Mohon tunggu...
Rahma Hairunnisa Regita Putri
Rahma Hairunnisa Regita Putri Mohon Tunggu... Penulis - Universitas Cendekia Mitra Indonesia

Saya, Rahma Hairunnisa Regita Putri, adalah seorang penulis dan pembisnis yang aktif menyoroti isu-isu pendidikan, ekonomi, dan politik. Saat ini, saya menulis untuk Bernas dan Kompasiana sebagai wadah berbagi gagasan serta analisis. Saya percaya bahwa tulisan dapat membuka wawasan, menginspirasi perubahan, dan menjadi alat refleksi bagi masyarakat. â € Saya berasal dari Universitas Citra Mandiri Indonesia (UNICIMI) dengan program studi Manajemen. Ketertarikan saya mencakup kepemimpinan strategis, kebijakan publik, serta tantangan ekonomi global. Selain itu, saya juga memiliki minat dalam riset dan pengembangan literasi, khususnya dalam mendorong generasi muda untuk lebih kritis dan inovatif dalam berpikir. Mari berdiskusi dan bertukar ide bersama!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Literasi Pendidikan Anti Korupsi Melalui Kearifan Lokal

1 Februari 2025   16:15 Diperbarui: 1 Februari 2025   16:15 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: Dokumen Pribadi)

Pendidikan anti korupsi harus diberikan melalui pembelajaran sikap mental dan nilai-nilai moral bebas korupsi di sekolah, sehingga generasi baru Indonesia diharapkan dapat memiliki pandangan dan sikap yang keras terhadap segala bentuk praktik korupsi. Pendidikan perlu dielaborasi dan diinternalisasikan dengan nilai-nilai anti korupsi sejak dini.

    Pendidikan anti korupsi yang diberikan di sekolah diharapkan dapat menyelamatkan generasi muda agar tidak menjadi penerus tindakan-tindakan korup generasi sebelumnya. Tapi hanya saja memberikan pendidikan anti korupsi bukan hal mudah. Sebab, bahkan lahirnya fenomena praktik korupsi juga berawal dari dunia pendidikan yang cenderung tidak pernah memberikan sebuah mainstream atau paradigma berperilaku jujur dalam berkata dan berbuat. Termasuk sekolah-sekolah di negeri ini. Misalnya guru menerangkan hal-hal idealis dalam memberikan pelajaran, menabung pangkal kaya, tetapi realitanya banyak guru yang korupsi, seperti korupsi waktu, korupsi materi pelajaran yang diberikan,. korupsi berupa absen mengajar tanpa izin kelas. Hal-hal yang dilakukan itu, juga dapat memicu praktik korupsi yang lebih buruk di dunia pendidikan.

Maka untuk mewujudkan pendidikan anti-korupsi menurut Hujair AH.Sanaky, diperlukan partisipasi publik sendiri yang merupakan syarat mutlak agar kontrol publik bisa dilakukan secara efektif. Partisipasi publik akan terwujud bila publik memperoleh cukup informasi. Lantas apa yang terjadi bila informasinya sengaja ditutupi? Ini berarti tidak ada keterbukaan. Bila tidak ada keterbukaan, tidak akan ada partisipasi publik, apalagi kontrol publik. Dan jika tidak ada kontrol publik, kekuasaan akan menjadi semakin kuat tak terkontrol. Dan ini artinya parktek-praktek korupsi makin menjadi-jadi. Sebagaimana dikatakan Lord Acton; "Power tends to corrupt, absolut power corrupt absolutly". Karena itu memberikan informasi dan pendidikan bagi publik agar melek informasi, khususnya terkait dengan korupsi bukan hanya perlu tetapi sesuatu yang mendesak dilakukan. Apalagi dalam kehidupan politik kontemporer, korupsi tidak jarang dijadikan isu dan komoditas politik, sehingga korupsi dikonstruksi menjadi masalah politik, bukan lagi masalah hukum apalagi moral kejujuran.

Literasi melalui Kearifan Lokal

Pada dasarnya manusia menciptakan budaya dan lingkungan sosial mereka sebagai adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologisnya. Kebiasaan-kebiasaan, praktik, dan tradisi diwariskan dari generasi ke generasi. Pada gilirannya kelompok atau ras tersebut tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan tersebut. Generasi berikutnya terkondisikan menerima "kebenaran" itu tentang nilai, pantangan, kehidupan, dan standar perilaku.

Individu-individu cenderung menerima dan percaya apa yang dikatakan budaya mereka. Kita dipengaruhi oleh adat dan pengetahuan masyarakat di mana kita dibesarkan dan tinggal. Kita cenderung mengabaikan atau menolak apa yang bertentangan dengan kepercayaan-kepercayaan kita. (Philip R. Harris & Robert T. Moran dalam intercultural communication: a reader, 1982).

Oleh sebab itu, dalam konteks pendidikan antikorupsi, dibutuhkan pencarian dan pengembangan melalui kearifan-kearifan lokal (Local Wisdoms). Menggali kembali literasi, ajaran-ajaran luhur guna diterapkan dalam pendidikan antikorupsi, merupakn sebuah keharusan. Keunikan tradisi lokal selama ini tidak ditempatkan sebagai akar kebangsaan. Kebijakan politik, termasuk kebijakan sistem pendidikan, bersumber dari konsep monokultur. Akibatnya keunikan lokal tidak berkembang secara wajar. Karena itu kesadaran keunikan diri sebagai pengalaman otentik mesti ditempatkan sebagai akar pendidikan.

Pendidikan yang ada harus melihat keunikan-keunikan budaya lokal. Praktik pendidikan monokultur adalah pemasung daya kritis dan kreatif. Perbedaan tiap individu merupakan unsur terpenting pendidikan yang berbasis multietnis. Perbedaan, otherness (liyan, lain), lebih penting ketimbang keseragaman.

            Penerapan literasi anti korupsi melalui kearifan-kearifan lokal dalam pendidikan antikorupsi diharapkan siswa mudah memahami pengertian, bahaya, dan perilaku korupsi. Selain itu, mereka sadar bahwa leluhur Indonesia memiliki ajaran-ajaran budi pekerti yang amat menghargai kejujuran, keadilan, dan integritas.

Di Manggarai, misalnya, dikenal budaya Ritak dan Rantang (malu dan takut). Dalam kehidupan orang-orang Manggarai, Ritak dan Rantang menjadi unsur prinsipil dalam diri mereka. Ritak dan Rantang adalah jiwa, harga diri, dan martabat orang Manggarai. Tidak ada nilai paling berharga dan patut dipertahankan selain Ritak dan Rantang. Dia menjadi inspirasi setiap langkah orang Manggarai. Orang Manggarai bersedia mengorbankan apapun demi tegaknya Ritak dan Rantang dalam kehidupan sehari-hari. Perbuatan melawan hukum merupakan perbuatan yang bertentangan dengan budaya Ritak dan Rantang. Budaya melayani dan berbuat jujur adalah implementasi Ritak dan Rantang. Dalam masyarakat Manggarai, seseorang disebut manusia bila memiliki Ritak dan Rantang.

            Masih banyak kearifan-kearifan lokal di Indonesia menjadi rujukan literasi pendidikan anti korupsi di sekolah. Kearifan-kearifan lokal seperti itu mestinya digali, dikembangkan, dan diawetkan guna dimasukkan dalam materi pendidikan antikorupsi di sekolah. Dengan begitu penanaman nilai-nilai antikorupsi akan lebih mudah dipahami dan diterima oleh seluruh peserta didik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun