Salah satu kebahagiaan terbesar yang dialami seseorang adalah menikah dengan orang yang dikasihi. Namun terkadang mungkin karena saking fokus memikirkan acara resepsi nan megah maka rencana tempat tinggal setelah menikah pun kurang direncanakan dengan matang. Akhirnya, tidak jarang memilih tinggal satu rumah dengan mertua.
Kondisi akan adem ayem saja bila jalinan hubungan antara menantu dan mertua sangat baik. Apalagi kalau mertua menganggap sang menantu bak anak sendiri. Ada yang mengatakan kalau pria lebih mudah beradaptasi bila tinggal bersama dengan orang tua istri daripada istri yang tinggal serumah dengan orang tua suami. Namun menurut penulis, akurnya hubungan mertua menantu dalam satu rumah sangat dipengaruhi karakter keduanya.
Bila mertua dan menantu sama-sama bersifat seperti telur maka saat ada sedikit gesekan, hubungan pasti demikian mudah pecah. Sebaliknya bila mertua dan menantu sama-sama memiliki sifat seperti bola tenis maka terbentur sekeras apa pun dia tidak akan pecah malah akan melambung lebih tinggi. Hubungan juga tidak akan bisa terjalin manis bila hanya mertua atau menantu yang berkarakter seperti bola tenis. Keduanya harus memiliki kematangan karakter yang mengetahui apa yang seharusnya dilakukan atau dihindari.
Menantu yang tinggal serumah dengan mertua sering menilai kalau mertua terlalu cerewet dan suka ikut campur urusan keluarga. Apalagi bila ada saudara ipar yang juga tinggal serumah, pada umumnya juga akan berpihak kepada orang tua sendiri daripada pasangan saudara kandung yang berstatus menantu di tengah keluarga. Saking cerewetnya ada menantu yang menyebut mertuanya judes bak orang yang baru makan sambal Kalasan yang pedasnya berasa banget di telinga he..he..Lebih mengesalkan kalau kecerewetan mertua dibarengi dengan suami yang tidak peka dengan apa yang dialami istri. Siap-siap perang dunia ketiga!
Serumah dengan mertua memang tidak bisa membuat pasangan menikah bebas seperti di rumah sendiri misalkan dalam hal menata perabotan rumah, mengatur menu makanan, dan pengelolaan keuangan rumah tangga. Hal tersebut pun tidak jarang menimbulkan banyak gesekan mertua menantu. Lihat saja hidup bersama orang tua dan saudara sendiri saja sering berbeda pendapat apalagi dengan orang yang baru dikenal. Pastinya tidak mudah memahami karakter masing-masing apalagi memiliki sifat yang jauh berbeda bahkan berseberangan dengan menantu.
Kondisi seperti ini akan semakin tajam bila mertua yang pastinya memiliki pengalaman lebih banyak merasa perlu ikut campur mengurus keperluan anak dan menantunya yang sebenarnya ingin belajar dari nol, mandiri, dan mengambil keputusan sendiri. Inilah sebabnya tinggal terpisah dari mertua akan menjaga jalinan silaturahmi agar tidak semakin parah. Bila suami dan istri bertengkar maka sering orang tua akan berpihak ke anak sendiri daripada menantu sekalipun mungkin sang anaklah yang bersalah. Bila menyangkut kepentingan anak, sering orang tua sulit bersikap objektif dan akibatnya mertua akan semakin tidak menyukai menantu yang bertengkar dengan anaknya. Suasana memanas seperti ini tentu tidak baik bagi rumah tangga dan hubungan suami istri sebab menantu merasa telah diperlakukan tidak adil oleh mertua.
Tinggal satu rumah dengan mertua juga akan menimbulkan persaingan di antara menantu dan orang tua. Satu pihak, pasangan ingin agar suami atau istrinya lebih mengutamakan dia namun mertua yang sebagai orang tua merasa memiliki hak yang lebih besar untuk diutamakan oleh anaknya sendiri melebihi siapa pun termasuk oleh sang menantu. Persaingan ini pun kerap menjadi sumber konflik di antara suami dan istri.
Konflik mertua menantu akan semakin tajam bila pasangan menikah sudah memiliki anak dan ternyata menantu mertua memiliki pandangan yang berbeda dalam cara pengasuhan. Misalkan menantu ingin bila anaknya salah harus diberikan teguran namun sebaliknya mertua merasa cucunya jangan dikerasin. Hal yang kecil bisa menjadi masalah besar dalam rumah tangga yang dalam keadaan demikian sebab baik pihak mertua atau menantu merasa pendapatnya yang paling benar. Tepatlah sebuah ungkapan kalau sebuah istana harus memiliki satu ratu dan satu raja. Keberadaan dua ratu atau dua raja dalam satu rumah tidak akan berdampak baik bagi keduanya.
Bila memungkinkan sebaiknya keluarga baru memang tinggal terpisah dari mertua sehingga hubungan yang terjalin dengan mertua pun bisa lebih manis dan tidak penuh ketegangan. Sudah menjadi hal yang wajar bila setelah menikah pasangan mengutamakan untuk membangun kebahagiaan keluarganya termasuk menghindarkan dari situasi yang begitu mudahnya menyulut amarah. Hal ini pun akan dialami anak-anak kita kelak, mereka akan menikah dan ‘meninggalkan’ orang tua untuk bersatu dengan pasangannya.
Demi menjaga hubungan baik, menantu mertua sungguhlah tepat bila tinggal terpisah sekalipun belum memiliki rumah sendiri. Pasangan akan lebih fokus membina hubungan dengan suami/istri dan anak-anak. Tugas menjalin hubungan dengan pasangan dan anak-anak bukanlah perkara yang mudah sehingga banyak terjadi perceraian, jadi bila memungkinkan jangan ditambah dengan persoalan yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Banyak yang mengatakan seindah-indahnya pondok mertua tentu lebih enak tinggal sederhana di rumah kontrakan. Memulai segala sesuatu dari awal dan dengan makan seadanya. Saat-saat ini justru efektif meningkatkan rasa kebersamaan di antara suami istri sehingga intimacy bisa terjalin dengan lebih baik. Memilih tinggal terpisah dengan mertua tidak menunjukkan seseorang adalah menantu atau anak yang durhaka sebab ini juga untuk kebaikan cucu-cucu mertua yang pasti akan lebih bahagia bila melihat orang tuanya hidup senantiasa akur. Tinggal terpisah dengan mertua dan orang tua hanyalah perpisahan secara fisik, jalinan emosional akan terbangun dengan baik seiring dengan selisih paham yang semakin berkurang. Lagipula sebagai seorang dewasa yang sudah menikah selayaknya mampu menilai apakah sesuatu itu baik bagi pernikahan atau malah akan justru berbahaya bagi semua pihak.
Keluarga baru yang tinggal terpisah dari mertua akan lebih mudah belajar, menjalankan peran, dan bertanggung jawab sebagai kepala keluarga dan penopang suami yang baik. Suami akan lebih cepat memahami bagaimana seharusnya mengasihi istri dan mendidik anak-anak pun demikian istri lebih mudah belajar bagaimana menghormati suami dan menjadi ibu bagi anak-anak. Artinya, pasangan dan anak-anak akan lebih mudah menggapai cita-cita dan visi rumah tangga menjadi keluarga yang damai dan tentram serta menjadi ispirasi bagi keluarga lain.
Salam,
Rahayu Damanik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H