Mohon tunggu...
Rahma Juanita Paradilah
Rahma Juanita Paradilah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

saya Rahma Juanita Paradilah, seorang mahasiswa dan guru atau pengajar. saya pecinta seni, hobi saya menyanyi, menari, dan melukis. saya type orang yang pemalu dan pendiam

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Perempuan Seperti Alam Semesta (Ekofeminisme)

25 Mei 2022   17:27 Diperbarui: 27 Mei 2022   13:22 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  

Perempuan ibarat alam semesta dan lingkungan bagi anak-anak dan keluarganya, yang dapat memberikan kesejukan, keindahan, kehidupan serta juga kehancuran. Jika tidak dirawat dan dilestarikan dengan sebaik-baiknya, maka perempuan akan rusak dan hancur.

Alam semesta adalah segala sesuatu yang ada di muka bumi maupun di luar bumi, rumah bagi bumi, dan terdapat makhluk hidup. Ada empat elemen di bumi seperti udara, air, api dan tanah. Air merupakan unsur terpenting di bumi. karena, air adalah sumber kehidupan.

Dalam elemen-elemen tersebut berhubungan dengan perempuan yang ada di bumi atau alam semesta. Udara, udara memang tak berwujud, dan tak terhitung namun udara dapat kita rasakan, begitulah kasih sayang, dan pedulinya perlakuan perempuan terhadap apapun, terlebih kepada keluarganya yang tak terbatas. Air, air digambarkan sebagai sumber kehidupan, sama halnya dengan perempuan yang merupakan sumber kehidupan bagi keluarganya dan sekitarnya, karena perempuanlah yang mengolah dan menyajikan makanan untuk keluarga dan anak-anaknya. Tanah, tanah diibaratkan sebagai seorang perempuan yang kuat dan stabil dalam menjaga keberlangsungan hidup terutama dalam berkeluarga, perempuanlah yang mengambil peran dan tugas yang sangat besar. Selain menjadi seorang ibu rumah tangga, perempuan juga mampu bekerja keras mencari nafkah. Unsur api, api dapat diartikan sebagai elemen yang sifatnya berbahaya tetapi bermanfaat. Api menggambarkan perempuan yang emosional, perempuan terkesan perasa atau moody, Wanita juga bisa marah, marahnya wanita tetap berpengaruh untuk masa depan dan untuk kebaikan anak-anak dan keluarganya.

Krisis dan isu-isu yang ada di alam dan lingkungan hidup akan menimbulkan kesengsaraan pada umat manusia, terlebih kaum perempuan. Pencemaran air, udara, dan tanah tentu akan sangat berpengaruh dan mengganggu perempuan untuk menjalankan tugas-tugasnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka munculah gerakan untuk menanamkan niai-nilai cinta lingkungan alam semesta. Dengan adanya gerakan ini, diharapkan akan lahir generasi yang memiliki ekoliterasi, yaitu generasi yang menyadari betapa pentingnya lingkungan hidup dan alam semesta. Gerakan tersebut tidak hanya dapat dilakukan secara langsung di lapangan, seperti yang dilakukan para aktivis lingkungan hidup lainnya, tetapi juga dapat dilakukan melalui karya sastra dan seni yang mengusung kesadaran cinta lingkungan hidup tanpa melupakan posisi kaum perempuan.

Ekofeminisme adalah suatu gerakan tentang keterkaitan hubungan antara perempuan dengan alam semesta yang menggambarkan dan menjelaskan akan ketidakberdayaan serta ketidakadilan perlakuan terhadap keduanya.

Ekofeminisme pertama kali diperkenalkan oleh Francoide d'Eaubonne dalam bukunya yang berjudul Le Feminisme Ou La Mort (Feminis dan Kematian) yang terbit pertama kali pada tahun 1974.

Perempuan dapat melawan, memberontak dan menunjukkan siapa dirinya, melalui beberapa karya seni. Seperti karya seni lukis yang dibuat oleh para seniman dan pelukis perempuan asal Indonesia. Seni lukis bermedia cat akrilik dan semen karya Dewi Candraningrum. karyanya yang berjudul Kendeng series ini menampilkan lukisan-lukisan perempuan yang menggambarkan ibu-ibu menjaga naga Kendeng dengan melintasi Pegunungan Kendeng Utara, dari Jawa Timur hingga Jawa Tengeah. Warna kapur yang berwarna abu-abu pada karya ini meggambarkan matinya ekosistem Bukit Kapur di sepanjang Pegunungan Kendeng Utara. Karya selanjutnya merupakan seni mural di atas kain yang dibuat oleh Prilla Tania. Mural yang dibuat Prilla Tania menampilkan gambar keselarasan manusia dan alam. Namun, di dalam lukisan tersebut terdapat gambar pabrik dan eksploitasi alam. Lukisan ini menggambarkan betapa pengetahuan manusia justru kerap menyalagunakan, merusak dan menentang alam demi kemajuan teknoligi dan peradaban.

Alam sama seperti halnya perempuan, bukanlah benda mati, bukanlah objek yang bebas dinikmati oleh siapapun dan layak dieksploitasi. Oleh karena itu, dalam berinteraksi dengan alam dan perempuan, kita harus selalu menjaga kelestarian, harmonisasi dan menjaganya sepenuh hati.

“Murkanya wanita dapat menghancurkan dunia bahkan seluruh alam semesta maka, jangan sekali-kali menyakiti dan merusaknya”

(Rahma Juanita Paradilah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun