Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Salahkah Pria Menikahi Wanita yang Lebih Tua?

29 Agustus 2016   09:41 Diperbarui: 29 Agustus 2016   16:18 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Usia wanita yang lebih tua daripada suami memungkinkan untuk penikahan bahagia bila disikapi dengan baik (foto: www.lifestylefood.com.au)

Banyak yang berpendapat kalau dalam berumah tangga, pria harus lebih segalanya daripada perempuan sebab lelaki adalah kepala keluarga. Kelebihan suami yang diharapkan misalkan dalam usia yang lebih tua, perekonomian yang lebih matang, kecerdasan yang lebih baik, fisik yang lebih tinggi, dan lain sebagainya.

Bila sebaliknya yang terjadi misalkan usia wanita yang lebih tua maka dikhawatirkan wanita akan mendominasi sang suami, padahal yang diharapkan pria harus bisa lebih ngemong. Tidak heran banyak yang menilai aneh bila ada wanita yang usianya lebih tua berpasangan dengan pria lebih muda.

Hal inilah yang menjadi landasan mengapa banyak yang percaya kalau pria sebaiknya menikah dengan yang lebih muda sebab pria yang lebih tua usianya bisa menuntun wanitanya. Usia suami yang lebih matang dianggap bisa lebih dewasa dalam memimpin keluarga.

Namun satu hal yang pasti, usia tidak bisa sepenuhnya dijadikan parameter kedewasaan seseorang sebab banyak faktor yang memengaruhi kematangan pola pikir. Kita sendiri banyak melihat yang sudah berusia 30 atau 40 tahun banyak juga yang masih kekanakan. Itulah sebabnya sangat penting melihat calon pasangan berdasarkan karakter, kecocokan, dan kenyamanan saat bersamanya.

Pria sebaiknya menikah dengan wanita yang lebih muda juga didasarkan atas pemahaman agama yang mengatakan kalau wanita berasal dari tulang rusuk pria. Artinya pria yang terlebih dahulu diciptakan sebab tidak mungkin tulang rusuk yang terlebih dahulu dibentuk daripada Adam. Artinya, bila suami lebih tua daripada istri berarti mereka berjodoh bila sebaliknya tidak jodoh. Benarkah demikian?

Sejauh ini belum ada literatur ilmiah atau agama yang berani menegaskan kalau jodoh hanyalah antara pria yang lebih tua dengan wanita yang lebih muda. Memang dari sudut pandang agama wanita diciptakan dari tulang rusuk pria namun hal ini lebih mengacu kepada peran pria dan wanita. Dimana suami berperan sebagai kepala keluarga dan wanita adalah penopang yang sepadan dengan pria.

Bila memang benar jodoh hanya sebatas perkara pria lebih tua dengan wanita lebih muda coba kita lihat lagi selisih hari penciptaan Adam dengan Hawa yang hanya terpaut sekian hari. Apakah artinya hal tersebut berarti jodoh harus terpaut beberapa hari saja? Tentu saja tidak.

Dijelaskan kalau Hawa memang berasal dari tulang rusuk Adam namun bukan berarti semua wanita lain diciptakan dari tulang rusuk jodohnya. Sebab semua manusia setelah Adam dan Hawa berasal dari sperma sang ayah dan ovum sang ibu. Oleh karena itu, hindari menggunakan tulang rusuk sebagai acuan dalam menentukan usia pria dan wanita yang berjodoh. Meskipun penulis yakin tidak ada yang salah dengan pernikahan wanita yang lebih tua dengan pria yang lebih muda, namun ada beberapa pertimbangan yang harus dipikirkan matang-matang sebelum mengambil keputusan.

Pasangan harus menyadari kalau umumnya secara fisik wanita lebih cepat menua daripada pria jadi hal ini perlu dipertimbangkan sebab fisik yang tidak menarik lagi bisa saja memengaruhi cara pandang suami terhadap istri. Belum lagi masa menopause wanita yang terlebih dahulu daripada pria (khusus hal ini bisa diperlambat dan dicari solusinya sehingga bisa meminimalkan masalah hubungan intim suami istri. Saya akan bahas di artikel berikutnya).

Wanita dan pria yang usianya terpaut jauh bisa menimbulkan perbedaan cara berpikir, menyikapi hidup, keseimbangan emosi, selera berpakaian, topik pembicaraan, selera musik, dan lain-lain. Artinya semakin jauh perbedaan umur suami istri maka semakin berat tantangan dan risiko konflik yang dihadapi.

Oleh sebab itu, penulis menarik kesimpulan sedapat mungkin usia wanita tidak terlalu jauh daripada pria. Sebaiknya berbeda hanya satu, dua, atau tiga tahun. Hal ini disebabkan perbedaan usia demikian tidak terlalu terasa dan tetap bisa nyambung bila sedang saling bercengkerama dan berbincang. Tentu saja tidak salah bila menikah dengan usia yang terpaut lima tahun atau lebih asalkan memang pasangan yakin bisa menyikapi kesenjangan keduanya.

Berapa pun selisih usia suami-istri sejauh sang pria bisa menempatkan diri menjadi kepala rumah tangga dan wanita menghormati suaminya sebagai pemimpin ditambah lagi saling menghargai serta menerima apa adanya maka kemungkinan pasangan bisa terus bersama sampai tua. Pernikahan yang langgeng dalam keindahan everlasting love pun menjadi sebuah keniscayaan. 

Sebaliknya sekalipun pernikahan dimana suami yang lebih tua namun otoriter atau pernikahan pasangan usia sebaya yang sama-sama keras kepala dan sulit mengalah maka pernikahan demikian tentu sulit langgeng. Artinya, semua kembali kepada bagaimana kemampuan sang suami dan istri saling menyesuaikan satu sama lain.

Salam,

Rahayu Damanik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun