ilustrasi: kompas.com / Admin
Salah satu gejala perkotaan adalah kemacetan. Hilir mudik manusia dengan segala macam tujuan dan urusan melewati jalan yang sama. Ketika arus manusia dalam kenderaan tidak tertampung dengan baik oleh luas jalan maka terjadilah kemacetan. Kenderaan melaju seperti siput.
Kemacetan secara instan diselesaikan dengan membangun jalan tol. Bagi yang tidak sabar ataupun dikejar waktu maka pengendara akan memilih jalan tol sebagai solusi kemacetan. Jalan tol tidaklah gratis, harus bayar. Jalan tol dikelola secara bisnis. Setiap ruas jalan tol memiliki harga tersendiri.
Sayang sekali, ternyata jalan tol juga memiliki kelemahan yang terkait langsung dengan waktu. Transaksi biaya pemakaian jalan tol menjadi salah satu titik lemah pemakaian jalan tol. Angka biaya yang harus dibayar ternyata menimbukan masalah tersendiri. Nilai nominal biaya pemakaian jalan tol sangat tidak bersahabat dengan waktu. Angka yang bukan kelipatan puluhan ribu atau kelipatan lima ribu rupiah menimbulkan masalah baru. Bayangkan, bila antrian pembayaran pemakaian jalan tol dengan angka Rp. 8.500 misalnya, sopir harus merogoh saku untuk mengambil uang, sering kali tidak memakai uang pas, bahkan mungkin karena penghasilannya besar maka uangnya semua lembaran ratusan ribu. Tentu ini akan memakan waktu beberapa menit untuk transaksi pembayaran. Bila saja satu kenderaan memakai waktu transaksi 3 menit maka antrian sepanjang 10 mobil akan memakan waktu 30 menit. Belum lagi uang logam Rp. 500 sudah tidak begitu familier lagi bagi banyak orang.
Oleh karena itu perlu upaya terobosan baru dalam rangka efektifitas dan efisiensi transaksi pembayaran pemakaian jalan tol. Saat ini terobosan yang terbaru adalah dengan memakai e-toll card. E-toll card menjadi solusi pengganti transaksi uang tunai pembayaran pemakaian jalan tol. Dengan penggunaan e-toll card maka proses pembayaran pemakaian jalan tol menjadi di bawah 1 menit untuk tiap kenderaan. Apabila e-toll card diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau maka proses transaksi pembayaran pemakaian jalan tol menjadi hanya beberapa detik.
Namun efisiensi yang ditawarkan dengan pemakaian e-toll card ternyata belum dipakai secara maksimal. Mungkin sosialisasi yang kurang maksimal.
Atau jangan-jangan e-toll card ternyata belum bisa menjawab permasalahaan yang sesungguhnya ?
Bila kita bedah lebih mendalam, e-toll card masih memeiliki beberapa kelemahan yang sangat mungkin bisa diatassi dengan baik.
E-toll card masih bersifat prabayar. Pemakai harus menanam saldo dalam jumlah yang tidak sedikit. Dan harus kembali mengisi ulang apabila saldonya habis. Bayangkan apabila e-toll card digunakan ternyata saldonya habis, sedangkan antrian mobil di belakang tidak mau mundur ?
Oleh karena itu sifat prabayar harus digantikan dengan pasca bayar. Atau yang lebih efisien lagi apabila e-toll card bisa bersifat autodebet link dengan rekening bank. Pengguna tidak perlu lagi pusing-pusing dengan prabayar atau pasca bayar pokoknya setiap e-toll card digunakan terjadi pembayaran otomatis via rekening dengan auto debet. Atau bila memungkinkan lagi apabila kartu ATM atau credit card bisa difungsikan menjadi e-toll card. Dengan demikian maka dompet tidak akan dipenuhi dengan berbagai macam kartu yang berbeda yang secara teknis fungsinya bisa digabung-gabungkan.
Bila hal di atas bisa direalisasikan maka sosialisasi e-toll card bisa dimaksimalkan dengan kerjasama langsung antara operator e-toll card dengan seluruh instansi/perusahaan dengan memberikan layanan gratis e-toll card baik secara terpisah atau menyatu dengan ATM/credit card. Biasanya masyarakat sangat senang dengan discount. Maka tidak salah sosialisasi e-toll card bisa menggunakan politik discount, apalagi bila discountnya melebihi 50 % untuk bulan pertama dan dikurangi setiap pertambahan bulan.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
26 april 2015.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H