Perjalanan kami kali ini menempuh waktu yang agak panjang. Mengisi liburan selama 4 hari ke Wonosobo-Dieng, cukup dengan bermodalkan nekad saja kami pun mencoba berwisata ke tempat ini dengan mengendarai bis. Sudah tidak disangkal lagi, tempat wisata yang satu ini sangat ramai, terutama di waktu liburan panjang ini. Apalagi kami menaiki bis dari Jakarta yang pada waktu itu mencari tiketnya saja butuh perjuangan dan sempat bermacet ria di jalan. Hehehe..Â
Siap berangkat menuju Wonosobo (dokpri)
Sampailah kami di Wonosobo
Tapi, beruntungnya waktu liburan panjang mengunjungi tempat ini jatuh di bulan Mei. Bagi saya, bulan Mei adalah bulan yang pas untuk berkunjung ke tempat ini. Walaupun di bulan Agustus nanti sebenarnya ada salah satu acara tersendiri kota ini yaitu Dieng Festival. Menurut informasi yang saya dengar, di acara tersebutlah kita akan mengenal sekali kota Dieng. Tapi, mungkin lain waktu saya akan kembali ke tempat ini untuk meliput keindahan dan keunikan festival ini.
Welcome to Dieng (dokpria)
Baiklah, mari kita coba review perjalanan saya bersama anak-anak Travelmate Adventure ke kota Dieng. Dieng atau julukannya Negri di atas Awan ini merupakan salah satu kota indah nan asri yang dimiliki
Indonesia. NamaÂ
Dieng berasal dari gabungan dua kataÂ
bahasa Kawi: "di" yang berarti "tempat" atau "gunung" dan "
Hyang" yang bermakna (
Dewa). Dengan demikian, Dieng berarti daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam. Teori lain menyatakan, nama Dieng berasal dariÂ
bahasa Sunda ("di hyang") karena diperkirakan pada masa pra-
Medang (sekitar abad ke-7 Masehi) daerah itu berada dalam pengaruh politikÂ
Kerajaan Galuh.
(red. Wikipedia)
Berada di atas diantara pegunungan dengan dinginnya cuaca dan keramahan penduduknya menjadi daya tarik dari tempat ini. Dieng merupakan salah satu tempat paling saya rekomendasikan untuk dikunjungi, karena penuh dengan berbagai lokasi wisata yang jarak tempuhnya pun tidak jauh dari satu tempat ke tempat lainnya.
Di belakang tampak rumah Pak Barodin
 Selain itu, banyak sekali tempat menginap yang disediakan oleh penduduk, tapi kalian harus booked dari jauh-jauh hari ya, terutama di liburan panjang karena sudah pasti penuh dan akan kesulitan jika kalian mencari di hari H ketika kalian berada di tempat ini. Kami menginap di salah satu tempat tinggal milik Pak Barodin. Dan kami pun menyewa motor kepada beliau untuk berkeliling kota ini. Tarif sewa motor pun terbilang murah sehingga kami tidak kerepotan mencari-cari lagi.
Tampak dalam rumah Pak Barodin
Â
Daripada berlama-lama, saya akan coba mengulik beberapa tempat yang saya singgahi ketika berada di Dieng. Lets start my journey!
Menyempatkan diri untuk mengabadikan moment
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Sumur Jalatunda. Letaknya tidak jauh dari tempat tinggal kami. Hanya dengan membayar tiket sebesar Rp 5.000,- dan parkir sebesar Rp. 2.000,- kalian sudah bisa memasuki area wisata ini. VOILA!
Objek Wisata : Sumur Jalatunda
Sebenarnya kami sempat bingung dengan keberadaan sumur ini. Mungkin karena kami tidak menyewa guide, jadi kami agak sedikit tidak paham arti dari tempat ini, dan kami pun jadi mengira-ngira sendiri. Lucunya, ketika kami mampir ke tempat ini, pengunjung lain yang datang melempar koin ke tengah-tengah sumur ini. Katanya, jika melempar koin ke sumur ini dan koin jatuh tempat di tengah-tengah sumur, keinginan kita akan terkabul. Tapi, kembali lagi percaya tidak percaya. Hehehe…
Kira-kira seperti itulah penampakan Sumur Jalatunda. Kelihatannya nampak biasa saja, tapi jika dilihat dari dekat terlihat tinggi dan dalam. Saya sendiri tidak terlalu berani mendekati sumur tersebut, takut jatuh. hehehe... Tidak berlama-lama kami disini, kami pun melanjutkan perjalanan kami ke tempat kedua.
Pintu menuju Kawah Candradimuka
Objek wisata kedua yang kami datangi yaitu Kawah Candradimuka. Kota Dieng banyak memiliki objek wisata kawah karena letaknya yang berada di pegunungan. Jika ingin melihat kawah aktif nan panas dari dekat, silakan kalian mengunjungi kawah ini dengan tiket masuk sebesar Rp. 5.000,- dan parkir sebesar Rp. 2.000,- kalian sudah bisa memasuki area objek wisata ini.
Kawah Candradimuka dari dekat
Inilah penampakan dari Kawah Candradimuka. Kawah aktif ini membuat kami agak kesulitan bernafas jika tidak menggunakan masker. Oleh karena itu, diwajibkan bagi kalian yang ingin berkunjung menggunakan masker karena jika dihirup langsung kalian bisa pusing mendadak.Â
Hati-hati ya jika mengunjungi kawah ini, jangan sesekali terlalu dekat, karena udaranya sangat panas. Saking panasnya kalian bisa merebus telur dan membuatnya matang. hehehe.... Selesai kami berfoto bersama, tibalah waktunya bagi kami untuk meninggalkan tempat ini dan singgah ke objek wisata selanjutnya yaitu Kawah Sileri.
Kawah Sileri ini merupakan salah satu kawah besar di area Dieng. Terbentuk menyerupai telaga tapi didalamnya air menggolak mendidih dan panas. Usahakan tidak terlalu dekat dengan kawah karena pijakannya bebatuan kapur sehingga agak licin untuk dijejak, salah-salah kalian bisa jatuh ke dalam kawah itu.
Kawah Sileri tampak dari atas
Selesai menikmati kawah ini, kami melanjutkan ke objek wisata terakhir untuk hari pertama, yaitu Telaga Merdada. Telaga ini merupakan telaga terluas di Dieng. Dengan tiket sebesar Rp. 5.000,- kalian bisa menikmati tempat ini. Jika kalian yang senang mengabadikan moment, tempat ini sangatlah cocok. Pemadangan alami telaga ini menjadikan objek foto terlihat mengagumkan. Pasalnya pemadangan di belakang berupa sawah-sawah berjejer di bukit menjadikan foto tersebut nampak indah.
Latar belakang yang memukau
Telaga ini merupakan telaga yang terbentuk secara alami dari tadahan air hujan, jadi tidak ada sumber mata airnya. Di sepanjang pinggiran telaga ini terdapat tanah yang ditanami pepohonan kecil karena pada saat kami berkunjung ke tempat ini, kebetulan sedang ada acara penanaman pohon oleh muda-mudi. Inilah kegiatan yang patut untuk dicontoh, melestarikan alam dengan penanaman pohon kembali supaya tempat indah seperti Telaga Merdada ini tidak hilang atau rusak.
Sesudah selesai dan lelah berfoto, kami pun menutup hari pertama kami dengan mengunjungi tempat makan di area sekitar penginapan dengan mencoba mie kocok dan buah rika-rika.
Hari berikutnya, hari kedua kami di Dieng, kami pun mencoba bangun sebelum subuh karena hendak berencana ke Gunung Prau. Tapi, karena kami tidak bangun kami pun mencari alternatif tempat lain untuk menikmati Golden Sunrise, alhasil kami pun pergi ke Bukit Sikunir. Bukit Sikunir tidak terlalu tinggi tapi pemandangannya cukup indah, jadi kami tidak terlalu kecewa.
