Misalkan seseorang yang terindikasi penyakit jantung maka calon peserta mungkin saja diterima menjadi peserta asuransi swasta namun nanti setelah menjadi peserta maka pengobatan yang berkaitan dengan penyakit bawaan tadi yaitu penyakit jantung tidak akan di-cover. Seseorang dengan penyakit bawaan bisa saja diterima menjadi peserta asuransi swasta namun klaim yang berkaitan dengan penyakit bawaan tidak akan di-cover sampai peserta membayar premi selama dua tahun.
Betapa berbeda dengan BPJS yang memberikan perlindungan tak terbatas karena menerima semua calon peserta tanpa memandang riwayat penyakit sebelumnya dan usia. Semua penyakit baik penyakit bawaan atau penyakit baru akan ditanggung oleh BPJS tanpa terkecuali dan tidak perlu medical check up untuk menjadi peserta BPJS. Calon peserta cukup mengisi formulir, melengkapi persyaratan, membayar premi, dan mengikuti semua prosedur BPJS.
Perusahaan asuransi swasta menerapkan aturan yang ketat sebelum menerima calon peserta karena perusahaan tidak mau rugi akibat memiliki peserta dengan riwayat penyakit jantung, diabetes, atau sakit ginjal. Bila seseorang sudah pernah didiagnosis penyakit demikian maka besar kemungkinan untuk terjadi lagi penyakit yang sama di masa yang akan datang.
Akibatnya? Bisa terjadi pembengkakan biaya perawatan kesehatan atau terjadi kematian yang mewajibkan perusahaan asuransi swasta untuk mengeluarkan uang pertanggungan (UP). Hal ini tentulah dihindari perusahaan asuransi swasta yang menginginkan adanya profit dari uang premi peserta asuransi.
BPJS selain tidak membatasi plafon tagihan pengobatan juga memberikan peserta fasilitas full cashless artinya walau sedang tidak memiliki uang, peserta bisa mendapatkan perawatan dengan menunjukkan kartu BPJS. Apa jadinya bila BPJS memberlakukan sistem reimbursement maka harus ada uang di kantong bila ingin mendapatkan perawatan. Tidak salah lagi bila BPJS sangat bagus dalam menawarkan premi terjangkau namun dengan manfaat yang tidak dibatas-batasi.
Fasilitas Kesehatan BPJS Semakin Meningkat dan Semakin Berdampak Luas
Manfaat BPJS yang luar biasa ini tidak bisa tetap bertahan bila tidak didukung sebuah sistem yang kuat. Rujukan pelayanan BPJS dibuat secara berjenjang mulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Artinya, bila sakit peserta BPJS harus berobat terlebih dahulu ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, dan dokter praktik pribadi.
Saat mengunjungi puskemas, peserta BPJS memang benar-benar untuk berobat bukan hanya untuk meminta surat rujukan dokter. Bila penyakit tidak bisa ditangani oleh dokter puskesmas/klinik/dokter praktik pribadi barulah dirujuk ke rumah sakit. Temasuk bila pasien merasa perlu dioperasi tetap harus berobat dulu ke puskesmas.
Bila memang dokter puskesmas menilai perlu diberikan rujukan maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit. Saat pergi ke rumah sakit, pasien harus membawa kartu BPJS, kartu pasien, dan  surat rujukan dari puskesmas.
Pengecualian apabila peserta mengalami gawat darurat bisa langsung ke IGD semua rumah sakit tanpa surat rujukan. Bila menemukan rumah sakit yang menolak pasien gawat darurat meskipun tidak kerja sama dengan BPJS maka hal ini perlu dilaporkan agar diberikan teguran.
Satu hal yang membuat saya terperangah adalah pengakuan dari Bapak Bayu Wahyudi menyebutkan kalau pegawai BPJS juga menggunakan kartu BPJS dan harus rela mengantre untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.