Mohon tunggu...
Dita Rahmawati
Dita Rahmawati Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kiat Menekan Dampak dan Risiko Bencana

24 Mei 2017   10:34 Diperbarui: 24 Mei 2017   11:03 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto: Istimewa


Ilustrasi. Foto: Istimewa

Apa yang akan anda lakukan jika di suatu pagi yang cerah, tiba-tiba longsor menerjang rumah anda diiringi suara gemuruh yang mengguncang? Berapa banyak anda melihat bencana serupa terjadi di Indonesia? Berapa banyak korban jiwa dan materil yang direnggut? Faktanya, sepanjang 2016 lalu tercatat sebanyak 1.985 bencana terjadi, merenggut 375 korban meninggal, 383 korban luka-luka, 2,52 korban jiwa menderita dan mengungsi, dan lebih dari 34 ribu properti rusak. Sebagian besar dari bencana tersebut adalah bencana Hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, putting beliung, serta bencana erupsi gunung berapi.

Sepatutnya kita tidak heran, sebab memang Indonesia adalah pasarnya bencana. Namun, umumnya sebuah negara dituntut mampu menekan jumlah korban bencana dengan mengelola sistem pengendalian dampak bencana yang dimilikinya. Pertanyaannya sudah sampai mana Indonesia bisa mengelola sistem tersebut?

Kutipan dari Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, M.Eng bahwa Indonesia saat ini sedang memasuki era paradigma baru dalam penyampaian informasi cuaca yakni Prediksi cuaca berbasis dampak, yang merupakan langkah konkret untuk pengembangan sistem pengendalian bencana hidrometeorologi di Indonesia.

Seperti apa sistem ini? Bagaimana Indonesia melakukannya? Serta apa hasil yang akan di peroleh bangsa, negara, dan masyarakat? Yakinkah, sistem akan efisien berjalan? Keputusasaan yang tersirat dari segelintir pertanyaan ini mengingatkan kita pada Winston Chuchill, “Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat.” Seperti inilah seharusnya Indonesia pantang  kehilangan semangat.

Sementara Sistem Prediksi Berbasis Dampak merupakan paradigma sistem pengelolaan resiko dampak yang mungkin muncul disebabkan  kerentanan suatu wilayah atau kegiatan terhadap kondisi cuaca dan iklim yang akan dan sedang terjadi, sehingga kuantitas dari dampak tersebut dapat ditekan. Sistem ini dibangun dengan harapan  sebagai ujung tombak penyebarluasan info peringatan dini akan bahaya bencana hidrometeorologi dalam mendukung keselamatan hidup dan mitigasi bencana. Agar pemerintah, sektor ekonomi serta masyarakat dapat mengambil tindakan yang tepat, dengan mengetahui bagaimana bahaya hidrometeorologi dapat berdampak pada kehidupan, mata pencaharian, kerusakan properti serta perekonomian.

Siapa yang berperan penting dalam pembangunan sistem ini? Jawabannya dalah semua pihak. Karna tak akan ada simpul yang kuat hanya dengan sehelai benang, ada banyak elemen yang berperan penting di dalamnya.

BMKG sebagai badan yang berwenang mengeluarkan informasi cuaca dan peringatan dini bencana hidrometeorologi adalah salah satu kuncinya. Terkait hal tersebut, fokus dari sistem ini adalah bagaimana BMKG dapat menyampaikan informasi prakiraan cuaca secara bersamaan menginformasikan kemungkinan dampak dan resiko dari cuaca tersebut bagi setiap elemen profesi dengan bahasa yang mudah dipahami. Misalnya bagi nelayan, industri pengeboran minyak dan gas lepas pantai, pelabuhan dan penyeberangan, petani, pengusaha swasta, instansi pemerintahan seperti dinas tata kota, SAR, pelayanan jalur penerbangan dan lain sebagainya. Sehingga kita bisa meningkatkan kewaspadaan jauh sebelum bencana terjadi dan meningkatkan aksi penanggulangan dampak. Secara umum, setiap profesi punya tingkat kerentanan yang berbeda-beda terhadap suatu kondisi cuaca dan iklim. Hal ini juga merupakan fokus, sampai mana sistem ini dapat menjangkau seluruh elemen.

Dengan demikian, langkah-langkah untuk dapat menerapkan sistem prediksi cuaca berbasis dampak yang sedang di terapkan oleh BMKG ini adalah sebagai berikut:

  1. identifikasi atau riset kerentanan wilayah (lingkungan hidup dan tata kota) 
  2. identifikasi pengguna informasi 
  3. melakukan pemetaan dengan membuat matriks resiko (identifikasi tingkat gangguan yang mungkin dialami pada setiap tingkat dampak (sangat lemah, lemah, medium, dan kuat)  untuk setiap elemen cuaca)
  4. eksekusi informasi akan menunjukan tingkatan kewaspadaan terhadap bahaya bencana yang mungkin terjadi dan peringatan dini bencana.

Hal di atas adalah langkah, lalu bagaimana kiatnya menjalankan langkah-langkah tersebut? dijabarkan sebagai berikut:

  1. mengembalikan kesadaran bahwa dampak bencana dapat kita cegah. 
  2. membangun kerjasama yang solid antar instansi pemerintah. 
  3. pemutakhiran teknologi dalam menunjang berjalannya sistem.
  4. upaya perbaikan lingkungan hidup dan tata kota. 

Terakhir kita sudah harus sadar pentingnya cuaca bagi setiap lini kehidupan kita. Jangan pernah mau terenggut jiwa sia-sia di masa depan hanya karena kelalaian di masa lalu. Sebab dibutuhkan jiwa-jiwa yang kuat untuk menghadapi era baru kemajuan bangsa dan negara Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun