Mohon tunggu...
Rahel Maretha
Rahel Maretha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication

positive vibes✨

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Koran di Era Digital: Gulung Tikar atau Menjadi Koran Digital (E-Paper)

21 Oktober 2021   22:04 Diperbarui: 25 Oktober 2021   23:54 2570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Koran Cetak dan Koran Digital. Sumber: megapolitan.org

Memasuki era digital, media Koran berkembang dan berinovasi menjadi Koran Digital (electronic paper) untuk menyesuaikan perkembangan pembaca. Hal ini menjadi tantangan bagi media cetak yang tidak bisa beradaptasi dan berisiko gulung tikar.

Perubahan Terjadi Karena Digitalisasi

Hadirnya internet di era digital mempermudah dan mempercepat akses berita bagi kita dan masyarakat, seperti melalui koran. Hal ini juga melahirkan inovasi baru bagi media-media berita, seperti berkembangnya koran atau surat kabar digital.

Dengan surat kabar digital atau koran digital, kita bisa dengan mudah mengakses berita di mana saja dan kapan saja, yang penting terhubung ke internet.

Seperti pada media online, berita-berita yang penting dan harus segera diberitakan, dapat lebih cepat dijangkau pembaca. Pembacanya juga lebih luas dan merata, dibanding koran cetak yang harus menunggu proses pencetakan dan distribusi yang lebih lama.

Berdasarkan survei yang dilakukan Nielsen Consumer & Media View pada tahun 2017, terjadi perubahan pada kebiasaan membaca masyarakat Indonesia. Media cetak termasuk pilihan kelima bagi masyarakat untuk sumber informasi.

Ilustrasi browsing di internet. Sumber: teukabaca.blogspot.com
Ilustrasi browsing di internet. Sumber: teukabaca.blogspot.com

Dari media-media cetak seperti majalah dan tabloid, dan koran, masyarakat memilih koran di urutan pertama dengan penetrasi sebesar 83%. Mayoritas pembaca media cetak merupakan masyarakat berusia 20-49 tahun.

Data ini mencerminkan bagaimana perubahan gaya membaca masyarakat Indonesia yang beralih dari cetak ke online. Tahun 2017, pembaca media cetak hanya sebesar 4,5 juta orang dan merupakan angka yang turun drastis bila dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai 9,5 juta pembaca.

Untuk menyesuaikan perkembangan ini, banyak perusahaan media lama, maupun media baru yang melebarkan sayapnya di dunia digital. Namun, banyak juga yang tidak siap beradaptasi dengan teknologi yang mengakibatkan perusahaannya harus tutup.

Media Cetak Koran di Era Digital

Menurut data dari Serikat Perusahaan Pers (SPS) di tahun 2019, media cetak Indonesia memang sudah mengalami penurunan cetak sejak tahun 2014. Di tahun 2014, masih terdapat 1.321 media cetak dan menurun hingga 644 di tahun 2019.

Koran harian di tahun 2014 sebanyak 418 turun menjadi 383 di tahun 2019, begitu juga dengan koran mingguan yang semula terdapat 218 media, turun menjadi 77 di tahun 2019.

Di tahun 2016, terdapat beberapa perusahaan media cetak yang terpaksa gulung tikar, seperti Majalah Tajuk, Fortune, Jurnal Nasional, Harian Sinar Harapan, Prospek, dan Harian Sinar Harapan.

Masih pada penelitian yang sama, pada tahun 2017, Nielsen menemukan hanya terdapat 192 media cetak yang masih eksis kala itu. Pembaca yang termasuk generasi Z pun lebih memilih untuk mengakses berita melalui internet.

Pada tahun 2019 hingga tahun 2020, terjadi pemerosotan pembaca koran berdasarkan survei yang dilakukan GlobalWebIndex, di mana pada tahun 2019 sebanyak 54,7% dan turun menjadi 49% di awal tahun 2020.

Menurunnya pembaca koran ini juga berdampak pada menurunnya pengiklan media cetak. Mengingat 'iklan' merupakan sumber pendapatan terbesar bagi media cetak, terutama yang bergerak di bidang swasta. Ditambah dengan produksi cetak yang tidak murah, memakan waktu lama dan perlu SDM yang banyak.

Koran cetak. Sumber: Merdeka.com
Koran cetak. Sumber: Merdeka.com

Tidak hanya ke perusahaan media, dampak digitalisasi juga berdampak besar bagi Loper Koran (pekerjaan pengantar koran). Seperti yang dikutip dari detikX (1/7/2020), terdapat Subur yang merupakan salah satu loper di Jakarta.

Puluhan koran yang Ia bawa, biasa dijual dengan harga Rp 2.000 hingga Rp. 5000. Bila korannya tidak laku, Subur akan menjual ke pedagang di pasar, tetangganya, dan ke bengkel kendaraan dengan hanya mematok harga Rp. 1000.

Subur juga menyatakan bahwa sebelum tahun 2014, banyak terjadi persaingan diantara penerbit koran untuk mendapatkan banyak pembaca. Ia juga dahulu bisa memiliki pendapatan hingga puluhan juta, sangat berbeda ketika minat membaca koran sudah menurun.

Koran Digital atau Electronic Paper (E-Paper)

Dampak dari digitalisasi ini tidak selalu negatif, namun dapat menjadi hal positif bila perusahaan media bisa beradaptasi dengan teknologi dan melakukan konvergensi.

Sejak tahun 2014, sudah banyak perusahaan media cetak koran yang berusaha beradaptasi dengan internet, yaitu dengan membuka koran elektronik mereka. Hal ini sebagai upaya perusahaan untuk tetap bisa eksis di Indonesia di tengah maraknya media online.

Pada dasarnya, koran digital merupakan koran pada umumnya yang dapat diakses melalui website media dan dapat dibaca melalui perangkat elektronik yang terhubung dengan internet.

Untuk lebih mudahnya, koran digital ini merupakan versi online dari koran cetak yang biasa di cetak dengan kertas.

Dengan adanya koran digital, biaya produksi akan lebih murah dibanding bila harus membeli kertas untuk mencetak koran. Proses distribusinya pun juga mudah, cepat, dan menjangkau pembaca lebih banyak dan luas, mengingat mayoritas masyarakat Indonesia beralih ke media digital.

Konten yang disajikan dalam berita pun juga bisa beragam dan luas, bisa dengan menambahkan info atau gambar yang menarik. Infromasi atau peristiwa di luar negeri pun juga semakin mudah dijangkau untuk menjadi produk berita koran digital.

Koran Digital dibuat dengan mengadopsi format Portable Document Format (PDF) dan mengembangkannya dengan Adobe System1 untuk menciptakan tampilan yang sama dengan koran versi cetak.

Untuk dapat mengakses koran digital, pembaca perlu melakukan registrasi dahulu kepada media berita melalui website resmi mereka. Kemudian pembaca harus berlangganan dengan membayar sekian ribu atau ratusan rupiah untuk dapat mengakses e-paper.

Salah satu contoh perusahaan media yang mengembangkan Koran Digital adalah Harian Kompas dengan nama Kompas.id. Lahir pada 2 Februari 2017, Kompas.id hadir dengan format koran online dengan menyediakan beragam fitur menarik. Tidak hanya melalui website, koran di Kompas.id juga dapat diakses melalui aplikasi yang dapat diunduh di Android dan Apple.

Kompas.id. Sumber: apps.apple.com
Kompas.id. Sumber: apps.apple.com

Kursi wartawan di Kompas.id diisi oleh para wartawan yang dulu juga bekerja di koran cetak mereka.

Kompas.id menjalankan bisnis digital subscription pertama di Indonesia, di mana pembaca harus registrasi dan harus melakukan pembayaran bila ingin mengakses berita dalam koran digitalnya.

Belum genap dua tahun, pelanggan Kompas.id sudah mencapai 70.000 orang. Angka tersebut sudah lebih banyak dari pelanggan koran lain di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia masih membutuhkan informasi dari sumber terpercaya di tengah digitalisasi dan maraknya informasi ini.

Penerbit koran di Indonesia yang tidak bisa beradaptasi dan berinovasi di tengah perkembangan teknologi dan internet ini pada akhirnya terpaksa menutup usahanya karena kekurangan pemasukan, seperti pembaca dan pengiklan.

Sejatinya mereka dapat terus eksis bila mereka mampu mengembangkan medianya menjadi Koran Digital atau electronic paper. Inovasi ini juga lebih mempermudah dan mempercepat proses distribusi kepada pembaca. Jangkauan pembaca pun dapat lebih luas dan beragam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun