Mohon tunggu...
Rahmad Angga DS
Rahmad Angga DS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UAD

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UAD

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Semiotika John Fiske Mengenai Representasi Komunikasi Keluarga pada Film "Ngeri-Ngeri Sedap"

6 November 2023   16:14 Diperbarui: 6 November 2023   16:16 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Film adalah media berbentuk video yang dimulai atau dihasilkan dalam ide nyata, kemudian diadalamnya harus mendukung unsur hiburan dan makna. Unsur hiburan dan makna ini lekat dengan kondisi pembuatan film yang terkadang bisa dalam bentuk komedi bisa juga dalam bentuk sejarah.

Banyak genre film yang diambil berdasarkan isu-isu sosial, budaya, kelurga. Jika kita berbicara tentang keluarga, tentu semua orang langsung memikirkan ayah, ibu, saudara laki-laki, saudara perempuan dan kehangatan keluarga, tetapi tidak selalu ada kehangatan dalam keluarga, dan terkadang masalah berakhir di keluarga. Banyak penyebab masalah didalam keluarga antara lain dikarenakan adanya komunikasi yang buruk antar keluarga. Komunikasi yang buruk dalam kelarga dapat terjadi ketika adanya perbedaan pendapat atau pemahaman antara anggota keluarga khususnya orang tua dan anak. Biasanya, pesan-pesan dalam film disampaikan melalui tanda. Semiotika menjadi kajian yang banyak dipergunakan untuk memaknai tanda-tanda tesebut.

Film Ngeri-Ngeri Sedap adalah film drama komedi Indonesia yang rilis pada tahun 2022 yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Bene Dion Rajagukguk. Selain menjadi penulis novel dalam novelnya, Bene Dion juga menjadi sutradara sekaligus penulis skenario untuk versi filmnya. Film ini  dibintangi oleh Tika Panggabean (Mak Domu/Marlina), Arswendy Beningswara Nasution (Pak Domu), Boris Thompson Manullang (Domu), Gita Bhebhita (Sarma), Nugroho Achmad/Lolox (Gabe), dan Indra Gunawan/Indra Jegel (Sahat). Film ini mengisahkan kehidupan sebuah keluarga dengan latar suku Batak. Film ini bermula dari kerinduan orang tua kepada tiga anaknya di perantauan yang tak kunjung pulang ke kampung halaman.

Peneliti tertarik untuk menggunakan film Ngeri-Ngeri Sedap karena film ini saat ini ramai dibicarakan, dan penyajian filmnya sangat relate dengan beberapa anak yang memiiki masalah komunikasi dengan kelurganya. Alasan peneliti menggunakan analisis semiotika, sesuai dengan paradigma kritis, analisis semiotika bersifat kualitatif. Dalam penerapannya metode semiotik ini menghendaki pengamatan secara menyeluruh dari semua isi berita (teks) maupun istilah yang digunakan. Peneliti diminta untuk memperhatikan koherensi makna antar bagian dalam teks itu dan koherensi teks dengan konteksnya. 

Oleh karena itu, dengan menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali informasi atau realitas yang didapatkan melalui interprestasi simbol dan tanda yang ditampilkan dalam film. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini 6 adalah semiotik yang dikemukakan oleh John Fiske, semiotika memiliki tiga jenis kajian yaitu (1) tanda itu sendiri, (2) kode-kode atau sistem di mana tanda -- tanda diorganisasi dan (3) budaya tempat dimana kode --kode dan tanda --tanda beroprasi. 

Semiotika yang digunakan adalah semiotika John Fiske yang menggunakan kode --kode televisi dan dibagi menjadi beberapa bagian seperti level realitas, level representasi dan level ideologi. Kode di dalam level realitas meliputi penampilan (appearance), perilaku (behavior), ekspresi (expression), lingkungan (environment), riasan (make up), pakaian (dress), gerakan (gesture) dan gaya bicara (speech). Sementara untuk kode level representasi meliputi kamera, pencahayaan (lighting), perditan (editing), musik, dan suara serta ada kode representasi konvensional yang terdiri dari naratif, konflik, karakter, aksi, percakapan (dialogue) dan pemilihan peran (casting).

Penelitian tentang komunkasi keluarga dalam film "ngeri-ngeri sedap" ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan dasar analisis semiotika. Dalam penelitian ini menggunakan model semiotika dari John Fiske. Pada penelitian semiotika ini akan berfokus pada tanda -- tanda, symbol dan teks yang ditayangkan dalam drama, sehingga peneliti dapat memahami kode dibalik tanda dan teks dalam drama tersebut. Dengan dilakukannya penelitian kualitatif dengan model semiotika ini dapat mengungkapkan dan menunjukkan sebuah fenomena social yang terjadi yang menyebabkan kepercayaan diri wanita dipatahkan dengan adanya perlakuan standar kecantikan dimata masyarakat.

  • TEMUAN VISUAL PADA LEVEL REALITAS

Pada Scene 1 terlihat Pak Domu dan Mak Domu sedang menelfon anakanak mereka yang berada di perantauan. Mak Domu menanyakan kabar ke tiga anaknya dan memohon untuk pulang dikarenakan akan dilaksanakanya pesta sulang-sulang pahompu (upacara pengukuhan pernikahan) yang akan dilaksanakan bersama dengan Opung Domu. Namun anak-anak menolak pulang dikarenakan sedari awal mereka merasa tidak nyaman bertemu dengan bapak mereka atau Pak Domu. Namun Pak Domu memaksa Mak Domu untuk terus berbicara dengan anak nya sampai mereka benar-benar mau pulang. Pada scene 1 level realitas terlihat pada gesture dan ekspresi yang Pak Domu yang memperlihatan gerakan menggertak. Menunjukan bahwa Pak Domu merupakan tipe keluarga protektif yang tinggi keinginan nya, namun rendah dalam komunikasi antar sesama anggota keluarga.

Pada scene 2 terlihat seluruh keuarga sudah berkumpul dan jalan-jalan ke Danau Toba agar tercipta suasana mengobrol yang nyaman dan tenang, dikarenakan anak-anak akan mengadakan diskusi dengan Pak Domu dan Pak Domu perihal perceraian mereka yang sebenarnya hanyalah akting agar anak-anak pulang dan mendatangi acara Sulang-Sulang Pahompu. Namun, Mak Domu dan Pak Domu selalu mengalihkan pembicaraan agar anak-anak mereka tidak membahas hal tersebut. Pada Scene 2 ini, Level realitas dapat terihat pada gerak tubuh, eksresi, dan nada bicara seluruh anggota kelarga. Mereka saling membuang muka dan tidak menatap satu sama lain ketika berbicara. Serta nada bicara yang tinggi menunjukan bahwa adanya konflik diantara mereka. Ekspresi tersebut juga menandakan bahwa mereka merupakan tipe keluarga protktif yang tidak memiliki komunikasi intens dengan sesama anggota keluarga.

Level realitas pada scene 3 dapat dilihat dari cara berbicara dan gerak tubuh Opung yang menunjukan kedekatan dengan para cucunya. Hal ini, menunjukan bahwa Opung Domu merupakan tipe anggota keluarga pluralistik. Dikarenakan Opung Domu membangun komunikasi yang intens dengan cucu nya ketika terjadi sebuah konflik.

Pada scene 4 menunjukan adanya pertikaian antara Pak Domu, Mak Domu, Domu, Gabe, Sahat, Sarma. Pak Domu membahas soal rencana anak-anak nya yang tidak sesuai dengan adat batak. Dan itu membuat Pak Domu merasa malu dikarenakan keluarga mereka merupakan keluarga panutan di gejera yang mana seharusnya memberikan contoh baik dan sesuai dengan adat batak. Level realitas terlihat pada gerak tubuh, ekspresi, dan cara berbicara seluruh anggota keluarga yang saling membentak dan saling tidak mau kalah. Ekspresi tersebut juga menandakan bahwa mereka merupakan tipe keluarga protktif yang tidak memiliki komunikasi intens dengan sesama anggota keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun