Film Cek Toko Sebelah (2016) juga sangat terlihat bagaimana kehidupan masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia yang keluarganya memiliki toko kelontong dan usahanya mempertahankan toko tersebut.
Dibalut juga dengan komedi, Cek Toko Sebelah (2016) menjadi cerminan dari seorang Ernest Prakasa yang merupakan keturunan etnis Tionghoa dalam menjalankan kehidupannya di Indonesia (Kogawa, Yoanita, & Budiana, 2019, h. 2-3).
Sedikit berbeda dengan kedua film sebelumnya, film ketiga Ernest, yaitu Susah Sinyal (2017) tidak terlalu gamblang dalam menggambarkan tentang etnis Tionghoa. Candaan tentang etnis Tionghoa hanya menjadi bumbu-bumbu pemanis yang menambah nuansa komedi dalam film ini.
Film ini lebih fokus pada cerita tentang hubungan seorang ibu dan anak yang tidak begitu baik. Sang ibu yang jarang memperhatikan anaknya, akhirnya memutuskan untuk berlibur ke tempat yang susah mendapat sinyal dan banyak cerita terjadi ketika mereka berlibur.
Begitu juga dalam film Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga (2018), Ernest memberi bumbu-bumbu tentang kehidupan sosial orang beretnis Tionghoa di Indonesia yang mendapat diskriminasi. Masih dengan pembawaan nuansa komedi, pesan dalam film Ernest tentang etnis Tionghoa di Indonesia bisa tersampaikan dengan baik.
Lucu Tapi Bermakna
Hal lainnya yang dapat kita temui dalam film-film Ernest Prakasa adalah bagaimana dirinya membawa jalan cerita film tersebut dengan balutan nuansa komedi, namun memiliki makna mendalam yang membekas bagi penonton.
Mulai dari film Ngenest (2015) hingga Imperfect: Karier, Cinta, & Timbangan (2019), semuanya memiliki genre komedi yang mengundang gelak tawa penonton. Meskipun begitu, kelima film tersebut memiliki pesan mendalamnya masing-masing untuk disampaikan ke penonton.
Seperti pada film Imperfect: Karier, Cinta, & Timbangan (2019) yang menceritakan tentang pandangan masyarakat terhadap perempuan yang menurut mereka tidak elok dipandang. Penggambaran standar kecantikan juga kentara dalam film ini.
Secara khusus, film ini menceritakan tentang masalah yang dialami perempuan masa kini, di mana mereka harus memenuhi kriteria tertentu untuk dapat dianggap "cantik". Menjadi motivasi, film ini dapat mematahkan stigma standar kecantikan perempuan dan membantu meningkatkan kepercayaan diri perempuan khususnya di Indonesia.