Saya, kawan setia ibu saya menonton berita.Menemani ibu saya di hari tua, tampaknya salah satu karir pilihan saya.Pagi sekali, sambil menyapu rumah, beliau menyampaikan pada saya dengan kesedihan yang mendalam.“Era, yang menang pilkada tidak langsung!”Rasanya seperti kalah telak.Lebih telak dari kekalahan beruntun sepak bola Indonesia di berbagai ajang internasional.
Ibu saya bertanya, “Sebagai rakyat, apa yang harus kita lakukan era?”Saya diam termangu.Kalau saya, mungkin bisa menulis status di FB atau di twitter dan ikut mengecam dengan hastag #shameOnYouSBY.Lalu berdiskusi sana-sini dengan teman socmed sekadar berbagi resah dan gelisah.Lha, kalau ibu saya, bagaimana?
Saya bilang begini, kalau mahasiswa bisa berdemo dan menyampaikan pendapatnya.Fraksi lain di DPR atau masyarakat umum bisa mengajukan gugatan ke MK.Ibu saya mendesak lagi, “Kalau orang-orang seperti mama, apa yang bisa dilakukan?”
Ibu saya tidak muda lagi.Usia beliau sudah lebih 60 tahun.Sebagai janda PNS, pensiun beliau Cuma 1, sedikit sekali per bulan, jadi buat apa sih ngurusi banget perkara negara ini?
Oh, tunggu dulu.Beliau adalah emak saya yang bahagia dengan reformasi dan tumbangnya Soeharto dulu.Bersemangat dengan kemajuan politik di Indonesia.Beliau dengan sukarela berbagi pandangan politik dengan emak-emak lain yang buta politik.Bagi saya, beliau adalah kawan diskusi yang menyenangkan walau suka mau menang sendiri.
Saya bilang ke ibu saya, berdoalah.Berdoalah agar negara ini dikemudikan sebaik-baiknya dan sebenarnya.Berdoalah agar para anggota DPR yang korup itu ditangkap berjamaah.Berdoa agar kita dijauhkan dari pemimpin yang dzalim.Berdoa agar kita tak perlu membuat nisan, “RIP Demokrasi di Indonesia.”25 September 2014.
Curhat Emak Kpop,
26 September 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H