Pernahkah kalian berpikir mengapa semua produk kecantikan di Indonesia fungsinya untuk memutihkan atau mencerahkan? Atau berpikir mengapa seseorang yang mempunyai mobil lebih dari lima dianggap kaya? Hal tersebut tak lain karena standar sosial yang ada di Indonesia.
Kita sering mendengar istilah standar kecantikan, standar ketampanan, standar kekayaan, standar pasangan idaman, dan masih banyak lagi. Standar tersebut diciptakan oleh masyarakat tertentu dan mempengaruhi masyarakat yang lainnya. standar sosial sendiri dapat dikatakan sebagai aturan yang diciptakan untuk menyamakan rata-rata sosial. Namun, diluar dari definisi tersebut ada juga standar sosial di Indonesia yang bisa dibilang "nyeleneh", yang secara tidak sadar telah merubah pola pikir kita kearah yang kurang baik.
Sebagai contoh, standar kecantikan di Indonesia adalah berkulit putih, langsing, mempunyai rambut lebat, kaki jenjang, dan sebagainya. Dari standar tersebut akan memunculkan berbagai pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala kita. Seperti, apakah aku akan terasingkan atau tidak dianggap jika tidak sesuai dengan standar tersebut? Atau apakah aku harus sesuai standar dahulu, baru bisa diterima oleh publik? Apakah aku sudah sesuai standar? Pola pemikiran yang seperti itu secara terus menerus dapat membunuh seseorang secara mental.
Alasan mengapa pola pemikiran tersebut dapat membunuh melalui mental seseorang, karena seseorang tersebut akan selalu merasa kurang dalam memenuhi standar sosial yang ada dan akan melakukan segala cara untuk memenuhi standar yang ada agar mereka diterima oleh publik. Selain itu mereka akan merasa tidak percaya diri jika ada standar yang belum terpenuhi dalam dirinya. Bahkan tak jarang banyak orang yang menjadi korban bullying atau bahkan bunuh diri karena kurangnya rasa kepercayaan diri yang diakibatkan karena tidak memenuhi standar sosial di lingkungan tersebut. Pelaku pembulian tersebut merasa bahwa si korban bukan bagian dari mereka karena tidak memenuhi standar yang mereka ingingkan, bahkan jauh dari kata standar.
Namun kembali lagi ke pola pikiran masing-masing. Jika pola pikiran kita tidak terlalu memaksakan standar sosial masuk dalam diri kita, kemungkinan standar-standar sosial tersebut dapat memotivasi kita untuk menjadi lebih baik. Namun akan sebaliknya jika standar sosial terlalu dipaksakan maka seseorang akan kehilangan kepercayaan dirinya dan mempunyai pola pikiran yang negatif. Pola pikiran yang baik dan matang akan mempermudah kita dalam menghadapi semua standar sosial yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H