Mohon tunggu...
Rahmadean Alifani Purwatiana
Rahmadean Alifani Purwatiana Mohon Tunggu... Lainnya - Animal Educandum

Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Ibu Berkebaya Putih

11 Februari 2024   16:58 Diperbarui: 11 Februari 2024   17:04 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Pandanganku soal makhluk tak kasat mata adalah "cukup tau". Keluargaku bukan tipe yang percaya banget atau takut, tapi "cukup tau" yang gaib ada, sehingga aku waktu kecil juga ikut bersikap demikian. Kami bercerita horor untuk menakut-nakuti anak yang bandel atau tidak nurut. Soal melihat penampakan, kesurupan, kami jarang sekali bersinggungan dengan hal seperti itu.

Namun suatu hari, aku mengalami kejadian yang cukup aneh. Hal ini terjadi waktu aku duduk di bangku SD.

Saat itu Mama baru melahirkan adikku. Karena butuh kasur yang lega untuk ibu dan anak, kami tidur terpisah. Mama tidur dengan adikku yang masih bayi di kamar 1. Aku dan Bapak tidur di kamar yang terpisah dari Mama. Aku tidur di kasur atas dan Bapak tidur di kasur bawah, semacam selipan yang bisa ditarik. Biasanya aku selalu tidur duluan, baru jam 10 atau 11 Bapak menyusul tidur di kasur bawah yang ditarik itu.

Malam itu malam Minggu. Bapak punya sebuah grup kesenian musik yang suka latihan di malam Minggu di sanggar dekat rumah. Tiap latihan, suaranya suka kedengaran sampai kamarku. Seperti biasa aku tidur duluan. Biasanya pas tidur aku tidak pernah mematikan lampu, tapi malam itu aku matikan karena toh ada yang latihan musik, jadi suasananya nggak menakutkan amat kalau lampu dimatikan. Aku tidur dengan posisi kepala dekat tembok, kaki ke arah pintu, otomatis aku jadi tidur menghadap pintu yang saat itu terbuka. Sinar lampu dari luar masuk kedalam kamar, sedikit membuat kamar jadi temaram. Sambil mendengarkan grup musik latihan, mataku memberat dan lama-lama terpejam. 

Mama dan adik sudah tidur duluan di kamar 1. Saat itu aku yakin Bapak masih di sanggar, jadi di kamar itu aku sendirian. 

Entah berapa lama aku tertidur. Pelan-pelan kelopak mataku terbuka setengahnya, sadar suara latihan grup musik sudah tidak ada. Namun aku mendengar suara dengkuran Bapak. Aku berniat membuka mataku lebar-lebar tapi tidak bisa - badanku juga kaku tidak bisa digerakan. Saat itu aku yakin sedang ketindihan - atau istilah Sundanya adalah eureup-eureup. Mataku setengah terbuka seperti merem ayam, dengan posisi sama: kaki ke arah pintu. Pintu masih terbuka, cahaya masuk dari luar kamar, dan aku melihat Bapak sudah tidur berbaring di kasur bawah dengan posisi kepala di dekat pintu, kaki ke arah tembok. Jadi kebalikan dari posisiku. 

Suasana senyap. Meskipun setengah sadar, dengkuran Bapak yang khas terdengar nyaring seperti biasanya, jadi aku yakin sekali itu bukan mimpi. 

Dan saat itu, aku melihat sesuatu di pintu, dekat kepala Bapak. 

Ada sesosok wanita, duduk bersimpuh di lantai. Sosok itu aneh, karena bajunya ala-ala orang zaman dulu: kebaya putih, rok kain batik coklat, rambut hitam disanggul. Meskipun kamar gelap, sosoknya cukup jelas kelihatan. Dan yang membuatku kaget adalah... dia tidak punya muka. Mukanya rata. Dia menunduk, tangannya sedang mengelus-elus kepala bapak.

Aku sama sekali tidak bisa bergerak. Saat itu reaksiku bukan takut, tapi penasaran, ini siapa? 

Aku coba berpikir positif. Apakah ini Mama? Tapi nggak mungkin. Aku ingat sebelum tidur Mama pakai daster merah motif bunga-bunga biru. Lagipula, buat apa malam-malam Mama pake kebaya di rumah sendiri? Aku yakin itu bukan Mama.

Apakah ini tamu yang menjenguk Mama dan adik? Tapi kenapa dia disini, dan tidak bersama Mama? Dan kenapa dia mengelus-elus Bapak, sedangkan Bapak masih tidur?

Aku coba menggerakan badan dan bersuara, "Pak, itu! Itu siapa?" Aku ingin membangunkan Bapak tapi badanku seperti ditahan, suaraku juga hilang entah kemana.

Tidak lama setelah itu, aku merasa tiba-tiba kamar ini ramai. Entah sejak kapan ada orang-orang yang mengerumuni kami. Orang-orang itu berdiri di samping kasur, memakai baju seperti baju-baju meneer Belanda warna coklat gelap. Sedangkan Ibu berkebaya putih itu masih duduk dan mengelusi kepala Bapak. Dan mereka.... sama-sama tidak ada mukanya. Rata. Muka mereka rata.

Mereka seperti mengeluarkan suara dengungan - entah seperti mengobrol atau berdo'a. Aku nggak tahu. Yang bergerak hanyalah tangan sosok berkebaya putih itu, tapi orang-orang yang berdiri itu tidak bergerak sama sekali. Kaku.

Dasar anak kecil, masih saja mecoba berpikir positif. Lagi-lagi aku penasaran, mereka siapa? Saat itu anehnya aku tidak merasa takut. Aku merasa seperti sedang dijenguk tapi aku nggak tahu siapa yang menjenguk. Aku juga yakin ini bukan keluarga, teman Mama atau Bapak, atau kenalan kami. 

Kami tak punya kenalan yang mukanya rata!

Entah berapa lama hal itu berlangsung, sampai aku jatuh tertidur lagi. Saat bangun subuh, posisi tidur Bapak masih sama seperti yang kulihat waktu ketindihan. Hal itu membuatku yakin aku tidak bermimpi. 

Setelah kejadian itu, aku coba mencerna lagi yang kulihat kemarin. Mau dirasionalkan bagaimanapun, rasanya tidak masuk akal. Aku juga bertanya pada Mama apakah kemarin malam ada tamu, tapi katanya tidak ada. 

Aku tidak langsung menceritakan kejadian itu. Baru kuceritakan pada orangtuaku saat duduk di bangku kuliah. Sebuah pengalaman yang aneh, cukup tau dan cukup sekali aja mengalaminya. 

Ibu berkebaya putih... let's not meet again.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun