Mohon tunggu...
Rahmawati Atjo
Rahmawati Atjo Mohon Tunggu... Lainnya - Menulislah, Karena Kau Bukan Anak Raja

Komunitas Aktif Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Alhamdulillah Akhirnya Dicabut

3 Maret 2021   15:20 Diperbarui: 3 Maret 2021   15:37 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Alhamdulillah  Akhirnya Dicabut

Oleh Rahma Atjo

 

Alhamdulillah..,  segala puji bagi Allah, kasak-kusuk soal miras akhirnya terjawab. Dengan munculnya pengumuman resmi Jokowi melalui akun resmi YouTube Sekretariat Negara, yang menyatakan bahwa terkait Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang bidang usaha penanaman modal yang melegalkan investasi miras resmi dicabut.

Keputusan ini tentu melegakan banyak pihak, betapa tidak, miras dilihat dari semua sisi hanya akan mendatangkan kerugian. Baik dari sisi agama, kesehatan, sosial, ekonomi bahkan politik.

Dari sudut pandangan agama, miras jelas keharamannya,  Allah berfirman, Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu dan menghalangi kamu dari mengingat Allh dan dari shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu). [ Al-Midah/5:90-91]

Dari sisi kesehatan jelas ini sangat membahayakan, pertama miras bisa membuat mabuk, merusak organ dalam tubuh, melemahkan akal, dan menyebabkan kecanduan, bahkan lebih jauh lagi, hidup seseorang  bisa berakhir dengan kematian.  

Sebelumnya perpres dicabut, rencana miras akan dilegalkan di empat propinsi; Bali, NTT, Sulawesi Utara, dan Papua. Dengan embel-embel kearifan lokal, kebijakan ini tentu mudah diimplementasikan. Namun respon yang timbul tidak sesuai harapan, seperti yang dinyatakan pihak Pempov dan DPRD Papua menyatakan menolak pelegalan miras di wilayah mereka. (cnnindonesia.com, 2/3/2021).

Demikian pula pernyataan Dorius, ketua Persekutuan Wanita Gereja Kristen Indonesia (PW GKI) Papua menekankan, dampak minuman keras di Papua selama ini sangat merugikan warga. "Pertama, warga minum-minum, kemudian mabuk, dan dari situasi itu muncul banyak kekerasan," ujarnya. Ditambahkan oleh Dorius, agar pemerintah berinfestasi pada hal-hal yang baik. (republika.co.id, 26/2/2021)

Dari sisi sosial,  juga telah dipahami, miras akan merusak tatanan hubungan sosial  kemasyarakatan. Tidak sedikit kasus yang timbul karena mengkonsumsi ini. Misalnya berita yang dilansir dari new.detik.com, 2/2/21, dalam kondisi mabuk, pengemudi mobil menambak mobil lainnya dan 2 motor. Lain lagi di Pasuruan, seorang bapak membacok penenggak miras yang memukul anaknya dengan botol.  (news.detik.com,30/12/21)

Bagaimana dengan masalah ekonomi. Sebelum pepres ini dicabut, muncul asumsi bahwa ekonomi negara akan terbantu ketika benar-benar miras ini legal. Namun menurut ekonom Indef Dradjad Hari Wibowo, pembukaan investasi miras justru menambah beban negara sebesar 256 triliun rupiah. (republika.co, 3/3/21)

Apalagi yang bisa kita harapkan dengan mempertaruhkan anak-anak bangsa dengan berinvestasi miras ini, secara ekonomi saja, miras tidak  mendatangkan keuntungan bagi negara, justru sebaliknya, hanya kerugian. Mencari keuntungan dari  menjual  miras jelas telah dilarang dalam agama, dari Anas bin Malik, ia berkata, "Rasulullah SAW melaknat tentang khamr sepuluh golongan: yang memerasnya, yang minta diperaskannya, yang meminumnya, yang mengantarkannya, yang minta diantarinya, yang menuangkannya, yang menjualnya, yang makan harganya, yang membelinya, dan yang minta dibelikannya". [HR. Tirmidzi]

Demikian pula bila tetap berkeinginan berinvestasi dengan miras ini. Artinya negara akan dibiayai dengan sumber keuangan yang haram, kotor, tidak suci. Bisa dianalogikan seorang kepala keluarga akan memberi makan kepada anak istrinya dengan uang haram.

"Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah yang baik-baik dari hasil usahamu...." (QS Al-Baqarah [2]: 267)

Lain lagi terkait dengan kondisi politik. Bisa dibayangkan lebih jauh situasi politik yang akan dialami sebuah negara yang secara mayoritas memahami bahwa miras adalah biang kerusakan. Belum direalisasikan  saja, keadaan dibuat kisruh. Apatah lagi ketika ketika pabrik-babrik mulai dibangun, tentu tidak hanya perbedaan pandangan yang muncul, potensi adu fisik bisa saja muncul di tengah-tengah masyarakat. Dengan berbagai potensi kerusakan yang muncul, maka bisa diperkirakan ketidakstabian politik akan terjadi.

Kapitalisme Biang Kerusakan 

Bila dicermati lebih jauh, sebenarnya kapitalisme menjadi biang dari kerusakan terbesar saat ini, bagaimana tidak, munculnya pikiran jahil untuk melegalkan barang haram ini tentu karena didasari asas memisahkan agama dari kehidupan. Agama diatur hanya  pada rumah-rumah ibadah, di luar itu yang berlaku adalah keputusan-keputusan pengusaha. Ditambah kondisi ekonomi yang tidak jelas jawabannya. Padahal kondisi ini ditunjang oleh pemilihan sistem yang memihak ketidakstabilan.

Allah telah menciptakan manusia, juga menurunkan aturan  yang sempurna  bagi mereka. Allah  menunjuk orang yang tepat sebagai contoh bagi yang lain bagaimana aturan itu dijalankan. Telah dibuktikan kemajuannya hingga hampir 1400 tahun. Keberkahannya tidak memilih agama apa yang dianut oleh penduduknya. Mereka mendapat hak yang sama, tanpa sedikitpun dicurangi.

Allah berfirman, "Barang siapa bertakwa kepada Allah, Allah akan memberi jalan keluar." [QS 65: 2]

Sampai kapan kita terus berpaling, mencari jalan keluar yang tidak akan mungkin menemukannya kecuali kembali pada Allah?

Wallahu a'lam

03/03/2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun