Misalkan dari sisi aktivitas sehari-hari orang zaman dahulu cenderung diam di suatu tempat saja, dimana mereka bekerja di tempat yang sama selama belasan atau bahkan puluhan tahun.Â
Bandingkan di era modern seperti sekarang dimana orang-orang memiliki mobilitas yang tinggi, sering berpindah-pindah tempat, maupun berpindah kerja.Â
Hal-hal yang tidak dibutuhkan atau bahkan sama sekali tidak difikirkan beberapa puluh tahun yang lalu, justru sekarang hal tersebut menjadi suatu keharusan atau bisa dikatakan kebutuhan primer untuk menunjang kebutuhan sehari-hari di masa sekarang seperti kuota internet, smartphone, hiburan, laptop dan berbagai hal penunjang produktivitas lainnya.Â
Perlu diakui juga bahwa semakin banyak kebutuhan manusia di era modern ini nyatanya turut berkontribusi dalam menurunkan kemampuan kita untuk membeli rumah.
Adanya Ketimpangan Antara Kenaikan Gaji dengan Kenaikan Harga Properti di Indonesia
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya setiap tahun pertumbuhan harga properti di Indonesia melambung tinggi dibandingkan dengan upah karyawan atau pekerja. Dalam satu dekade terakhir, harga rumah tumbuh lebih cepat daripada pendapatan per kapita.Â
Berdasarkan data dari Bank Indonesia dan BPS, diperoleh hasil bahwa saat pendapatan per kapita dalam kondisi minus 3,3% pada tahun 2020 lalu, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) justru mengalami pertumbuhan sebesar 1,4%.
Generasi Boomers Membuat Rumah Menjadi Sarana Investasi
Bagi generasi Boomers rumah mungkin bukan lagi menjadi sebagai bagian dari kebutuhan primer tetapi, justru sebagai ladang investasi. Mereka membeli banyak tanah yang kemudian dibangun menjadi rumah.Â
Hal ini membuat para boomers memiliki lebih dari satu rumah dan biasanya mereka memilih untuk tidak menjual rumah tersebut dikarenakan untuk koleksi semata.Â
Para boomers ini akan menjual rumahnya jika mereka benar-benar sedang membutuhkan uang atau memperoleh tawaran harga setinggi-tingginya dan hal ini tentu saja memicu terjadinya kenaikan harga rumah.