Mohon tunggu...
Rahmawati Atjo
Rahmawati Atjo Mohon Tunggu... Lainnya - Menulislah, Karena Kau Bukan Anak Raja

Komunitas Aktif Menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Revisi UU ITE, Jaminan Kebebasan Berpendapat?

28 Februari 2021   20:00 Diperbarui: 28 Februari 2021   20:27 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada surat yang lain Allah juga menegaskan bahwa kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (QS. Al Asr: 3)

Kritik sebenarnya bermakna pendapat atau tanggapan, yang kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya (KBBI). Wikipedia dengan narasi berbeda menuliskan bahwa kritik adalah proses analisis dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan.

Dengan kelemahan manusia, maka fungsi kritik menjadi penting. Bercermin pada Umar bin Khattab, yang dikritik atas pendapatnya tentang penetapan mahar wanita. Saat itu Umar langsung mendapatkan kritik di halayak ramai. Seketika itu pula Umar mengatakan bahwa dirinya salah, dan mengakui bahwa perempuan tersebut benar.

Kritik terhadap penguasa menjadi aktivitas yang biasa, dan ini merupakan ajaran Islam. Tidak ada seorang pun yang menyelisihi tentang hal ini. Kritik atau nasehat tidak semata-mata diorientasikan kepada penguasa, namun juga pada keluarga, teman sejawat, dan masyarakat umum. Tujuannya dalam rangka membentuk tatanan masyarakat harmonis, taat syariat , dan menghilangkan kesewenang-wenangan.

Dengan landasan takwa, ktirik menjadi ajang intropeksi bagi siapa saja yang menerima kritik atau nasehat. Berhati-hati dalam melangkah dan mengambil keputusan akhirnya menjadi pilihan, terlebih menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun hal ini mudah ketika pilar ketakwaan individu, kontrol sosial masyarakat, dan kepastian hukum telah terpola dengan baik dalam sebuah tatanan negara. Pola ini sejak dulu telah dicontohkan Rasulullah SAW. dengan baik. Pola yang akhirnya membentuk Baldatun Thoyyibatun Wa Raobbun Ghofuur (Negeri yang baik dan penuh rahmat/ampunan Allah). Bukan justru sebaliknya berkutat dengan sistem kapitalis yang hanya membentuk generasi-generasi anti kritik dan nasehat.

Wallahu a'lam bisshowab.

28 Februari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun