Mohon tunggu...
Rahel Maretha
Rahel Maretha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication

positive vibes✨

Selanjutnya

Tutup

Film

Lima Film Karya Ernest Prakasa: Lucu tapi Menyentuh

27 September 2021   15:14 Diperbarui: 27 September 2021   15:25 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga (2018). Sumber: Kompas.com

Siapa sih yang enggak tahu Ernest Prakasa? Ya kalau nggak tahu, coba kita bahas sedikit, yuk tentang dia! Namun, sebelumnya... . Pernah dengar istilah "Auteur"?

Singkatnya, Auteur ini merupakan sebutan bagi sutradara suatu film yang memiliki peran besar dalam film tersebut. Perannya dapat seperti menjadi penulis, pengarah, hingga berperan langsung menjadi aktor dalam film tersebut dan dapat mencerminkan identitasnya melalui film yang dibuat.

Ernest Prakasa

Nama Ernest Prakasa mulai banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak dirinya mengikuti ajang Stand Up Comedy Indonesia dan berhasil memperoleh peringkat 3 di tahun 2011 lalu. Sejak namanya dikenal, Ernest mulai melangkah maju menyusun perjalanan karirnya.

Pria kelahiran 29 Januari 1989 ini awalnya dikenal sebagai komedian atau komika dan menekuni pekerjaannya tersebut. Setelah itu, Ernest mencoba hal lain dalam masa karirnya dengan merambah ke dunia perfilman.

Bermula dari menjadi aktor dalam beberapa film, Ernest mengembangkan sayap karirnya dengan menjadi penulis skenario film dan sutradara. Hingga saat ini, Ernest sudah punya lima film karyanya yang nge-hitz di Indonesia, yaitu Ngenest (2015), Cek Toko Sebelah (2016), Susah Sinyal (2017), Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga (2018), dan yang terbaru Imperfect: Karier, Cinta, & Timbangan (2019) (Mulyana, 2021).

Hmm... kalau kita lihat kelima film karya Ernest ini, ada beberapa hal menonjol, loh! Salah satunya seperti Ernest sendiri yang ikut berperan menjadi pemain dalam film tersebut. Ernest menjadi pemain dengan berbagai peran yang dilakoninya.

Selain itu, Ernest juga berperan besar dalam penulisan naskah atau jalannya cerita, serta menyutradarai langsung kelima filmnya tersebut. Nah! Ini nih, yang bisa kita sebut sebagai Auteur. Namun, sebelum membahas film Ernest, mari kita pahami dulu mengenai Auteur.

Auteur

Auteur atau dalam bahasa Inggris "author", berasal dari bahasa Prancis yang dalam dunia perfilman dipahami sebagai seorang artis yang memiliki kendali penuh atas karya filmnya. Mulai dari menyusun naskah atau skenario cerita, penyusunan film, hingga proses pengambilan adegan.

Dengan campur tangan sang sutradara yang dominan dalam sebuah film, citra diri atau persona dari sutradara bisa ikut tercermin dalam karya filmnya. Hal ini dikarenakan gagasan atau ide-ide yang tersampaikan dalam film, bersumber dari pikiran sang sutradara.

Kepribadian sang sutradara dapat terlihat melalui karya filmnya atau dalam kata lain, film dapat menjadi salah satu bentuk ekspresi diri dari sutradara. Sehingga film tersebut bisa memiliki "personality"-nya sendiri.

Franois Truffaut. Sumber: newyorker.com
Franois Truffaut. Sumber: newyorker.com

Istilah Auteur ini pertama kali digagas oleh tokoh Franois Truffaut. Ia memaparkan mengenai auteur, bahwa seorang sutradara tidak hanya sekedar membuat film yang bagus hasil tulisan dan produksinya, namun juga memiliki keunikan dan personality (Stam, 2000, h. 83-91).

Selain Truffaut, ada juga tokoh bernama Andrew Sarris yang ikut menambahkan dan melengkapi mengenai pemahaman tentang istilah auteur ini. Sarris memaparkan bahwa sebutan auteur dapat diberikan kepada sutradara ketika dirinya memenuhi tiga kategori dalam film.

Tiga kategori tersebut adalah kemampuan teknik sinematografi dari sang sutradara yang baik. Kedua, dapat menghasilkan film yang tidak hanya memiliki personality, namun juga keunikan yang menonjol. Ketiga, film yang dipandang sebagai seni dan memiliki suatu makna atau pesan yang dapat diterima penonton.

Ketiga kategori tersebut dapat tercermin dari karya film yang diproduksi oleh sang sutradara dan hal ini dapat terlihat dari konsistensi sutradara dalam membuat film, sehingga personality film dapat dengan mudah terbaca dan mencerminkan sang sutradara.

Kalau kita lihat dari kelima film karya Ernest Prakasa tadi, kira-kira Ernest bisa disebut sebagai seorang Auteur tidak, ya?

"Filmnya Ernest"

Mulai dari hal yang paling kentara dari kelima film Ernest Prakasa, bahwa dirinya sendiri ikut terlibat menjadi salah satu pemain atau aktor dalam film-filmnya tersebut. Walaupun tidak selalu menjadi aktor utama, kehadiran Ernest cukup menjadi sebuah ciri khas dalam karya filmnya.

Bahkan, dalam empat dari lima film karyanya, Ernest ikut hadir dalam poster utama film tersebut. Seperti dalam film Ngenest (2015), Cek Toko Sebelah (2016), Susah Sinyal (2017) dan Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga (2018).

Konsistensi lain yang dapat kita lihat dari film karya Ernest adalah penggambaran etnis Tionghoa yang ada di Indonesia. Hal ini dilakukannya dengan tujuan untuk menyadarkan masyarakat Indonesia agar dapat lebih bisa menghormati masyarakat etnis Tionghoa tersebut.

Seperti pada film Ngenest (2015), Ernest menyajikan cerita tentang dirinya yang merupakan keturunan Cina mendapat diskriminasi dari orang-orang pribumi ketika masa orde baru. Dibalut dengan komedi, film adaptasi dari novel ini secara gamblang menceritakan bagaimana perlakuan yang diterima etnis Tionghoa di Indonesia (Susanto, 2017, h. 8-9).

Poster film Cek Toko Sebelah (2016). Sumber: wow.tribunnews.com
Poster film Cek Toko Sebelah (2016). Sumber: wow.tribunnews.com

Film Cek Toko Sebelah (2016) juga sangat terlihat bagaimana kehidupan masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia yang keluarganya memiliki toko kelontong dan usahanya mempertahankan toko tersebut.

Dibalut juga dengan komedi, Cek Toko Sebelah (2016) menjadi cerminan dari seorang Ernest Prakasa yang merupakan keturunan etnis Tionghoa dalam menjalankan kehidupannya di Indonesia (Kogawa, Yoanita, & Budiana, 2019, h. 2-3).

Sedikit berbeda dengan kedua film sebelumnya, film ketiga Ernest, yaitu Susah Sinyal (2017) tidak terlalu gamblang dalam menggambarkan tentang etnis Tionghoa. Candaan tentang etnis Tionghoa hanya menjadi bumbu-bumbu pemanis yang menambah nuansa komedi dalam film ini.

Poster film Susah Sinyal (2017). Sumber: hot.detik.com
Poster film Susah Sinyal (2017). Sumber: hot.detik.com

Film ini lebih fokus pada cerita tentang hubungan seorang ibu dan anak yang tidak begitu baik. Sang ibu yang jarang memperhatikan anaknya, akhirnya memutuskan untuk berlibur ke tempat yang susah mendapat sinyal dan banyak cerita terjadi ketika mereka berlibur.

Begitu juga dalam film Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga (2018), Ernest memberi bumbu-bumbu tentang kehidupan sosial orang beretnis Tionghoa di Indonesia yang mendapat diskriminasi. Masih dengan pembawaan nuansa komedi, pesan dalam film Ernest tentang etnis Tionghoa di Indonesia bisa tersampaikan dengan baik.

Lucu Tapi Bermakna

Hal lainnya yang dapat kita temui dalam film-film Ernest Prakasa adalah bagaimana dirinya membawa jalan cerita film tersebut dengan balutan nuansa komedi, namun memiliki makna mendalam yang membekas bagi penonton.

Mulai dari film Ngenest (2015) hingga Imperfect: Karier, Cinta, & Timbangan (2019), semuanya memiliki genre komedi yang mengundang gelak tawa penonton. Meskipun begitu, kelima film tersebut memiliki pesan mendalamnya masing-masing untuk disampaikan ke penonton.

Poster film Ngenest (2016) dan Imperfect: Karier, Cinta, & Timbangan. Sumber: soco.id
Poster film Ngenest (2016) dan Imperfect: Karier, Cinta, & Timbangan. Sumber: soco.id

Seperti pada film Imperfect: Karier, Cinta, & Timbangan (2019) yang menceritakan tentang pandangan masyarakat terhadap perempuan yang menurut mereka tidak elok dipandang. Penggambaran standar kecantikan juga kentara dalam film ini.

Secara khusus, film ini menceritakan tentang masalah yang dialami perempuan masa kini, di mana mereka harus memenuhi kriteria tertentu untuk dapat dianggap "cantik". Menjadi motivasi, film ini dapat mematahkan stigma standar kecantikan perempuan dan membantu meningkatkan kepercayaan diri perempuan khususnya di Indonesia.

Tidak hanya lucu, kelima film tersebut juga mengangkat kisah dari keluarga atau genre keluarga. Cerita keseharian dalam keluarga di kelima film tersebut dapat membuat penonton bisa relate dengan kehidupan sehari-hari.

Cerita tentang keluarga yang paling menonjol adalah dalam film Cek Toko Sebelah (2016) yang fokus pada cerita perjuangan keluarga etnis Tionghoa dalam menjalankan bisnis kelontong. Dalam Susah Sinyal (2017), lebih menggambarkan hubungan ibu dan anak dan film Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga (2018) yang menceritakan kisah pasutri dengan hubungan keluarga yang rumit karena pekerjaan.

Poster film Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga (2018). Sumber: Kompas.com
Poster film Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga (2018). Sumber: Kompas.com

Ernest Prakasa sebagai Seorang Auteur

Bisa kita simpulkan bahwa kelima film karya Ernest Prakasa memiliki konsistensi cerita dengan genre komedi dan keluarga. Makna atau pesan yang terkandung dalam film pun bisa menyentuh hati penonton dan bisa relate dengan kehidupan sehari-hari.

Pesan yang ingin disampaikan, seperti bagaimana etnis Tionghoa dipandang di Indonesia dan ingin mendobrak pandangan negatif tersebut. Hubungan keluarga anak-orang tua, dan suami-istri dengan permasalahan dalam cerita film yang dapat kita rasakan dan menyentuh hati.

Tidak hanya menyentuh, film-film Ernest Prakasa juga memberi motivasi kepada penonton untuk dapat melanjutkan kehidupan bersama keluarga dengan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, seperti cerita pada film.

Nah! Jadi, Ernest Prakasa ini bisa kita sebut sebagai Auteur, karena konsistensi dirinya sebagai sutradara dalam membuat film. Digarap dan disutradarai oleh Ernest langsung, kelima film tersebut juga menghadirkan Ernest sebagai aktor yang mencerminkan ciri film karyanya.

Dapat kita rasakan dalam filmnya, warna atau personality Ernest yang merupakan seorang komedian tercermin melalui candaan-candaan yang dilakoni para pemain film. Selain itu, kemampuan Ernest dalam menyisipkan dan menyampaikan pesan menyentuh dan memotivasi melalui filmnya juga dapat kita rasakan.

Mending gas nonton aja lah, biar bisa merasakan sendiri, hehehe.

Sumber:

Kogawa, Y., Yoanita, D., & Budiana, D. (2019). Representasi etnis Tionghoa di Indonesia dalam film cek toko sebelah. Jurnal E-Komunikasi, 7(1), 1-12.

Mulyana, Y. (2021, September 16). Profil dan biodata ernest prakasa suami meira anastasia. Jurnal Soreang. Diakses dari sini

Stam, R. (2000). Film theory: An introduction. New Jersey: Wiley.

Susanto, I. (2017). Penggambaran budaya etnis Tionghoa dalam film "ngenest". Jurnal E-Komunikasi, 5(1), 1-13.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun