imaduddin. Pajak ini tidak hanya dirancang untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga sebagai sinyal kuat bagi perusahaan agar mengurangi dampak lingkungan mereka.
Dengan menerapkan pajak karbon, pemerintah mendorong perusahaan mengadopsi teknologi ramah lingkungan dan mulai menghitung dampak aktivitas mereka terhadap lingkungan. "Pajak ini bisa menjadi titik balik yang mendorong perubahan besar dalam industri kita menuju arah yang lebih bersih dan berkelanjutan," tambah Imaduddin.
Dampak Luas Terhadap Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja
Selain berdampak positif bagi lingkungan, kebijakan ini diharapkan meningkatkan minat terhadap kendaraan listrik, menciptakan efek domino yang memacu pertumbuhan sektor lain. Semakin tinggi penjualan mobil listrik, maka kebutuhan tenaga kerja di sektor manufaktur dan komponen lokal juga meningkat. "Dengan semakin banyak mobil listrik di jalanan kita, semakin rendah polusi udara, dan semakin besar peluang kerja yang tercipta di sektor-sektor terkait," ujar Imaduddin.