Golden Sunrise di Bukit Sikunir
VOILA! Inilah pemandangan yang kami dapatkan ketika menunggu sunrise di Bukit Sikunir. Golden Sunrise! Tidak akan pernah lupa dari ingatan kami berada di tempat itu. Mendaki bersama para pengunjung lainnya, melalui jalur lain yang agak ekstrim agar lebih cepat sampai di puncak bukit ini karena padatnya tempat ini dengan wisatawan lokal.
Inilah salah satu cara kami menikmati keindahan tempat ini. Di bulan inilah awan terlihat sangat pekat seperti gulungan ombak di laut dengan dilatarbelakangi Gunung Sindoro, Sumbing, Merapi & Merbabu. Bersama para sahabat mengunjungi salah satu tempat terindah di Pulau Jawa. Tidak akan terlupakan kenangan ini, hangat dan membingkai erat di hati.
Mengunjungi Bukit Sikunir ini merupakan salah satu hal yang wajib bagi para wisatawan ketika berkunjung ke Dieng jika tidak ingin lelah menghabiskan waktu ke Gunung Prau. Karena rendahnya bukit ini, tingkat kepadatan pun tinggi. Pasalnya ketika kami ke tempat tersebut, turunpun kami harus antri dibantu oleh para ranger. Dan saya baru sadar ternyata bukit ini dipenuhi oleh wisatawan yang ingin mengabadikan moment indahnya Golden Sunrise.Â
Sayangnya, karena padatnya pengunjung Bukit Sikunir, esensi menanjak pun hilang. Yang tertinggal hanyalah manusia yang berfoto selfi menggunakan kertas dan membuangnya begitu saja tanpa rasa bersalah. Inilah salah satu kebiasaan yang membuat alam kita rusak.Â
Hiruk pikuk pengunjung, sampah bertebaran sembarangan
Membuang sampah sembarangan, terutama sampah kertas dan plastik yang sulit bagi ekosistem untuk di musnahkan secara alami. Jadi, marilah kita bersama-sama menjaga kelestarian ekosistem alam ini, dengan membawa kembali sampah yang kalian bawa. Karena jika bukan kita yang menjaga, siapa lagi? Mulailah hal kecil dari diri kalian sendiri masing-masing ya kawan.
Padatnya arus turun dari Bukit Sikunir
Setelah lepas dari macetnya turun gunung. hahahah... kami pun melanjutkan perjalanan kami ke Kawah SIkidang. Tempat ini tidak terlalu jauh dari Bukit Sikunir. Sebenarnya untuk menuju kawah ini, kalian bisa melalui jalan di sebelah Candi Arjuna, tapi jika ingin berjalan akan cukup jauh. Karena kedua tempat ini dekat, maka kami diberikan tiket terusan. Objek wisata Kawah Sikidang & Candi Arjuna dijadikan satu tiket untuk masuk dengan membayar sebesar Rp. 10.000,-
Foto sejenak di depan spanduk Kawah Sikidang
Kawah Sikidang ini juga merupakan salah satu kawah besar yang ada di Dieng. Sepanjang jalan menuju kawah ini kalian akan menemukan aliran air panas. Jadi, hati-hati ketika berjalan. Selain itu, tingginya kadar belerang di kawah ini membuat tempat ini sedikit berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu, sangat dianjurkan menggunakan masker ketika berada disini.Â
Di tempat ini pun kalian bisa berfoto dengan burung hantu dan kuda dengan latar belakang kawah yang sangat menakjubkan ini.Â
Menunggani kuda putih di Kawah Sikidang
Â
Burung hantu di Kawah Sikidang
Belerang dan ubi-ubi ungu banyak dijual di tempat ini. Jika kalian tertarik, silakan mengunjungi tempat ini. Jika kalian singgah ke kawah ini, tidak ada salahnya melanjutkan perjalanan ke kawasan Candi Arjuna. Karena dari kawah ini, jika kalian menyusuri jalan setapak maka kalian akan sampai di kawasan candi, yaitu Candi Arjuna.
Candi Arjuna ini merupakan salah satu candi yang terlentak di Dieng. Terdiri lima bangunan yaitu Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra yang merupakan sejarah peninggalan Dinasti Sanjaya dari Mataram Kuno. Inilah sedikit penampakan Candi Arjuna.Â
Kawasannya yang hijau dan rapi ini sangat cocok bagi keluarga yang sedang berkumpul. Banyak pula badut-badut untuk teman berfoto berlatar belakang candi. Banyak pula yang menggelar tikar dan melepas lelah sejenak di tempat ini. Di kawasan candi pun disediakan gazebo untuk tempat beristirahat dan menunggu ketika hujan tiba, yang waktu itu kami rasakan.
Lingkungan candi yang asri inilah yang membuat kami nyaman menghabiskan waktu bersenda gurau sejenak. Tapi, sayangnya ketika kami berada di sana, ada beberapa candi sedang direnovasi. Tapi, walaupun demikian, tetap tidak mengurangi keindahan dari kawasan candi-candi tersebut. Kabutnya yang menggumpal membuat candi ini terlihat lebih menawan.
Cara kami menikmati tempat ini
Selesai melepas lelah, kami pun melanjutkan perjalanan kami ke Bukit Ratapan Angin. Jika kalian ingin mengetahui sejarah Dieng, kalian bisa mampir ke Dieng Plateu Theater, disinilah kalian akan tahu sejarah rambut gimbal dan sejarah Dieng.
Letaknya satu kawasan dengan Bukit Ratapan Angin. Tapi, karena waktu yang tidak memungkinkan kami untuk memasuki area Dieng Plateu Theater, akhirnya kami melipir ke Bukit Ratapan Angin yang tidak kalah kerennya lagi.
Lets check this place!
Letak Bukit Ratapan Angin cukup tinggi, di atas bukit ini kalian dapat melihat indahnya Telaga Warna Dieng. Telaga yang bisa berubah warnanya, kadang menjadi hijau, kadang menjadi kuning tergantung cahaya yang menjamah telaga tersebut. Perubahan warna ini terjadi karena air dalam telaga ini mengandung sulfur yang sangat tinggi sehingga ketika sinar matahari mengenai telaga ini, maka warnanya akan beruba-ubah.
Kami menikmati keindahaan telaga dari atas Bukit Ratapan Angin. Diberikan nama demikian karena anginnya yang kencang kadang menimbulkan desis suara seperti seseorang yang sedang meratapi kesedihan. Foto di atas menunjukan salah satu spot terfavorite ketika mengunjungi Bukit Ratapan Angin.Â
Perkebunan di antara bukit
Bukit ini pun menyimpan keindahan kebun bunga dan tanaman yang tumbuh subur. HIjau di sekitaran bukit ini semakin menambah kesejukan tempat ini. Selain itu juga ada Jembatan Merah yang bisa kalian kunjungi, melewati jembatan tersebut saja harus menggunakan alat pengaman. Disitulah sensasi ketika berjalan di atas Jembatan Merah ini. Selain itu juga, kalian dapat menikmati flying fox yang disediakan hanya dengan membeli tiket sebesar Rp. 25.000,-
Jembatan Merah di Bukit Ratapan Angin
Perjalanan kami mengunjungi beberapa objek wisata di Dieng ditutup dengan istirahat kembali ke penginapan. Karena setelah pulang dari Batu Ratapan Angin, hujan pun akhirnya mengguyur desa ini. Suasana semakin dingin menyelimuti penginapan, sehingga kami pun akhirnya beristirahat menghindari sakit.
Malam harinya kami keluar mencari makan lalu kembali untuk packing barang-barang dan bergegas pulang. Sedih rasanya meninggalkan tempat ini. Sudah sangat nyaman dan beradaptasi dengan lingkungan di sekitar tempat wisata ini.
In frame : Ica, Erwin, Ami, Rahel, Supray
Perjalanan panjang bersama kami pun berakhir juga. Salam lestari! Akhir kata, jika kalian ini bergabung bersama kami, silakan klik fanpage kami & kontak para
adminnyaBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya