Salah satu sektor yang sangat penting dalam mendongkrak perekonomian Indonesia adalah ekspor kayu. Ekspor ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nasional dan membuka lapangan kerja baru. Namun pengelolaan yang kurang ideal dapat memicu kerusakan lingkungan sekaligus mengancam hutan dan ekosistemnya, kini masalah tersebut tengah menjadi perhatian pemerintah.
Peraturan Pemerintah tentang Ekspor Kayu
Untuk menanggulangi permasalah ekspor kayu, pemerintah telah menerapkan peraturan yang memperbolehkan ekspor kayu dengan beberapa pembatasan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 20/M-DAG/PER/5/2008, ekspor kayu mentah mempunyai prevalensi yang tinggi. Kayu memiliki izin ekspor bila memenuhi ketentuan, yaitu harus diolah terlebih dahulu, contohnya menjadi S4S, E2E, atau E4E, dan lainnya. Selain itu, menurut Edaran Dirjen Bea dan Cukai Nomor SE-23/BC/2006, ekspor kayu olahan akan terkena pungutan biaya ekspor sebesar 15% untuk menambah devisa negara.
Aturan Pemerintah Kebijakan
Pemerintah melarang adanya ekspor kayu mentah dari hutan. Ekspor kayu mentah hanya berlaku untuk kayu hasil budidaya Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Selain itu, pemerintah juga menetapkan Harga Patokan Ekspor (HPE) yang ditetapkan berdasarkan harga rata-rata internasional dan digunakan sebagai acuan nilai minimum harga komoditas ekspor. Dalam praktiknya kayu yang di bawah HPE biasanya tidak mendapatkan izin ekspor atau Surat Persetujuan Ekspor (SPE) dari otoritas kehutanan.
Penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SLVK) dilakukan oleh lembaga sertifikasi independen, yang telah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN), akan melakukan pengecekan Jika telah memenuhi syarat, maka akan diberikan sertifikat SLVK dan pengawasan untuk menghindari terjadinya pelencengan. Setelah mendapat sertif SLVK, maka kayu dapat lanjut ke ketahap pemeriksaan bea cukai, verifikasi HPE, pengurusan dokumen seperti SPE serta konversi sertif SLVK ke sertif negara lain apabila pelaku usaha menargetkan pasar Internasional. Setelah itu, barulah kayu dapat diekspor.
Tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menegakkan peraturan
Indonesia menghadapi tantangan dalam mencegah orang yang tidak jujur walaupun aturan telah ditegakkan. Kerusakan alam akibat ekspor kayu terus terjadi karena terdapat celah dalam implementasi regulasi, seperti pengawasan yang lemah dan korupsi yang memperburuk masalah ini. Peraturan yang baik memerlukan penegakan hukum yang ketat dan kepatuhan terhadap hukum, terutama di wilayah kecil di mana eksploitasi ilegal dapat dengan mudah dilakukan. Beberapa pelaku usaha mencoba menghindari aturan dengan menggunakan dokumen palsu atau menyuap pihak berwenang, hingga pelaku usaha yang tergoda untuk mengabaikan regulasi demi memenuhi permintaan pasar Internasional yang tinggi.
Apa yang Terjadi Jika Tidak Ada Aturan yang Baik?
Hutan memiliki peran penting dalam kehidupan, seperti menghasilkan oksigen bagi seluruh aspek kehidupan. Selanjutnya, penebangan sembarangan menyebabkan hilangnya hutan tropis dan membuat Indonesia rentan terhadap perubahan iklim, cuaca ekstrim dan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Rusaknya hutan juga berarti menyebabkan rusaknya ekosistem dan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk pulih. Pada akhirnya hutan yang merupakan sumber perekonomian jika tidak dijaga dengan baik akan menurunkan potensi nilai ekonomi kayu di masa depan.