Mohon tunggu...
rahma azmi
rahma azmi Mohon Tunggu... Aktris - dibuat hanya untuk tugas kuliah

bismillah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menerka Politik "Kalem" Jokowi Menghadapi Kerusuhan Wamena

24 Oktober 2019   07:25 Diperbarui: 24 Oktober 2019   18:32 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Bumi cendrawasih merupakan salah satu destinasi di Indonesia dimana memiliki keindahan alam, dan kekayaan sumber daya alam dan budaya yang sangat luar biasa, namun tepat pada bulan lalu terdapat peristiwa yang menyebabkan kerusuhan hingga memakan korban. Selain penduduk tentunya banyak kerusakan yang terkena imbas dari peristiwa tersebut, seperti kerusakan ruko, kios, perumahan, fasilitas umum, dan bangunan-bangunan strategis pemerintah setempat.

Peristiwa tersebut berawal dari kesalahpahaman terhadap seorang guru yang dianggap melontarkan statement yang bersifat rasis sehingga memicu amarah warga setempat. Setelah diusut kebenarannya ternyata kasus tersebut merupakan kabar hoax. Akar permasalahan kerusuhan tersebut akibat ulah dari kelompok kriminal bersenjata (KKB).

Dalam hal tersebut terlihat adanya perbedaan cara individu pemrosesan informasi dan memahami kondisi sekitarnya (Cottam,2012). Hal lain yang terlihat yaitu adanya faktor afeksi dan emosi yang disebabkan oleh persepsi terlebih dalam situasi politik yaitu persepsi terhadap kelompok lain. Kecenderungan kita memiliki emosi positif dengan kelompok kita dan sebaliknya.

Karena tidak menutup kemungkinan kasus ini menjadi sebuah kasus yang besar akibat sebuah provokasi dari kelompok yang memiliki kepentingan yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di bumi cendrawasih sebelumnya.

Sebagai presiden, Jokowi dapat dikatakan "kalem" dalam menangani peristiwa Wamena. Menurut pengamat politik Warsisto Raharjo Jati, Jokowi sengaja mengulur supaya waktu yang menyelesaikan sendiri, beliau tidak reaktif namun membiarkan hal ini secara natural, karena kalau Jokowi menunjukkan sikap politikya secara jelas justru akan memperkeruh suasana dan tidak dapat mengendalikan emosi dalam situasi kecemasan yang dialami masyarakat.

Menurutnya sikap ini disebabkan fokus presiden yang tepecah dalam menghadapi persoalan yang masing-masingnya membutuhkan perhatian besar dari seorang presiden. Sehingga presiden mengambil langkah pertama yaitu menghimbau masyarakat wamena dan sekitar untuk tetap tenang, tidak mudah terprovokasi dan tidak menyebarkan hoaks. Sikap Jokowi tersebut tentunya membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat sehingga beliau menggunakan pemikiran heuristik dalam mengambil langkah awal.

Langkah cepat Jokowi dengan memberikan himbauan kepada masyarakat tersebut tentunya disebabkan karena peran media yang sangat kuat dalam membuat dan menggiring opini publik dengan mengedepankan isu-isu tertentu. Tentunya media dapat menutupi, menambahkan, dan memodifikasi sebuah informasi.

Pandangan psikologi politik hal tersebut berperan penting sajian informasi yang diterima masyarakat. Pers dalam penyajian informasi seringkali tidak berhasil mengatakan pada orang apa yang perlu dipikirkan, tuntutan pers yaitu untuk memukau dalam mengatakan kepada pembaca tentang apa yang perlu dipikirkan (Cottam, 2012).

Sebelum membenarkan berita-berita yang bersifat provokasi mari kita flashback terhadap kinerja Jokowi selama lima tahun kemarin yang sudah mengakusisi kepemilikan 51% saham Freeport. Tentu saja hal itu dapat menjadi ancaman bagi Negara yang memiliki kepentingan untuk menguasai bumi cendrawasih yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah.

Sehingga Indonesia dalam pemerintahan Jokowi memiliki citra sebagai "anak nakal" oleh Negara tersebut. Pandangan psikologi politik dalam hal tersebut yaitu adanya citra imperalisme baru yang muncul dari pemerintahan yang dipandangan superior untuk menguasai dan mengekspolitasi sumber daya bumi cendrawasih Indonesia.

Melihat hal ini tentunya kita sebagai masyarakat perlu berfikir kembali agar tidak mudah termakan dalam provokasi kelompok berkepentingan baik di media maupun secara langsung untuk menjadikan isu ini menjadi isu etnik dan isu HAM. Karena itu sebagai pancingan agar isu tersebut dapat di tangani oleh PBB dengan pelanggaran HAM berat, tentunya itu dapat memecah persatuan Indonesia.

Penulis dan masyarakat lainnya berharap semoga  pemerintahan dapat bersinergi secara serius untuk menyelesaikan isu ini dengan damai. Maka dari itu diharapkan masyarakat jangan mudah untuk terprovokasi, lebih cerdas dalam mencari informasi yang valid dan lebih bijak dalam menggunakan media.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun