Mohon tunggu...
Rahel Maretha
Rahel Maretha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication

positive vibes✨

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jurnalisme yang Dulu Bukanlah yang Sekarang

12 Maret 2022   23:31 Diperbarui: 12 Maret 2022   23:37 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zaman berkembang, begitu pula jurnalisme. Zaman dulu, khususnya di Indonesia, kebebasan pers masih banyak dibatasi, tidak seperti di era teknologi internet saat ini. Ternyata hal ini justru menambah kualifikasi atau tantangan bagi para jurnalis. Namun, sebelum itu, kita bahas dulu tentang perbedaan jurnalisme dulu dan sekarang, yuk!

Sebelum Hadirnya Teknologi dan Internet

Zaman dahulu ketika belum banyak yang menggunakan motor atau mobil, para jurnalis pun merasa kesulitan dan menghabiskan banyak waktu, terutama bila lokasinya jauh. Ketika teknologi komputer belum berkembang di Indonesia, jurnalis zaman dulu juga harus mengetik artikel beritanya dengan teknologi mesin tik. Tidak sampai situ, karena berita harus disebarluaskan ke masyarakat, jurnalis harus segera mengirimkan lewat kurir atau faksimile.

Masih teknologi, dulu media informasi atau berita untuk masyarakat hanya bersumber dari jurnalis atau wartawan dari media koran, televisi dan radio. Mengingat belum banyak organisasi pers di Indonesia dan jurnalis/wartawan yang masih sedikit, sehingga merekalah yang dipercaya dan dapat melakukan proses pengumpulan fakta, produksi berita dan publikasi berita.

Selain itu, masyarakat juga hanya bisa mengakses informasi dan berita melalui koran (media cetak), TV, dan radio (media penyiaran), karena masyarakat belum mengenal internet. Proses distribusi berita kepada publik juga masih terbatas dan cenderung linear atau satu arah, yaitu dari media ke masyarakat langsung.

Berita juga hanya dapat diakses pada waktu-waktu tertentu saja dan belum ada kebebasan dari publik untuk memilah dan memilih sendiri berita dan juga tidak bisa memilih berita mana yang ingin mereka konsumsi dan tidak ingin dikonsumsi. Dengan kata lain, akses terhadap berita masih terbatas ruang dan waktu.

Ilustrasi Menulis Berita. Sumber: humasindonesia.id

Karena distribusi berita yang cenderung linear, masyarakat tidak memiliki akses untuk menyampaikan respon, pendapat atau berinteraksi dengan berita. Dari sisi media, mereka juga tidak dapat menerima feedback dari masyarakat akan produk jurnalistik mereka. Hal ini membuat jurnalisme tidak interaktif.

Setelah Diterpa Teknologi dan Internet

Seiring berkembangnya zaman, begitu juga dengan teknologi, jurnalis dapat dengan mudah melakukan liputan di berbagai lokasi tanpa kesulitan menggunakan kendaraan. Jurnalis juga tidak harus ada di tempat untuk meliput, mereka bisa memanfaatkan internet, telepon dan informasi langsung dari orang di tempat kejadian.

Hadirnya teknologi komputer juga memudahkan jurnalis untuk bisa lebih cepat dan praktis dalam proses produksi berita. Jurnalis bisa langsung mengetik hasil liputannya dan dipublikasi secara masif menggunakan internet dan gadget.

Hadirnya internet membuat proses distribusi berita kepada publik. Masyarakat bisa ikut berpartisipasi dalam produksi konten informasi melalui platform di internet, di mana hal ini membuat istilah "jurnalisme warga" atau citizen journalism lahir.

Tidak perlu menunggu lama untuk bisa mengakses berita, dengan adanya internet serta platform-platform yang ada, masyarakat bisa dengan mudah mencari berita terbaru melalui gawai masing-masing. Dengan kata lain, akses berita tidak terbatas ruang dan waktu dengan menggunakan handphone, laptop, komputer dan lainnya.

Berita yang disusun untuk konsumsi online juga cenderung menggunakan format yang lebih singkat, padat, jelas dan to the point, seperti breaking news dan straight news. Berbeda dengan media konvensional yang isinya lebih runtut dan panjang.

Ilustrasi Jurnalis. Sumber: vectorstock.com
Ilustrasi Jurnalis. Sumber: vectorstock.com

Komunikasi yang terjalin di ranah internet membuat masyarakat menjadi lebih interaktif, karena tersedia ruang untuk menyampaikan pendapat dan suaranya hingga berinteraksi dengan pengguna lain melalui berbagai platform. Media juga memanfaatkan hal ini agar mereka bisa tahu diskusi yang terjadi di publik dan terjadilah komunikasi dua arah.

Masyarakat atau konsumen sudah memiliki kuasa sendiri untuk bisa memilah dan memilih konten apa yang ingin mereka konsumsi serta media apa yang ingin dipakai. Hal ini menjadi salah satu tantangan media untuk bisa menyesuaikan diri dengan kebutuhan publik.

Ternyata Banyak Tantangannya

Era konvergensi media menjadi era baru yang hadir karena berkembangnya teknologi internet dan perangkat elektronik. Hal ini menyebabkan pergeseran pola perilaku manusia dalam bekerja, seperti halnya pada jurnalis. Kompetensi 6M (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan) dalam informasi/berita sudah menjadi hal yang mendasar bagi jurnalis.

Jurnalis juga dituntut untuk menguatkan aspek keahlian, keterampilan, pengatetahuan dan sikap kerja mengenai tugas kewartawanan serta memahami kerja di ranah internet atau online.

Ilustrasi Jurnalis. Sumber: vectorstock.com
Ilustrasi Jurnalis. Sumber: vectorstock.com

Kemampuan yang perlu dikuasai para jurnalis di era ini berkaitan dengan output berita dengan format multimedia dalam menyajikan konten berita. Di era ini, penyajian berita tidak mungkin hanya berupa teks saja atau foto saja, harus ada elemen pendukung untuk memperjelas informasinya, seperti audio, video, animasi dan grafik.

Untuk bisa memproduksi elemen multimedia tersebut, jurnalis dituntut untuk bisa memiliki skill tambahan. Tidak menutup kemungkinan bagi media untuk bisa bekerja sama membuka peluang bagi ahli kreator di bidang multimedia untuk bersinergi membuat produk jurnalistik yang baik.

Tidak hanya itu, media konvensional yang tidak bisa beradaptasi dengan internet menjadi sulit untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan berpotensi kehilangan audiensnya. Sementara media konvensional yang berhasil memanfaatkan internet dapat meningkatkan value added dan brand value-nya. Media mampu mendekatkan diri dengan audiens yang sudah menggunakan berbagai platform di ranah internet.

Tantangan lain atau kemampuan yang harus dimiliki seorang jurnalis adalah storytelling journalism. Kemampuan ini menuntut jurnalis untuk bisa memberikan informasi dengan 'bercerita', di mana tujuannya untuk menyentuh pembaca. Hal ini juga untuk mendukung terciptanya suasana, melatih konsentrasi, imajinasi dan daya pikir.

Dapat disimpulkan bahwa proses produksi dan konsumsi jurnalisme dipengaruhi oleh teknologi internet dan peralatan elektronik. Khususnya di era konvergensi media ini, baik informasi atau berita dapat dengan mudah dan cepat diakses melalui gawai yang kita punya.

Seiring perkembangan teknologi, jurnalis juga harus mau ikut mengembangkan kemampuannya. Terutama di bidang produksi multimedia storytelling untuk bisa meningkatkan kualitas berita dan menarik lebih banyak audiens.

Sebagai konsumen, kita juga perlu cerdas dan bijaksana dalam menyimak berita, terutama di tengah situasi derasnya informasi. Jangan sampai termakan hal-hal yang berisi disinformasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun