Mohon tunggu...
Rahmad Daulay
Rahmad Daulay Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

Alumnus Teknik Mesin ITS Surabaya. Blog : www.selamatkanreformasiindonesia.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menagih Komitmen Dekriminalisasi Pengadaan

13 Agustus 2017   14:17 Diperbarui: 13 Agustus 2017   14:46 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu sebabnya adalah karena aparat penegak hukum (APH) memiliki peraturan sendiri tentang penanganan pengaduan masyarakat termasuk pengaduan pengadaan. Mulai dari UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI dan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Dikarenakan keterbatasan pemahaman tentang hukum maka saya tidak bisam menafsirkan UU yang dimiliki APH. Namun saya melihat tidak ada satu pasalpun yang mengatur tentang peran dan fungsi Penilai Ahli, BPK, APIP dan LKPP dalam kaitannya dengan penanganan permasalahan hukum.

Dalam kaitannya dengan Arahan Presiden di Istana Negara tanggal 19 Juli 2016 yang menegaskan bahwa pembangunan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penegakan hukum harus sejalan dengan semangat pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Instruksi Presiden di Istana Negara tersebut meliputi : kebijakan diskresi tidak bisa dipidanakan, tindakan administratif tidak boleh dipidanakan, kerugian negara ditentukan oleh BPK, kerugian negara harus konkrit tidak mengada-ada, dan tidak diekspose ke media secara berlebihan sebelum dilakukan penuntutan. 

Instruksi Presiden tersebut disambut dengan gembira oleh para praktisi pengadaan karena bermuatan dekriminalisasi pengadaan. Namun sejalan dengan berlalunya waktu, sayup-sayup Instruksi Presiden tersebut mulai hilang secara perlahan. Apalagi dalam tata urutan perundang-undangan maka posisi Instruksi Presiden sangat jauh di bawah UU.

Oleh karena itu, bila kita sepakat untuk mendinginkan suasana kriminalisasi pengadaan yang dirasakan oleh para praktisi pengadaan maka diperlukan harmonisasi dan penyesuaian antara peraturan pengadaan dan UU APH. Para petinggi lembaga pengadaan (LKPP, IAPI, APPI dan perwakilan praktisi pengadaan yang berpengaruh) harus duduk bersama dengan petinggi APH dalam rangka harmonisasi ini untuk menyelaraskan peraturan masing-masing dengan Instruksi Presiden 19 Juli 2016. 

Bagaimana memasukkan kaidah pemeriksaan kasus pengadaan standar peraturan pengadaan ke dalam UU APH atau dibentuk satu UU Interkoneksitas Pemeriksaan Gabungan itu tidak masalah. Yang penting adalah komitmen dekriminalisasi pengadaan harus terwujud dalam bentuk pasal peraturan dalam UU penegakan hukum. Sehingga tugas dan fungsi penilai ahli, APIP, BPK dan LKPP terwujud di dalam UU penegakan hukum seperti UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI dan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

Namun di sisi lain, praktisi pengadaan juga harus berbenah diri dan menyusun secara sistematis konsep dan strategi independensi pengadaan agar resiko hukum bisa dihindari. Keberadaan Auditor Pengadaan dan Penilai Ahli Pengadaan juga perlu dipertimbangkan untuk terlibat dalam penanganan kasus pengadaan. Dengan demikian tugas pengadaan barang/jasa akan menjadi tugas yang menyenangkan, bukan tugas yang menakutkan.

Dekriminalisasi pengadaan adalah mimpi kita semua.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

Blog : www.selamatkanreformasiindonesia.com

13 Agustus 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun