Mohon tunggu...
Rahmad Nasir
Rahmad Nasir Mohon Tunggu... Dosen - Rahmad Nasir lahir di Kabupaten Alor. Dosen STKIP Muhammadiyah Kalabahi

Rahmad Nasir lahir di Kabupaten Alor. Dosen STKIP Muhammadiyah Kalabahi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Djou Gogo dalam Penyebaran Islam di Baranusa Kecamatan Pantar Barat

20 Maret 2021   14:57 Diperbarui: 20 Maret 2021   15:15 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Samsudin Laara, S. Pd 

PERAN DJOU GOGO DALAM PENYEBARAN ISLAM DI BARANUSA KECAMATAN PANTAR BARAT

BAB I PENDAHULUAN

  • LATAR BELAKANG

Agama Islam adalah satu -- satunya agama yang dianut oleh etnis Baranusa sejak tahun 1520 di kerajaan Baranusa (Tanah Gelu Bala) sampai kini. Untuk mengetahui darimana datangnya dan siapa yang membawanya, maka sumber sejarah sebagai berikut :

  • Dalam sebuah memori dari Residen Randers masa pemerintahan Nusa Tenggara Timur yang ditulis dalam bahasa Belanda yang diterjemahkan oleh A. B. Nampira dengan judul 'Memori Van Alor' menjelaskan bahwa kapal Victoria yang dibawa oleh Magel Haens mengelilingi dunia (1519 -- 1592), Bersama seorang wartawan bernama Vigga Vetta. Setelah Magel Haens meninggal dunia di Filipina, ketika kembali mereka tiba dipulau Malua (Alor, 19 Januari 1522) dan meneruskan perjalanan kearah Barat kapal Victoria singgah di tanah Gelu Bala (Baranusa). Mereka bertemu penduduk setempat yang sudah memeluk agama Islam dan meneruskan perjalanan ke pulau Solor.
  • Dalam sejarah Nasional meceritakan bahwa bangsa Portugis tiba di Maluku (Ternate) pada tahun 1513. Pada saat itu kerajaan Ternate sebagai kerajaan Islam di bawa pimpinan Sultan Baabullah. Portugis ingin memonopoli rempah -- rempah di Ternate. Menurut cerita yang disampaikan oleh keturunan mereka yang datang dari Maluku, Ternate, karena peperangan antara Portugis dengan kerajaan Ternate maka Sultan Baabullah memerintahkan para ulama untuk menyebarkan agama Islam keluar dari Ternate, berlayar menuju ke Barat, ke Selatan, dan ke Timur. Oleh karena itu, Imam Mukhtar membawa perahunya bernama Arkiang, Abdullah Dailong dengan perahunya Mandawala, dan keluarga Gogo dengan perahunya Tumaninah, menuju kearah Selatan. Oleh Sya'ban Bilang (1971) dalam skripsinya berjudul 'Masuknya Agama Islam di Kabupaten Alor' menyebutkan rombongan itu dengan ekpedisi Mandawala artinya orang yang berasal dari laut Banda. Mereka pertama tiba di sebuah pulau yaitu pulau Kisu (Alor), mereka menamakan pulau itu dengan nama 'Ternate' (terpakai sampai sekarang). Di pulau Ternate inilah mereka mulai tersebar, Iang gogo ke Bunga Bali (Alor Besar), Kimales Gogo ke Lerabaing (Kecamatn Abad) , Jou Gogo dan Abdullah Dailong ke Baranusa (Pantar Barat), Ilias Gogo ke Tuabang (Pantar Timur), Salema Gogo ke Pandai (Pantar), Boi Gogo ke Lamakera (Solor).

    • TUJUAN
  • Adapun yang menjadi tujuan penulisan adalah sebagai berikut :

    • Menjadi rintisan untuk menggali dan mengembangkan hal -- hal yang berhubungan dengan masuknya agama Islam di Baranusa pada masa lampau dan mencoba memahami masa kini dan masa depan.
    • Mengungkapkan kembali cerita atau peristiwa masa lalu yang berhubungan dengan penyiaran agama Islam yang datang dari Ternate oleh Imam Mukhtar, Djou Gogo, dan Abdullah Dailong.
    • Mendatakan bukti -- bukti peninggalan sejarah Islam di Baranusa.
    • Mendorong generasi muda Baranusa sekarang dan yang akan datang untuk membuat penelitian dan penulisan tentang sejarah Islam Baranusa masa lampau untuk menjadi acuan masa kini dan merancang masa depan.
    • Memberikan sumbangan kepada kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Alor sebagai bahan masukan dalam penulisan buku tentang Masuknya Agama Islam di Kabupaten Alor.

    • BAB II

      PERJALANAN DJOU GOGO KE BARANUSA

      Setelah keluarga Gogo bersaudara terpisah di pulau Ternate dan menyebar maka Djou Gogo, Abdullah Dailong bersama keluarga raja Boli Tonda bermukim di Waiwagang (Pantar) bersepakat berangkat menyusur pantai Utara pulau Pantar, memasuki tanah Gelu Bala Baranusa. Setibanya di tanah Gelu Bala Baranusa sudah ada Imam Mukhtar yang mengajarkan agama Islam kepada penduduk peribumi yaitu suatu kerajaan yang bernama kerajaan sigang pada tahun (1517). Imam mukhtar melaksanakan sunat (khitan) pertama, namun penduduk sebagian setempat merasa khawatir jangan sampai membawa kematian, mereka lari menyelamatkan diri sampai di Pantar Timur yaitu tinggal disebuah kampung yang namanya Sargang. Penduduk yang tinggal oleh Raja Sigang, Awo Kala Birang Kala memberikan dua orang hambanya bernama Ako dan Lando untuk diberikan kepada Imam Mukhtar untuk dikhitan sebagai khitan percobaan. Ternyata setelah dikhitan tidak terjadi apa apa yang dikhawatirkan oleh penduduk setempat, maka raja dan semua rakyatnya memeluk agama Islam.

    • Sebagai bukti khitan pertama dilaksanakan diatas sebuah batu plat yang oleh penduduk menyebutnya 'wato shalawat' (batu shalawat), penduduk pedalaman menyebutnya 'Awwe Salala'. Khitan sudah dilaksanakan maka oleh Imam Mukhtar selanjutnya mengajarkan Al -- Qur'an atau belajar mengaji di atas sebuah bukit yang disebut tempat Al-Qur'an atau Lawo Qur'an, sedangkan orang pedalaman menyebutnya 'Abbang Koraa' atau tempat Qur'an. Pada tahun 1520 Djou Gogo dan Abdullah Dailong bersama raja Boli Tonda bergabung dengan Imam Mukhtar membangun pemukiman atau kampung di tanah Gelu Bala (Baranusa).

    • Agama Islam mulai berkembang, sebagai pusat kegiatan Islam hanya satu lokasi yaitu Tanah Gelu Bala (Kerajaan Baranusa). Dipusat kerajaan inilah dibangun Masjid pertama yang berukuran 6 m x 6 m. Sebagai pengasuh masjid dibentuklah pegawai sara untuk memakmurkan Masjid. Sebagai imam adalah Imam Mukhtar, sebagai khatib adalah Djou Gogo dan Abdullah Dailong sedangkan Mu'adzim adalah pengikut Imam mukhtar bernama Abdul Kadir Aljufri.

    • Kemudian kegiatan -- kegiatan penyebaran Islam lainya atau sebagai penyuluh agama adalah Imam Mukhtar dan Abdullah Dailong, serta sebagai Moding atau petugas Khitan adalah Djou Gogo. Pembagian tugas dalam mengurus Masjid di tana Gelu Bala yang dilakukan oleh Imam Mukhtar, Djou Gogo dan, Abdullah Dailong, serta pengikut lainnya, ini berlaku di masyarakat Islam Baranusa di Tana Gelu Bala sampai sekarang. Imam Mukhtar, Djou Gogo, dan Abdullah Dailong meninggal dunia di tanah Gelu Bala Baranusa pada masa pemerintahan Raja Mau Boli (1578 -- 1639).

    • BAB III

    • BERMUKIM DI PULAU KURA

      Kehidupan masyarakat Islam di tanah Gelu Bala (Baranusa) dibawa pemerintahan Raja Boli Tonda rakyatnya hidup dari pertanian, nelayan, dan memelihara ternak sebagai sumber kehidupan masyarakat saat itu. Raja Boli Tonda meninggal dunia pada tahun 1578 diganti oleh anaknya Mau Boli. Dimasa pemerintahan Mau Boli tana Gelu Bala diperluas Wilayahnya. Hal ini diungkapkan dalam syair "Raja Mau Boli, Mau Boli Amang Ileng Goleng" (artinya : Raja Mau Boli memperluas pemerintahannya).

      Raja Mau Boli menata lewo Baranusa(Gelu Bala) bersama masyarakat dan pemuka agama dengan letak tata kota yang indah. Hal ini terlukis dalam syair "Lewo Piring Sina, Tana Ro Mako Jawa, Lewo Ro Dike Dike, Tanah Ro Sare Sare" (artinya : Negeri seperti piring cina, tanah seperti mangkok dari jawa, negeri yang baik dan nyaman, tanah yang nyaman penuh kesayangan)Kegiatan keagamaan tetap dilaksanakan dan ditingkatkan, Raja Mau Boli pada awal pemerintahannya selalu memperhatikan bidang pertahanan, Ia membuat susunann batu keliling kota (Bote Kota) sebagai Benteng pertahanan. Raja Mau Boli membeli Mariam (Ispera) milik Portugis di Flores

      Pemerintahan kerajaan meningkatkan kewaspadaan Rakyat menghadapi lawan dari kerajaan -- kerajaan di sekitarnya. Raja Mau Boli meninggal pada tahun 1639, digantikan anaknya Tonda Boli (Binggar Boli). Pada masa pemerintahan Tonda Boli (Binggar Boli) kerajaan Baranusa mampu mengatasi kesulitan ekonomi. Raja Tonda Boli meninggal dunia 1694. Raja Boli Tonda 2 (Boli Binggar) menggantikan ayahnya Tonda Boli (Binggar  Boli). Pada masa pemerintahahan Raja Boli Tonda 2 (Boli Binggar) terjadi konflik antar kerajaan -- kerajan sekitarnya membuat kehidupan masyarakat menjadi tidak aman. Raja Boli Tonda 2 (Boli Binggar) meninggal dunia pada tahun 1754. Raja Aku Boli menggantikan ayahnya Boli Tonda 2 (Boli Binggar). Pada awal pemerintahan Raja Aku Boli masih juga terjadi konflik atau peperangan antara kerajaan -- kerajaan sekitarnya.

    • Kehidupan masyarakat merasa keamanan terganggu, kehidupan ekonomi juga sulit, raja mengundang pemuka -- pemuka agama dan pembesar kerajaan untuk bermusyawarah mencari jalan keluar. Hasil musyawarah mufakat bahwa kerajaan dan seluruh masyarakat harus dipindahkan ke Pulau Kura dengan pertimbangan Pulau Kura letaknya sangat startegis dari sisi keamanan karena dikelilingi oleh lautan sehingga gangguan keamanan dari kerajaan -- kerajaan disekitarnya dapat terhindar. Perpindahan kerajaan dan masyarakat Ilsam dari tanah Gelu Bala (Baranusa) ke Pulau Kura pada tahun 1783. Di Pulau Kura (Pulau Qur'an) sistem pemerintahan sudah dipengaruhi oleh pemerintah Belanda, Raja Aku Boli diangkat oleh pemerintah Belanda dengan memberikan Bisluit atau surat keputusan.

    • Kehidupan masyarakat merasa keamanan terganggu, kehidupan ekonomi juga sulit, raja mengundang pemuka -- pemuka agama dan pembesar kerajaan untuk bermusyawarah mencari jalan keluar. Hasil musyawarah mufakat bahwa kerajaan dan seluruh masyarakat harus dipindahkan ke Pulau Kura dengan pertimbangan Pulau Kura letaknya sangat startegis dari sisi keamanan karena dikelilingi oleh lautan sehingga gangguan keamanan dari kerajaan -- kerajaan disekitarnya dapat terhindar. Perpindahan kerajaan dan masyarakat Ilsam dari tanah Gelu Bala (Baranusa) ke Pulau Kura pada tahun 1783. Di Pulau Kura (Pulau Qur'an) sistem pemerintahan sudah dipengaruhi oleh pemerintah Belanda, Raja Aku Boli diangkat oleh pemerintah Belanda dengan memberikan Bisluit atau surat keputusan.

    • Raja Aku Boli bersama rakyatnya dan pemuka agama membangun masjid di Pulau Kura dengan ukuran 9 m x 9 m dengan pengasuhnya Imam oleh Sarring Balang, wakil imam oleh  Kau Malang Gogo, khatib adalah Burra Hima, wakil khatib adalah Abu Malang Gogo, dan moding atau petugas khitan adalah dari suku maloku tosiwo (turunan Jou Gogo). Kehidupan agama di Pulau Kura, pendatang Islam dari Bugis, Makassar, Solor (Lamahala) sebagai penyiar agama Islam bergabung dengan penduduk Islam di Pulau Kura. Kehidupan agama Islam di Pulau Kura, kegiatan khitan dapat dilaksanakan dengan cara yang diajarkan oleh Bugis Makassar yaitu pada saat khitan ada lima kegiatan penting, yaitu :


      • Membaca zikir Barsanji Ahmad, kegiatan ini dilakukan oleh para Jou,
      • Guo moding paras (panggil tukang sunat),
      • Dari mereka yang dikhitan menentukan anakoda dan wakil anakoda, anakoda biasanya terambil dari orang sulung dalam suku,
      • Mereka yang dikhitan disiapkan pemangku, yaitu dari paman orang yang dikhitan. Moding paras diantar masuk diarena khitan dengan syarat memberi salam dan menginjak bambu tua sampai pecah diiringi dengan lagu Ashrogal Badru. Makanan yang disiapkan untuk orang yang dikhitan yaitu ketupat nabi yang dibuat dari dodol,
      • Mandi dan penyerahan pisau (Sorong Duri) setelah 3 hari khitan, baca doa keselamatan sebelum mandi, setelah mandi diobati, diakhiri dengan sorong duri.
    • BAB. IV

      BERMUKIM DI TANAH BLANGMERANG (BARANUSA)

      Perpindahan pemerintahan kerajaan dan pemuka agama bersama seluruh masyarakat dari Pulau Kura ke tanah Blangmerang pada tanggal 8 Agustus 1908. Blangmerang arti etimologi adalah kata Bla Mera artinya Pondok Kecil dari bahasa Lamma atau Bahasa pedalaman penduduk Pantar Barat, sedangkan Merang artinya Pondok Kecil dari bahasa Baranusa. Dua bahasa yang disatukan yaitu rumpun bahasa Lamma dan rumpun bahasa Baranusa atau Alores. Oleh pemerintah Belanda menyebutnya Blangmerang.

    • Pemerintahan Raja Aku Boli di Pulau Kura kehidupan masyarakat Islam berkembang pesat, laju pertumbuhan penduduk semakin cepat, tidak menutup kemungkinan terdesak  tekanan penduduk. Raja Aku Boli meninggal dunia pada tahun 1814, digantikan oleh anaknya Baso Aku. Raja Baso Aku meninggal dunia tahun 1872, digantikan oleh anaknya Maja Aku Baso. Raja Maja Aku Baso setelah 7 hari menjadi raja meninggal dunia, maka oleh pemerintah Belanda mengangkat Koliamang Baso menjadi Raja pada tahun 1889.

      Pada masa pemerintahan raja Koliamang Baso memilih berpindah ke tana Blangmerang (1908 sampai sekarang). Pemerintah kerajaan dan pemuka agama menata strata sosial dengan istilah yang membawa agama datang dari Maluku ,Ternate, disebut orang langit sedangkan yang memegang pemrintahan atau suku raja (Uma Kakang) disebut orang bumi atau istilahnya Langit Bumi. Dalam urusan sosial kemasyarakatan dibentuklah suku -- suku untuk membangun masjid dan urusan -- urusan adat lainnya, seperti suku Uma Kakang (Suku Raja), suku Haliweka (Suku Pendatang), suku Sandiata (Suku Kapitang Raja / pengawal raja), suku Maluku (suku yang membawa agama Islam), suku Illu (Suku Kerajaan Illu yang bergabung dengan masyarakat Islam Baranusa). Susunan suku -- suku ini pemerintahan kerajaan dan pemuka agama serta masyarakaat islam membentuk kabilah -- kabilah yang fungsinya untuk membangun masjid. Susunan kabilah antara lain : Kabilah Umakakang, kabilah Haliweka, Kabilah Sandiata dan Kabilah Wutung Wala. Masjid yang pertama dibangun di tanah Blangmerang atau Baranusa pada tahun 1909 dengan ukuran 12 m x 12 m. masjid ini diasuh oleh pegawai sara sebagai berikut :

    • Imam                          : Abdullah Likur

      F  Wakil Imam         : Kosa Boli

      F  Khatib                  : Ahmad Malang Abubakar

      F  Wakil Khatib        : Ibnu Abbas

      F  Bilal                      : Resi Peja

      F  Wakil Bilal           : Manase Boli

      Kehidupan dan perkembangan masyarakat Islam di Baranusa (tanah Blangmerang) jumlah penduduk semakin bertambah dan masuknya pendatang -- pendatang baru dari Lamahala, Bugis, Solor, sehingga pada tahun1946 pemerintah kerajaan bersama masyarakatnya membangun masjid dari ramuan kayu kelas 1 (Kayu mera dan kayu Tongke) dengan ukuran 22 m x 22 m dengan konstruksi bangunan yang ditawarkan oleh Abdurrahman Daing Matorang (Ketua PSSI di Baranusa) berdasarkan model dari Masjid Raya Makassar. Oleh sebab itu masjid yang dibangun di Baranusa itu diberi nama Masjid Raya Baranusa.

    • Pada tahun 1931 Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) sebagai alat perjuangan untuk melawan penjajahan Belanda di Baranusa dengan menjalankan paham Muhammadiyah dan ada sekelompok masyarakat Islam Baranusa yang menghendaki paham NU, maka pada tahun 1931 dibangun sebuah masjid menghendaki NU yaitu Masjid Darunnadhwa kemudian berubah menjadi masjid Al-Ma'ruf Baranusa. Pada tahun 1976 dibangun sebuah masjid dikampung Maluku yaitu masjid Al Hikmah, pada tahun 1975 dibangun masjid di Illu yaitu  Masjid Tarbiyah Illu, dan pada tahun 1979 dibangun sebuah masjid di kompleks kantor kecamatan Pantar Barat yaitu Masjid Al Hidayah, pada tahun 1987 menghadapi pemilihan umum masyarakat menghendaki dibangun sebuah masjid di Kampung Baru Atas oleh kepala Kantor Agama Kabupaten Alor (Burhan Kia) memberi nama masjid Intikabah, pada tahun ....  Dibangun sebuah masjid di Murawatng yaitu Masjid Babul Falah, dan pada tahun 2001 dibangun masjid di Kampung Baru bawah yaitu Masjid Raudathul Yaqin. Perkembangan umat Islam di Baranusa kian hari kian bertambah maka kebutuhan rumah ibadah perlu dibangun sesuiai dengan kebutuhan masyarakat sehingga masjid yang ada di Baranusa dan sekitarnya terdapat Sembilan buah masjid.

    • AB V

       

      HUBUNGAN KERAJAAN -- KERAJAAN ISLAM

       

      Pada masa pemerintahan Raja Boli Tonda mengatur struktur pemerintahannya terdiri dari Kapitang Raja dan Kapitang Larang. Kapitang Raja yang tugas dan fungsinya sebagai pembantu raja untuk mengatur pemerintahan kerajaan dan Kapitang Larang untuk mengatur strategi pertahanan dan keamanan kerajaan. Kapitang Larang ini diambil dari orang -- orang yang berasal dari suku Sandiata. Raja Boli Tonda memberikan kepercayaan penuh kepada suku Maluku untuk membina dan mengembangkan agama Islam. Imam Mukhtar, Abdullah Dailong, dan Jou Gogo menyiarkan agama Islam ke kerajaan -- kerajaan tetangga di sekitarnya untuk memperluas hubungan silaturrahmi. Pemerintah kerajaan dan para ulama memperluas hubungan dengan kerajaan -- kerajaan yang mayoritas Islam untuk membangun hubungan persahabatan, politik, agama, dan kebudayaan. Hubungan persekutuan kerjasama dengan kerajaan -- kerajaan di Solor dan Galiau (Pantar) sekitar tahun 1566.

      Kerajaan -- kerajaan yang ada di Solor dan di Galiau semuanya terletak dipesisir pantai oleh sebab itu hubungan persekutuan ini disebut Galiau Watang Lema dan Solor Watang Lema (Galiau Lima Pantai dan Solor Lima Pantai). Kerajaan -- kerajaan yang  membangun persekutuan di Galiau (Pantar) adalah :

      • Kerajaan Pandai pada masa Raja Mau Laha Laha Blegur,
      • Kerajaan Baranusa pada masa Raja Boli Tonda,
      • Kerajaan Bunga Bali pada masa Raja Salasang Baku Laha,
      • Kerajaan Blagar pada masa Raja Handi Leki Karikalumma,
      • Kerajaan Kui (Malua) pada masa Raja Aumalei Atamalei.
    • Persekutuan Solor Watang Lema meliputi :

      • Kerajaan Lamakera
      • Kerajaan Mananga
      • Kerajaan Tarrong
      • Kerajaan Adonara
      • Kerajaan Lebala
    • Salah satu tujuan dari persekutuan Galiau Watang Lema dan Solor Watang Lema adalah mengantisipasi masuknya bangsa Portugis ke Sepuluh pantai ini. Dengan dimikian bangsa Portugis menuju ke tanah Timor dan meneruskan penjajahannya.

    • BAB VI MEMBANGUN PENDIDIKAN

      Keberadaan Raja Boli Tonda di Kerajaan Baranusa (Gelu Bala) sampai dengan berpindah ke Pulau Kura belum ada lembaga pendidikan formal berupa sekolah -- sekolah. Pada tahun 1908 terjadi perpindahan kedua yaitu ke tana Blangmerang. Pada tahun 1910 sebuah yayasan Kristen Protestan atau GMIT oleh pemerintah Belanda mendirikan sekolah yang sederajat dengan SD yaitu VOLKS SCHOOL sampai kelas 3. Murid -- muridnya terbatas hanya keluarga bangsawan, anak tamukung, dan anak kepala kampong. Pada tahun 1930 VOLKS SCHOOL diubah menjadi sekolah Bumi Putera sesuai politik pemerintah Belanda. pada tahun 1944 sekolah Bumi Putera diubah menjadi Sekolah Rakyat (SR). Pada tahun 1967 SD GMIT Blangmerang I di pindahkan ke Leer (Kampung Kristen Protestan) dan dibangun SD Negeri Blangmerang II di Baranusa. Pada tahun 1963 didirikan sebuah sekolah Madrasah yaitu Madrasah Ibtidaiyah Baranusa dengan nama Madrasah Ibtidayah Swasta (MIS) Nurul Huda Baranusa dengan kepala sekolah pertama Rahman Likur. Tahun 2004 status Madrasah Ibtidayah Swasta berubah menjadi Madrasah Ibtidayah Negeri Baranusa (MIN Baranusa), hingga sekarang menjadi Madrash Ibtidayah Negeri 03 Alor (MIN 03 Alor). Tahun 1955 berdirilah sebuah Yayasan Pendidikan Islam Cokroainoto Baranusa (YAPIC) dengan Akte Notaris Pusat di Solo No. 29 tahun 1954. Pada tanggal 04 April 1955 Yayasan Pendidikan Cokroaminoto Baranusa (YAPIC) mendirikan sebuah sekolah menengah yaitu SMP Cokroamioto Baranusa.

      Tahun 1962 berdirilah sebuah lembaga Pendidikan Guru Agama 4 tahun (PGA 4 tahun) dengan Kepala Sekolah pertama Latif Mako kemudian tahun 1975 PGA 4 tahun menjadi MTs Baranusa dan MTs Baranusa kelas Filial MTs Negeri Kupang dengan Kepala Sekolah pertama adalah Abu Salim Baso. Pada tahun 1992 MTs dinegerikan dengan nama MTs Negeri Baranusa dengan Kepala Sekolah pertama Badjhir Kabuka. Pada tahun 2002 dibuka Madrasyah Aliyah Swasta Hayatul Islam Baranusa (MAS HI Baranusa) yang diasuh oleh sebuah yayasan yaitu Yayasan Hayatul Islam Baranusa dengan Kepala Sekolah pertama adalah Rahman Djab, S. Pd.

      Pada tahun 2019 MAS HI Baranusa diubah statusnya menjadi Madrasah Aliyah Negeri Baranusa (MAN Baranusa) dengan Kepala Sekolah pertama Iqbal Pure, S. Ag. Perjalanan dari upaya untuk MAS HI Baranusa oleh seluruh masyarakat Islam dan Yayasan HI Baranusa untuk mendapat persetujuan menjadi negeri terdapat pro dan kontra ditengah -- tengah Baranusa, berkat kerja keras dan pendekatan -- pendekatan dari Kepala Kantor Agama Kabupaten Alor (Drs. Muhammad Marhaban) sehingga terwujudlah Madrasah Aliyah Negeri 02 Alor (MAN02 Alor yang diresmikan pada tanggal 17 Maret 2019 oleh Kepala Kanwil Kementrian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur (Drs. Sarman Marselinus).

    • BAB VII. PENUTUP

    • Kesimpulan


      • Bahwa berbicara tentang sejarah masuknya Islam di Baranusa, tidak terlupa dari kejadian -- kejadian yang berhubungan dengan suatu kisah yang terjadi dimasa lampau dengan meninggalkan jejak -- jejak suatu kejadian penting untuk  diungkapkan kembali sebagai suatu kenangan guna diingat kembali peristiwa yang pernah terjadi diambil manfaatnya sebagai nilai tambah bagi kehidupan sekarang  dan yang akan datang.
      • Ungkapan latar belakang dan tujuan masuknya agama Islam yang dibawa oleh orang
    • -- orang dari Maluku,Ternate,sejak awal keberadaan masyarakat Baranusa sebagai masyarakat Islam dibawah pemerintahan kerajaan Baranusa dijadikan pengetahuan yang berharga untuk generasi dalam rangka berpartisipasi melanjutkan nilai -- nilai membangun masyarakat Islam ke depan.

      • Sejak zaman dahulu Baranusa menjadi basis penyebaran Islam, karena itu sangat perlu diteruskan dan ditingkatkan aktivitas penyebaran itu oleh generasi masa kini dan generasi yang akan datang.
      • Terimakasih saya sampaikan kepada Kepala Kementerian Agama Kabupaten Alor yang berinisiatif untuk menulis buku sejarah tentang masuknya agama Islam di Kabupaten Alor dalam rangka persiapan festifal Al-Qur'an tua II tahun 2021.
    • Saran

      • Bahwa manusia yang hidup masa kini tercermin dari kehidupan masa lampau yang dipergunakan sebagai kerangka acuan untuk bertindak menatap masa depan. Untuk itu disarankan agar bukti -- bukti kehidupan Islam pada masa lampau agar dilindungi oleh pemerintah dan melestarikan sebagai situs budaya Islam bagi generasi masa depan maupun sebagai pariwisata.
      • Cerita kejadian Islam masa lampau dibeberapa wilayah penyebaran Islam di Kabupaten Alor dijadikan buku sebagai bahan belajar bagi dunia pendidikan dan juga masyarakat.
      • Festifal al-Qur'an tua tahun 2020 dilaksanakan di Alor Besar, Kecamatan Abal dipertimbangkan tahun -- tahun mendatang dapat juga dilaksanakan ditempat Gogo bersaudara yang lain keberadaannya di Kabupaten Alor.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun