Mohon tunggu...
Rahel Maretha
Rahel Maretha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication

positive vibes✨

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Perjalanan Surat Kabar di Indonesia: Konvensional hingga Digital

4 Oktober 2021   04:53 Diperbarui: 4 Oktober 2021   05:05 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan e-paper Kompas. Sumber: kompas.id kb.kompas.id

Indonesia mengalami perkembangan jurnalisme yang sangat terlihat perbedaannya. Zaman dahulu, masyarakat masih memanfaatkan surat kabar sebagai sumber informasi. Di era sekarang, akses informasi menjadi lebih mudah dengan hadirnya media berita online, seperti Kompas.

Telah Lahir Sejak Zaman Belanda

Jurnalisme sudah ada di Indonesia sejak Belanda masih menginjakkan kaki di negara kita. Media massa yang pertama kali dikenal Indonesia adalah surat kabar, yaitu dari Belanda pada pertengahan abad ke-18. Bataviase Nouvelles merupakan surat kabar terbitan pertama di Indonesia pada tahun 1744-1746.

Bataviase Nouvelles. Sumber: romeltea.com
Bataviase Nouvelles. Sumber: romeltea.com

Selanjutnya, terdapat Brotomani yang merupakan surat kabar produksi negeri sendiri dengan bahasa Jawa pada tahun 1855 dan tahun 1956, terbit surat kabar berbahasa Melayu, Soerat Kabar Bahasa Melajoe.

Surat kabar menjadi sumber informasi utama masyarakat Indonesia kala itu. Akses informasi yang berkaitan dengan berita-berita terbaru di Indonesia hingga pendidikan banyak bersumber dari surat kabar.

Media cetak ini kemudian dimanfaatkan oleh kaum berpendidikan atau cerdas untuk menyebarkan nilai-nilai nasionalis bangsa Indonesia. Melihat hal ini, wartawan di Indonesia menjadi kunci untuk pelaksanaan penyebaran nilai-nilai tersebut.

Indonesia Mulai Menguasai Medianya Sendiri 

Kemerdekaan Indonesia menjadi salah satu tanda bagi pers Indonesia untuk mendirikan sendiri dan menguasai media lokal. Berita Indonesia menjadi surat kabar pertama di masa orde lama yang terbit pada 6 September 1945 di Jakarta.

Dari sisi masyarakat, setelah kemerdekaan Indonesia, minat baca surat kabar meningkat pesat bila dibandingkan ketika masih dijajah. Para pemilik media massa pun juga semakin gencar dalam memproduksi produk jurnalistiknya melalui koran-koran.

Koran Indonesia Raya. Sumber: tribunnewswiki.com
Koran Indonesia Raya. Sumber: tribunnewswiki.com

Pada 9 Februari 1946, dengan tujuan mempersatukan para wartawan/jurnalis Indonesia, diadakanlah suatu kongres di Surakarta dengan menunjuk Mr. Sumanang sebagai pemimpin Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Pada 8 Juni 1946, juga berdiri Serikat Penerbit Suratkabar (SPS).

Di masa ini, urusan Indonesia dengan para penjajah (Belanda dan Jepang) juga belum sepenuhnya selesai dan kedua negara ini masih ingin memperjuangkan kekuasaannya di Indonesia dengan melakukan propaganda melalui surat kabar.

Sedang hangat-hangatnya setelah merdeka, pers di Indonesia justru mengalami penurunan semangat kemerdekaan. Mereka menjadi terlibat pada persaingan kekuasaan politik dan mengubah sifat pers perjuangan menjadi pers partisipan.

Setelah diakui kemerdekaannya di dunia internasional pada Desember 1949, kebebasan pers mulai dijanjikan dan diterapkan di Indonesia oleh pemerintah. Berita-berita yang diproduksi pada masa ini cenderung berorientasi pada kepentingan politik.

Pers pada masa ini menjadi media komunikasi bagi partai-partai politik. Kebebasan pers yang dikumandangkan hanya digunakan untuk menegaskan status quo dan menjadi tidak efektif penggunaannya untuk menjembatani masyarakat dengan pemerintah.

Pada masa pemerintahan Soekarno ini, penerintah juga menjadi lebih tegas terhadap kegiatan produksi konten media massa untuk memobilisasi masyarakat. Pers yang menentang pemerintah akan dilarang untuk terbit. Kontrol pemerintah akan media saat itu sangat ketat dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan-kepentingan penguasa.

Kebebasan yang Tidak Bebas

Setelah pemerintahan Soekarno, beralihlah kita pada masa pemerintahan Soeharto yang juga menjanjikan kebebasan pers. Di masa ini, pers dapat sedikit menghirup napas kebebasan dengan harapan para jurnalis di Indonesia dapat leluasa untuk menyerukan suara melalui produk jurnalistiknya.

Wujud nyata kebebasan pers ini adalah dengan terbitnya UU No. 11 Tahun 1966 tentang Prinsip-Prinsip Dasar Pers yang intinya menjajikan kebebasan pers sebagai hak rakyat dan tidak perlu izin untuk terbit.

Realitanya, media surat kabar saat itu harus memiliki Surat Izin Terbit (SIT) oleh Departemen Penerangan dan Surat Izin Cetak (SIC) oleh lembaga keamanan KOPKAMTIB. Selain itu, napas kebebasan tadi tidak bertahan lama.

Pada 15 Januari 1974, terjadi Peristiwa Malari yang bersumber dari suara protes masyarakat Indonesia kepada kebijakan pemerintah dalam aspek ekonomi dan sosial. Pemerintah beralih menjadi ketat kontrolnya terhadap pers dan mengakibatkan 12 pers dibredel atau dicabut surat izin terbit dan cetaknya.

Karyawan TEMPO mengadukan kasus pembredelan. Sumber: nasional.tempo.co
Karyawan TEMPO mengadukan kasus pembredelan. Sumber: nasional.tempo.co

Tertera dalam UU No. 21 Tahun 1982, bahwa pers harus memiliki Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) oleh Departemen Penerangan untuk dapat terbit. Beberapa perusahaan media yang masih teguh dalam produksi konten yang mengkritik pemerintahan Soeharto kala itu ada Editor, Tempo, dan Detik, walaupun akhirnya Tempo dibredel hingga dua kali.

Para jurnalis atau perusahaan-perusahaan media kala itu wajib pro kepada pemerintah dan memproduksi berita-berita positif tentang pemerintah. Hal ini dilakukan media demi bertahan hidup.

Menghirup Napas Kebebasan Pers dan Surat Kabar Online

Kebebasan yang benar-benar terasa, baru terjadi di era Reformasi dengan dihapusnya aturan SIUPP dan Departemen Penerangan yang menekan pers di era sebelumnya.

Seperti memulai hidup baru, banyak perusahaan media yang baru lahir, seperti televisi, radio, dan media cetak lainnya. Kegiatan memproduksi produk jurnalistik mulai dirasakan kebebasannya dan tanpa tekanan. Bukti kebebasan pers lainnya adalah dengan terbitnya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Kegiatan jurnalistik di Indonesia semakin diwarnai dengan hadirnya teknologi internet pada tahun 1990-an. Banyak perusahaan media yang kemudian melahirkan produksi konten melalui media online. Teknologi digital ini menjadi suatu inovasi baru dalam dunia jurnalistik.

Ilustrasi media online. Sumber:  sobatsekolah.com
Ilustrasi media online. Sumber:  sobatsekolah.com

Teknologi digital membuat suatu revolusi produksi informasi ke dalam bentuk digital. Inovasi ini memudahkan dan memberi kebebasan pada masyarakat Indonesia dan dalam memilih, memilah, dan membaca informasi secara daring tanpa terbatas ruang dan waktu.

Semenjak kehadiran internet hingga tahun-tahun berikutnya, surat kabar di Indonesia banyak yang memiliki format digital atau electronic newspaper. Informasi atau berita online tersebut dapat diakses dengan gawai dan jaringan internet yang memadai. Berbeda dengan media cetak atau surat kabar konvensional yang memerlukan kertas dan distribusinya memakan waktu lama.

Menurut tokoh Flew (2002), perusahaan media memiliki tiga alasan untuk terjun ke media digital. Pertama, pengeluaran untuk produksi, penyimpanan, dan distribusi konten lebih sedikit. Kedua, adanya peluang distribusi informasi yang lebih fokus pada kebutuhan atau keinginan konsumen dan tidak secara massal. Ketiga, publikasi konten secara online dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas.

Perusahaan media konvensional yang publikasinya melalui TV, radio, majalah, tabloid dan koran ikut melangkah maju dengan mendirikan situs atau portal berita online-nya. Contohnya seperti republika.co.id, antaranews.com, mediaindonesia.com, pikiranrakyat.com, Kompas.com, dan lainnya.

Perusahaan-perusahaan tersebut awalnya berkembang ke media digital dengan membuat versi online dari produk cetaknya. Namun, tidak menutup kemungkinan juga bagi media yang lahir secara langsung memproduksi beritanya melalui media online, seperti antaranews.com, detik.com, VIVA.co.id, dan lainnya.

Dari Harian Kompas Menjadi Kompas.com dan Kompas.id 

Kompas merupakan media berita yang besar di Indonesia dan menjadi salah satu cerminan perkembangan jurnalisme di Indonesia. Revolusi dan inovasinya yang bergerak dari media cetak dan berkembang menjadi media online menjadi bukti pemanfaatan teknologi dalam dunia jurnalistik.

Kompas. Sumber: expose.co.id
Kompas. Sumber: expose.co.id

Harian Kompas yang didirikan oleh Jacob Oetama dan P.K. Ojong ini mulai mewarnai jurnalisme di Indonesia sejak 28 Juni 1965. Surat kabar ini terbit perdana dengan 20 halaman berita dan sempat mengalami perubahan-perubahan pada format halaman koran, karena kurangnya kertas.

Sempat dibredel juga pada 20 Januari 1978 oleh pemerintah, Harian Kompas lalu bangkit kembali pada 6 Februari 1978. Koran yang awalnya bernama Bentara Rakjat ini, kemudian berubah menjadi Kompas atas usul Soekarno kala itu.

Bersanding dengan surat kabar Sinar Harapan, Kompas juga merupakan media berita cetak yang berperan besar dan penting di Indonesia. Kompas memiliki banyak pembaca terutama di era orde baru, karena terkenal hati-hati dalam memproduksi berita.

Ketika internet hadir di Indonesia dan ikut mewarnai perjalanan media-media, Kompas turut serta dalam berinovasi menjadi bentuk surat kabar digital. Lahir pada 14 September 1995, Kompas menjadi salah satu perusahaan media cetak yang melahirkan media online dengan Kompas Online (kompas.co.id)

Kompas Online pada awalnya hanya mempublikasikan berita dari media cetaknya. Istilah mudahnya seperti versi online dari koran Kompas.

Masyarakat Indonesia yang tersebar dari Sabang hingga Merauke ini memiliki waktu yang berbeda-beda dalam menerima informasi melalui media cetak karena faktor jarak. Belum lagi daerah-daerah yang susah terjangkau oleh Kompas dan dapat mengakibatkan ketidakmerataan informasi bagi masyarakat Indonesia.

Bersyukur dengan lahirnya teknologi internet di Indonesia, Kompas segera melakukan inovasi untuk menambah media publikasi beritanya. Harapannya adalah masyarakat dapat menerima informasi dengan lebih cepat dan merata.

Setahun kemudian, Kompas Online merubah alamatnya menjadi www.kompas.com dan dapat diakses hingga keluar negeri. Kompas Online melebarkan sayapnya dengan mengembangkan unit bisnis sendiri yang dinaungi oleh PT Kompas Cyber Media pada tahun 1998 dan pembaca dapat mengakses informasi atau berita dalam versi online dan ter-update.

Beberapa tahun kemudian, Kompas melakukan rebranding dengan mengubah nama menjadi Kompas.com pada 29 Mei 2008. Kompas.com menghadirkan berita-berita dengan lebih update dan cepat, karena basisnya online.

Artikel berita dalam Kompas.com diproduksi secara multimedia, yaitu dengan tidak hanya menghadirkan teks dan gambar saja seperti koran, namun juga menghadirkan video, audio, maupun infografis.

Untuk dapat lebih merasakan sensasi membaca koran, namun dengan menggunakan gawai dan tidak terbatas ruang dan waktu serta iklan, Kompas juga memiliki situs berbayar Kompas.id. Dalam situs ini, pembaca perlu berlangganan kepada Kompas untuk dapat mengakses beritanya. Layaknya seperti berlangganan surat kabar.

Tampilan e-paper Kompas. Sumber: kompas.id kb.kompas.id
Tampilan e-paper Kompas. Sumber: kompas.id kb.kompas.id

Kompas.id merupakan versi online yang sebenarnya dari harian Kompas atau media cetak Kompas. Dikelola oleh PT Kompas Media Nusantara, Kompas.id dapat menyajikan produk jurnalistik yang menarik dalam format digital dari versi cetaknya.

Bisa dibilang, kalau kita berlangganan Kompas.id, kita juga membaca koran Kompas di dalam dunia maya menggunakan internet.

Dapat kita simpulkan bahwa perkembangan jurnalisme di Indonesia memiliki perjalanan yang tidak mulus dan memiliki banyak konflik didalamnya. Dalam tulisan ini yang berfokus pada surat kabar, ketika Indonesia masih dijajah, sumber informasi masyarakat adalah melalui surat kabar.

Dengan perjalanan yang berliku-liku, pers atau perusahaan media di Indonesia akhirnya bisa merasakan kebebasan setelah sebelumnya tertekan oleh dua pemimpin pada orde lama dan orde baru.

Begitu juga dengan kemunculan internet yang mewarnai media Indonesia dalam perkembangannya. Produk-produk jurnalistik dapat diproduksi dengan mudah dan cepat melalui media online dengan format multimedianya.

Contoh yang dipaparkan dalam tulisan ini adalah perusahaan Kompas yang berinovasi dari media cetak, kemudian mengembangkan versi online-nya dengan Kompas.com dan Kompas.id.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun