Uluran Tangan Seorang Pejabat
Masih lekat dalam ingatan. Pada tanggal 21 Juli 2015 saya, suami, dan anak-anak mengunjungi pemakaman oppung (orang tua almarhum bapak) saya di Nagori Tani Kecamatan Silau Kahean Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Sekitar pukul dua belas siang, setelah lima jam perjuangan di dalam mobil menembus jalanan rusak nan terjal, sampailah kami di tanah kelahiran bapak saya.
Mengejutkan karena saat tinggal beberapa meter dari rumah dan pemakaman oppung, tiba-tiba mobil kami harus berhenti dan menepi demi memberi jalan bagi rombongan mobil yang sedang lewat. Seperti ada seorang pejabat beserta rombongan yang datang.
Saya bertanya pada penduduk yang antusias memadati jalan perkampungan untuk menyaksikan peristiwa yang jarang terjadi di salah satu pedalaman tersebut. Ada apa gerangan? Ternyata rombongan Bupati Simalungun sedang datang berkunjung ke Nagori Tani.
Rombongan mobil itu pun berhenti di depan rumah oppung saya. Ternyata beliau datang untuk mengangkut penduduk Nagori Tani yang sedang sakit. Tak disangka ternyata rumah warga yang sakit itu berdampingan dengan rumah Oppung.
Penduduk Nagori Tani itu diangkat dengan tandu dan dimasukkan ke dalam sebuah ambulans yang kabarnya akan diangkut dengan menggunakan helikopter menuju rumah sakit yang memiliki fasilitas yang lengkap. Cukup jauh dari Nagori Tani.
Hanya terpisah sekitar tiga rumah dari rumah warga yang sedang sakit itu, ada rumah bapak tongah (adik kandung bapak) saya. Sayangnya bapak tongah saya sudah meninggal sekitar dua puluh tahun yang lalu.
Beliau menderita sakit tumor. Namun karena tidak ada uang dan keluarga besar tidak ada yang bisa diandalkan untuk biaya pengobataan maka bapak tongah saya terpaksa hanya mengandalkan obat kampung hingga suatu saat beliau meninggal dunia.
Saya masih ingat banget pernah disuruh untuk mengoleskan obat tradisional ke bagian kaki bapak tongah yang sempat tinggal sekian lama di rumah saya. Saya tidak tahu persis bagaimana kisahnya mengapa bapak tongah sampai tinggal beberapa saat di rumah saya.
Namun yang pasti ketersediaan danalah yang membuat bapak tongah tidak mendapatkan pengobatan yang optimal. Dua puluh tahun yang lalu, bapak mama juga masih hidup dalam kesederhanaan. Sehingga tidaklah memungkinkan membiayai pengobatan bapak tongah yang sungguh menderita dengan tumor di bawah perut yang kian hari semakin membesar.
Saya berandai-andai bila saja bapak tongah saya yang mendapat pertolongan sang bupati dua puluh tahun yang lalu mungkin beliau bisa mendapatkan pengobatan medis, sembuh, dan tidak meninggalkan istri dan lima orang anak yang masih sangat kecil-kecil. Saya pun sadar ternyata tidak bisa mengandalkan uluran tangan seorang pejabat untuk sembuh. Apalagi saya memiliki banyak sekali keluarga besar yang hidup susah di Nagori Tani.
Sungguh tidak mungkin semua keluarga saya berharap dan mengandalkan uluran tangan seorang pejabat. Harus ada sebuah sistem yang diciptakan agar mereka seluruhnya bisa mendapatkan perawatan atas penyakit yang diderita.
Apalagi keluarga kami tidak bisa diandalkan untuk menggelontorkan uang puluhan atau ratusan juta demi mengobati penyakit salah seorang dari keluarga besar. Belum lagi jumlah keluarga besar yang dari bapak dan mama begitu banyak dan rata-rata memiliki penghasilan harian yang mungkin tidak cukup untuk makan sehari.
Jadi, bila sakit jangan berharap mendapat perawatan dokter atau dirawat di rumah sakit. Siapa yang bisa menjamin dengan kesibukan sang pejabat, suatu saat bila salah seorang keluarga saya sakit bisa bernasib mujur seperti tetangga oppung yang langsung didatangi oleh seorang bupati?
Acara Nangkring Kompasiana - BPJS yang Menginspirasi
Sekalipun saya tinggal jauh di ibu kota namun saya sungguh ingin menunjukkan kepedulian kepada keluarga besar, khususnya saat ada yang sakit. Caranya tentu saja tidak mudah mengingat kami adalah keluarga muda yang terkadang masih kelabakan memenuhi kebutuhan hidup.
Saya pun bersyukur bisa mendengar langsung penuturan Bapak Bayu Wahyudi yang merupakan Direktur hukum komunikasi dan hubungan antar lembaga BPJS kesehatan. Beliau menjelaskan banyak hal mengenai konsep gotong-royong BPJS yang sungguh-sungguh membuat saya merasa lega karena menemukan sebuah solusi. Jalan keluar yang bisa membantu banyaknya keluarga besar saya yang masih banyak hidup dalam perjuangan yang sangat berat.
Bapak Bayu Wahyudi menjelaskan dengan turut menjadi peserta BPJS saya sudah berpartisipasi aktif membangun kesehatan masyarakat Indonesia yang lebih baik. Betapa terharunya, hanya dengan membayar sejumlah premi untuk keluarga kecil, saya sudah turut membantu pengadaan pengobatan dan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. Tentunya termasuk keluarga besar saya yang banyak hidup di bawah garis kemiskinan.
Saya dan keluarga membayar total premi terjangkau yang nilainya jauh di bawah premi asuransi swasta namun dampaknya ratusan keluarga besar saya bisa merasakan pengobatan gratis. Siapa yang tidak terharu membayangkan kelak tidak akan terulang lagi peristiwa seperti yang dialami bapak tongah saya?
Sakit rasanya membayangkan saat salah seorang keluarga datang dengan penderitaannya dan berharap bisa mengandalkan saya namun saya tidak berdaya berbuat apa-apa. Saya yakin dulu bapak saya merasakan perasan bersalah. Sungguh sedih melihat adik kandung sendiri tidak mendapatkan perawatan karena ketiadaan uang. Satu sisi ingin membantu namun di sisi lain, dana untuk istri dan anak-anak masih penuh perjuangan.
Suka atau tidak suka, ungkapan pilu yang mengatakan “orang miskin dilarang sakit” adalah sebuah fakta yang terjadi di keluarga besar saya. Bila tidak memiliki tanah atau aset untuk dijual maka saat sakit, siap-siap berobat kampung yang biayanya relatif murah namun belum terbukti khasiatnya.
Bisa dirawat di rumah sakit adalah sebuah kemewahan yang sulit dijangkau oleh mereka. Tidak heran bila seumur hidup, banyak keluarga besar saya yang belum pernah menginjakkan kaki di rumah sakit.
Saya bersyukur sekali dengan adanya BPJS ini. Biaya berobat yang sangat mahal ini menjadi gratis bagi warga miskin karena premi mereka ditanggung pemerintah dan menjadi sangat terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia yang mampu membayar. Seolah pemerintah mengajarkan prinsip sedia payung sebelum hujan. Tidak takut lagi kalau tiba-tiba ada anggota keluarga yang sakit karena perlindungan BPJS yang sangat lengkap sehingga kita merasa tenang dan yakin bisa sembuh.
Selain itu, keluarga besar saya terbebas dari keharusan meminjam uang kepada rentenir atau menjual rumah kecil satu-satunya demi berobat ke rumah sakit. Bagaimana tidak? Dengan premi kelas kelas tiga 25.500, kelas dua 51.000, atau kelas satu 80.000 saya sudah bisa membantu ratusan bahkan mencapai ribuan keluarga besar saya untuk berobat gratis termasuk untuk operasi tumor seperti yang dialami oleh bapak tongah saya.
Anggaplah saya tidak akan pernah memakai kartu BPJS karena merasa jarang sakit namun premi saya tidak akan sia-sia karena dipergunakan untuk membantu masyarakat Indonesia yang sedang terbaring lemah. Suatu saat pastilah ada gilirannya keluarga besar saya di kampung yang bisa menikmati pengobatan gratis tersebut. Jadi, tidak ada yang salah kalau saya, suami, dan anak-anak menjadi peserta BPJS.
Artinya? Pupus harapan seperti yang dialami bapak tongah saya tidak akan pernah terjadi lagi. Selain itu, tidak perlu lagi ada rasa bersalah yang harus dialami oleh seorang abang yang merasa tidak berdaya menolong sang adik. Cukuplah kejadian memilukan itu terjadi sekali.
Syukurlah akhirnya pemerintah kini membuat sebuah program kesehatan yang bisa memproteksi seluruh masyarakat dengan premi terjangkau bahkan gratis bagi yang tidak mampu. Sebelumnya pogram keren seperti ini hanya terbatas pada pegawai negeri dan ABRI melalui PT. Askes. Bukankah hal yang patut disyukuri bila perlindungan kesehatan itu kini meluas ke seluruh lapisan masyarakat melalui BPJS?
Walau masih perlu banyak penyempurnaan, BPJS adalah sebuah jawaban yang sudah lama ditunggu-tunggu. Sekian lama bangsa ini berusaha mengubah nasibnya yang dimulai dari perjuangan kemerdekaan. Sayangnya, meskipun sudah puluhan tahun gema proklamasi itu digaungkan masih banyak sekali masyarakat bangsa yang sudah merdeka ini belum bisa menikmati kemerdekaan itu.
Bagaimana tidak? Saat mereka sakit, semua rumah sakit menolak karena tiada yang bisa menjamin biaya perawatan. Sementara mereka yang berdompet tebal dengan mudahnya menerima perawatan terbaik. Sampai kapan kita tega melihat jurang yang terbentang luas di antara sesama keluarga besar Bangsa Indonesia?
Konsep Gotong-royong Membangun Kualitas Kesehatan Bangsa
Menurut KBBI, gotong-royong memiliki arti bekerja bersama-sama dengan tolong- menolong untuk memperoleh hasil atau tujuan yang diharapkan. Sebagai mahluk sosial tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sehebat apa pun seseorang, cepat atau lambat pasti akan membutuhkan bantuan orang lain.
Kesadaran inilah yang membuat saya sungguh mendukung program BPJS yang bertujuan untuk memecahkan masalah kesehatan masyarakat bangsa secara bersama-sama. Pemerintah tidak mampu sendirian mengatasi permasalahan yang berat ini sehingga diperlukan kerja sama seluruh warga dengan bahu membahu.
Saya melihat konsep gotong-royong BPJS ini sama seperti bapak-bapak warga cluster tempat tinggal saya yang melakukan gotong-royong untuk membabat rumput di area cluster hari Minggu kemarin. Permasalahan kesehatan akan cepat diselesaikan bila dikerjakan semua pihak.
Ibaratnya, rumput dan semak belukar yang demikian banyak perlu dicangkul, dibabat, dan dibersihkan secara bersama-sama. Begitu juga dengan sampah-sampah dan bebatuan akan lebih cepat disingkirkan jika mengerjakannya dengan gotong royong. Hal yang sama berlaku dengan BPJS; sebuah perusahaan yang bertujuan memberikan pelayanan kesehatan terjangkau bahkan gratis untuk masyarakat tidak mampu namun dengan kualitas optimal.
Gotong-royong merupakan sebuah warisan budaya bangsa yang menjanjikan solusi bagi permasalahan biaya pengobatan yang terkesan dikomersialisasi. Sungguh sebuah sikap kebersamaan dan kerja sama yang perlu ditanamkan karena berpotensi menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan tanpa memandang agama, suku, dan latar belakang.
Misalkan saja pada kasus tumor dibutuhkan biaya operasi sebesar 30.000.0000 Rupiah maka bila peserta membayar iuran 80.000 per bulan artinya biaya operasi tumor tersebut ditanggung secara bersama-sama oleh peserta lain yang sehat = 30.000.000 Rupiah : 80.000 Rupiah= 375 orang yang menanggung biaya operasi satu kasus tumor.
Artinya, meskipun nilai premi terjangkau namun kalau dikumpulkan seluruh premi dari masyarakat Indonesia maka akan semakin ringan beban bersama yang harus ditanggung. Suatu saat bila giliran saya, suami, atau anak-anak yang sakit maka peserta lain juga akan menanggung bersama biaya perawatan kami. Artinya, berkat gotong-royong ini semua masyarakat Indonesia tidak perlu terbebani lagi dengan biaya pengobatan yang membuat sesak nafas.
Misalkan saya membayar uang premi ke BPJS sebesar 51.000 sebulan, dalam jangka waktu setahun terkumpul sekitar 612.000. Sepuluh tahun terkumpul premi sebesar 6.120.000. Nah, dalam sepuluh tahun sudah berapa besar manfaat yang dapat saya terima? Mengingat saya ini boleh dikatakan langganan rumah sakit entah itu rawat jalan atau rawat inap.
Misalkan saja, baru-baru saya baru saja di-endoscopy yang menelan biaya sekitar 15 juta Rupiah. Untuk biaya rawat inap semalam saja tidak bisa ditutupi oleh uang premi BPJS saya dalam sepuluh tahun bukan? Wah, dipikir-pikir betapa besar keuntungan yang saya peroleh dengan sistem gotong royong BPJS ini.
Ini baru saya, belum lagi anak-anak yang lebih sering sakit dan belum terhitung keluarga besar yang preminya digratiskan. Dalam hati saya berdoa dan berharap semoga program BPJS ini terus berjalan sekalipun terjadi pergantian jabatan dalam pemerintahan.
Saya membayangkan bila sekitar dua puluhan tahun yang lalu program gotong-royong BPJS sudah berlaku maka bapak tongah saya akan rela mengantre demi mendapatkan pengobatan gratis daripada pasrah dengan tumor yang kian membesar. Apa saja akan dilakukan asal bisa mendapatkan layanan, pengobatan, dan operasi yang gratis.
Program gotong-royong BPJS nilah yang membuat ego saya tersentuh. Saya tidak perlu meninggalkan panggilan hidup menjadi penulis dan pengusaha day care untuk berjuang menjadi seorang pejabat demi menjamin kesehatan keluarga besar dari bapak dan mama saya.
Saya tidak dapat menolong satu persatu anggota keluarga saya yang jauh di kampung, namun melalui partisipasi saya di BPJS, saya membuktikan pada keluarga bahwa saya peduli pada mereka. Sebentuk perhatian dan kepedulian yang tidak hanya di bibir saja.
Peran Pemerintah dalam Gotong-royong BPJS
Satu hal yang paling saya kagumi dari BPJS adalah kepedulian pemerintah yang sangat terlihat dengan adanya tanggungan premi terhadap rakyat miskin. Peserta yang tidak mampu membayar premi ini disebut dengan PBI Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Sebagai pihak yang memiliki banyak keluarga yang tidak mampu khususnya yang tinggal di kampung, saya tentu menyambut baik apa yang dilakukan pemerintah. Angka penerima Bantuan Iuran (PBI) sampai dengan Mei 2016 mencapai 105.143.521 jiwa.
Semua masyarakat tidak mampu baik di kota dan di desa yang menjadi peserta BPJS berhak mendapat pengobatan gratis yang ditanggung oleh pemerintah. Perusahaan asuransi mana yang bersedia melakukan pelayanan sosial seperti ini?
Siapa yang tidak terharu membayangkan keluarga besarnya yang sudah terbukti tidak mampu menjangkau pengobatan modern kini mendapat pelayanan kesehatan gratis? Apalagi dengan keberadaan JKN, maka seluruh masyarakat mampu dan tidak mampu wajib menjadi peserta BPJS. Termasuk Pegawai Negeri Sipil, TNI, Polri, pejabat negara, pimpinan dan anggota dewan, pegawai swasta, pemberi kerja, dan semua rakyat Indonesia tanpa terkecuali.
Artinya BPJS akan mendapat dukungan dana premi dari seluruh masyarakat Indonesia sehingga program gotong-royong semakin bisa berjalan dengan baik. BPJS semakin leluasa meningkatkan pelayanan, dan kekhawatiran kolapsnya BPJS semakin kecil.
Kolaps? Mungkinkah BPJS berhenti beroperasi? Tentu saja karena besarnya visi BPJS yang ingin memberikan perlindungan kesehatan gratis dan terjangkau bagi masyarakat.
Apalagi saat baru dibukanya BPJS, ribuan orang berbondong-bondong menyerbu rumah sakit. Orang yang dulunya tidak pernah mampu berobat pun akhirnya menginjakkan kaki di fasilitas kesehatan.
Bahkan tidak sedikit yang hanya menderita penyakit ringan mengantre di fasilitas kesehatan. Siapa yang tidak bahagia kalau berobat dan dirawat di rumah sakit yang dulunya tampak begitu mewah kini digratiskan? Ahhhh, saya sungguh paham perasaan mereka. Itu bukanlah bentuk norak masyarakat miskin namun sebuah kebahagiaan dan ucapan syukur yang tiada terkira.
Tingginya antusiasme masyarakat saya pandang sebagai hal yang positif dan mengharukan karena bila dikelola dengan baik merupakan awal dari pembangunan kesehatan yang mampu menjangkau sampai kepada kaum tak mampu. Inilah saatnya mereka merasakan kemederkaan setelah berpuluh-puluh tahun bangsa kita menyerukan proklamasi.
Siapa yang tidak terharu, kesehatan yang dulunya menjadi barang mewah ini berkat gotong-royong seluruh masyarakat dalam dukungan pemerintah mampu memberikan pengobatan yang gratis? Program gotong-royong ini bisa menyadarkan ternyata negara peduli pada kesehatan masyarakat kelas bawah.
Betapa indahnya bila dalam satu Tanah Air Berbangsa dan Bernegara semuanya dapat menikmati fasilitas perawatan kesehatan. Kelak, tidak akan ada lagi pemandangan yang memilukan di mana orang miskin tidak tertolong. Sungguh itu adalah sebuah pemandangan yang menyedihkan.
Kenyataan hidup dalam satu atap bernama Nusantara sungguh menggerakkan hati untuk turut peduli dan berperan aktif mengangkat mereka dari lumpur kemiskinan yang begitu sulit ditinggalkan. Sungguhlah konsep kebersamaan yang digaungkan oleh BPJS ini patut mendapat dukungan sepenuhnya oleh seluruh lapisan masyarakat.
Namun, ada satu hal yang dikhawatirkan. Euforia masyarakat dalam menikmati fasilitas kesehatan haruslah didukung dengan dana yang kuat. Sebagai gambaran, 31 Desember 2014 BPJS Kesehatan menerima pendapatan dari iuran mencapai 40,71 Triliun dan merealisasikan biaya manfaat mencapai 42,65 Triliun.
Tidak seperti asuransi swasta yang berorientasi pada profit, BPJS merupakan perusahaan nirlaba yang sungguh-sungguh bertekad meng-cover seluruh penyakit peserta termasuk terhadap pasien operasi jantung yang biayanya mencapai ratusan juta per pasien.
BPJS juga menanggung biaya cuci darah peserta gagal ginjal yang wajib cuci darah dua kali dalam seminggu. Delapan kali dalam sebulan yang sekali cuci darah biayanya bisa menyentuh angka jutaan Rupiah.
Semua dana pengobatan ditanggung seumur hidup oleh BPJS. Sudah banyak sekali dana yang telah digelontorkan. Mulai dari penyakit ringan seperti sakit gigi sampai operasi jantung semua dibayari asalkan memiliki indikasi medis dan mengikuti semua prosedur BPJS.
Bila selalu saja lebih banyak dana yang keluar daripada pemasukan maka siapa yang bisa menjamin program bagus ini bisa bertahan? Haruskah masyarakat yang sudah berpesta merayakan mudahnya menikmati fasilitas kesehatan, kini harus kembali gigit jari?
Belum lagi terjadi moral hazard masyarakat di mana setelah sakit keras barulah mendaftar menjadi peserta BPJS karena asuransi swasta memberikan nilai premi yang terlalu mahal bahkan menolaknya. Alhasil, baru membayar premi satu kali di BPJS langsung rawat inap dengan biaya tanggungan BPJS yang sangat besar.
Jangan sampai BPJS terus merugi dan bangkrut karena adanya tindakan yang demikian. Inilah sebabnya semua masyarakat harus diwajibkan menjadi peserta agar menutup kemungkinan terjadinya hal yang sama dan BPJS terus kokoh berdiri.
Menurut bapak Bayu Wahyudi dalam nangkring BPJS-Kompasiana pada hari Rabu 25 Mei 2016, ada tiga pilihan yang diambil demi menjaga keberlangsungan BPJS:
1. Mengurangi manfaat pelayanan kesehatan
2. Menaikkan iuran
3. Mengalokasikan dana tambahan dari APBN
Pilihan pertama tidak mungkin dilakukan karena berisiko terhadap kesehatan pasien. Misalkan cuci darah seorang peserta gagal ginjal kronis yang membutuhkan cuci darah dua kali seminggu tidak mungkin dan berbahaya bila dikurangi menjadi satu kali seminggu. Akhirnya terpaksa mengambil pilihan kedua dan ketiga.
Untuk pilihan kedua, seharusnya menyesuaikan dengan hitungan aktuaria. Dimana menurut analisis para ahli dan rekomendasi DJSN kelas tiga minimal membayar iuran sebesar 36.000, Rupiah. Namun, agar tidak terlalu memberatkan maka pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan iuran peserta kelas tiga. Hal ini memaksa pemerintah mengalokasikan dana tambahan yang sudah dipersiapkan dalam APBN 2016 demi menutupi kenaikan yang seharusnya mimal 36.000.
Gotong-royong BPJS Menggugah Kesinisan Pemegang Kartu Asuransi Perusahaan
Tidak mudah bagi saya untuk memahami pentingnya manfaat gotong-royong BPJS terlebih karena saya, suami, dan anak-anak sudah memiliki kartu asuransi dari perusahaan energi tempat suami bekerja yang boleh dikatakan super lengkap dan selalu bisa diandalkan. Kartu asuransi perusahaan suami tersebut selalu bisa diandalkan bukan hanya untuk rawat inap dan rawat rawat jalan, namun juga operasi caesar, bahkan imunisasi dengan sistem cashless.
Jujur saja awalnya ada kesinisan yang saya rasakan terhadap keberadaan BPJS. Bagaimana tidak? Dengan kartu suransi dari perusahaan, saya tidak perlu mengantre ke puskesmas. Bila sakit sedikit, maka saya, suami, atau anak-anak tinggal datang ke salah satu rumah sakit terbesar, terkemuka, dan terlengkap yang kebetulan tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami.
Dokter yang menangani pun langsung seorang spesialis yang bebas kami pilih sesuka hati. Mendengar kesan-kesan negatif yang berseliweran tentu membuat saya memandang sebelah mata terhadap BPJS.
Mengapa saya harus menjadi peserta BPJS, apa pentingnya buat saya? Hanya buang-buang uang saja! Hati saya pun terketuk karena menyadari pentingnya makna gotong-royong bagi keluarga besar saya. Selain itu, siapa yang bisa menjamin kalau selamanya perusahaan suami bisa menanggung semua biaya kesehatan kami seperti saat ini?
Tentu saya menginginkan perusaahaan tempat suami bekerja senantiasa semakin bertumbuh dan memberikan kesejahteraan yang semakin baik bagi karyawan. Namun, berkuasakah saya memastikan kondisi perusahaan akan tetap baik?
Apalagi saya mengalami sendiri sudah ada beberapa pengiritan dan penghematan yang dilakukan perusahaan pada karyawan yang berdampak pada menurunnya jumlah benefit yang diterima oleh karyawan. Saya hanya beharap semoga perusahaan tidak mengurangi manfaat kesehatan yang diterima para karyawan dan keluarga. Namun, selain berharap tentu sebuah persiapan yang baik bila saya juga turut mendaftar sebagai peserta BPJS yang preminya sungguh terjangkau dan bisa melindungi saya, keluarga kecil, dan keluarga besar saya.
Lagi pula kartu asuransi dari perusahaan suami hanya bisa dipakai saat suami bekerja di perusahaan tersebut. Bila sudah pensiun usia 55 tahun tentu perusahaan tidak sudi membayari biaya pengobatan kami. Sebenarnya hal ini sungguh memilukan mengingat justru usia senjalah seseorang semakin mudah terkena penyakit dan akan lebih sering berobat karena daya tahan tubuh mulai menurun dan fungsi-fungsi organ tubuh tidak lagi seprima masa muda.
Satu hal yang saya syukuri lagi dari program BPJS ini adalah saya dan keluarga akan terlindugi seumur hidup dan tidak ada namanya batas plafon (total maksimal) biaya perawatan dan pengobatan. Sungguh satu hal yang membuat saya tenang menghadapi masa tua karena semua tagihan rumah sakit akan di-cover oleh BPJS selama mengikuti prosedur dan kelas kamar. Perlindungan BPJS akan terus bisa membantu saya sampai berhenti bernfas.
Adakah alasan saya untuk tetap sinis kepada BPJS? Alih-alih sinis saya kini sungguh terus berusaha memberi pengertian kepada siapa saja agar jangan sampai program bagus ini berhenti di tengah jalan.
Tidak terbayang bila BPJS menerapkan sistem seperti yang di perusahaan asuransi swasta dimana bila tagihan dari rumah sakit melebihi limit, maka kelebihan tersebut tidak diganti oleh asuransi. Dari mana saya mendapatkan uang yang besar untuk menutupi biaya berobat yang besar di usia senja? Haruskah saya merepotkan anak yang mungkin sedang pusing memikirkan biaya hidup cucu-cucu kami kelak?
Saya menginginkan dan mendoakan masa tua yang sehat dan sejahtera namun fakta yang terjadi sering kali para lanjut usia dilanda penyakit-penyakit kronis, seperti stroke, diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, gagal ginjal yang bisa saja tidak sembuh total sampai ajal menjemput. Penyakit menahun demikian tentu memakan biaya pengobatan yang tidak sedikit. Luar biasanya, BPJS akan membayari peserta yang sakit tanpa batasan.
Artinya, bila ada peserta BPJS yang mengalami gagal ginjal kronis dan harus cuci darah dua kali dalam seminggu maka, selama pasien tersebut masih bernyawa akan terus ditanggung biaya pengobatannya. Pun demikian dengan penyakit-penyakit konis lain seperti hipertensi atau dibetes mellitus yang biasanya butuh pengobatan sampai sampai seumur hidup. Siapa yang tidak bersyukur dengan keberadaan BPJS ini?
Anggaplah setelah suami pensiun, kami membeli asuransi swasta untuk perlindungan. Apa yang akan terjadi? Kemungkinan besar hanya ada dua pilihan. Pertama, nilai premi yang harus kami bayar akan besar sekali karena usia sudah senja dan kemungkinan kedua permohonan kami bisa ditolak. Mengapa? Karena semakin tua semakin tinggi risiko sakit sehingga perusahaan asuransi yang berani memberikan pelindungan dengan premi murah siap-siap merugi. Premi untuk usia muda saja boleh dikatakan sangat jauh lebih mahal daripada BPJS apalagi kalau membeli asuransi saat usia tua.
Satu hal lagi, semahal-mahalnya asuransi swasta tidak bisa meng-cover biaya pengobatan sakit kita sampai ajal menjemput karena hanya meng-cover pengobatan penyakit hanya sampai usia 65 tahun (sistem reimburse) atau 70 tahun (sistem cashless).
Artinya, sudah mahal-mahal membeli asuransi namun bila ternyata kami dianugerahi umur panjang sampai 80 tahun maka saat sakit dan dirawat usia 66 tahun, kami yang membeli suransi sistem reimburse tidak akan ditanggung asuransi swasta lagi. Sedih banget bukan?
Padahal selama ini sudah setiap bulan membayar premi yang nilainya tidak main-main. Namun bukan berarti asuransi swasta tidak penting. Bila kita memiliki dana yang cukup tentu saja tidak salah menambah perlindungan selain dengan BPJS juga asuransi swasta yang memiliki nilai investasi.
Syukurlah premi BPJS tidak memandang usia. Umur berapa saja preminya sama terjangkaunya. Satu hal yang membedakan pembayaran premi hanya masalah kelas rawat inap saja. Saya sampai merinding setelah menyadari tingginya manfaat BPJS ini.
BPJS Meng-cover Semua Jenis Penyakit
Kesaktian kartu BPJS ini sungguh luar biasa di mana bisa meng-cover hampir semua jenis penyakit dan bahkan berbagai operasi. Tidak seperti asuransi swasta yang hanya meng-cover biaya rawat inap, BPJS bahkan akan membayari bila peserta hanya rawat jalan saja.
Walaupun dengan premi yang mahal ternyata perusahaan asuransi swasta tidak berani memberikan perlindungan rawat jalan karena walaupun biayanya tidak semahal rawat inap namun frekuensi rawat jalan itu jauh lebih tinggi daripada rawat inap khususnya pada usia anak dan lansia. Jadi, sekalipun sudah memiliki asuransi swasta, seseorang tidak bisa menikmati rawat jalan dengan gratis seperti yang diberikan BPJS.
BPJS keren karena selain terjangkau, juga memberikan perlindungan lengkap termasuk pemeriksaan kehamilan, melahirkan, optik (kaca mata) bahkan persalinan Caesar. Tidak hanya sampai di situ, BPJS juga memberikan tanggungan atas layanan ambulans dan pelayanan forensik.
Pelayanan BPJS tidak hanya mencakup pengobatan (kuratif) saja namun juga promotif, preventif, bahkan rehabilitatif (pemulihan) kesehatan. Hal ini bertujuan agar rakyat Indonesia tidak mudah sakit sehingga perlu diberikan penyuluhan terkait pola hidup sehat. BPJS juga memfasilitasi imunisasi berupa BCG, DOT-HB, Polio, dan Campak. Termasuk juga program Keluarga Berencana yaitu kontrasepsi, vasektomi, dan tubektomi.
Intinya, semua jenis operasi dan penyakit ditanggung asalkan tidak termasuk dalam operasi estetika (kecantikan) misalkan meratakan gigi, kecantikan kulit, atau operasi keloid. Operasi keloid tidak ditanggung kecuali keloid tersebut menimbulkan komplikasi berbahaya. Operasi yang tidak ditanggung juga misalkan kecelakaan karena melukai diri sendiri atau operasi yang menyalahi prosedur BPJS.
BPJS Menanggung Pre-existing Condition (Penyakit Bawaan)
Tanyalah kepada asuransi swasta, maukah menerima seorang yang sudah pernah terkena stroke ringan untuk menjadi peserta asuransi mereka? Maukah menerima peserta asuransi yang sudah terkena gagal ginjal? Menurut pengalaman saya, tidak ada perusahaan asuransi yang bersedia meng-cover penyakit bawaan calon peserta asuransi. Sekali pun ada, biaya premi akan meningkat drastis. Itulah sebabnya, sebelum mengajukan asuransi swasta, terlebih dahulu calon peserta harus melakukan medical check up.
Misalkan seseorang yang terindikasi penyakit jantung maka calon peserta mungkin saja diterima menjadi peserta asuransi swasta namun nanti setelah menjadi peserta maka pengobatan yang berkaitan dengan penyakit bawaan tadi yaitu penyakit jantung tidak akan di-cover. Seseorang dengan penyakit bawaan bisa saja diterima menjadi peserta asuransi swasta namun klaim yang berkaitan dengan penyakit bawaan tidak akan di-cover sampai peserta membayar premi selama dua tahun.
Betapa berbeda dengan BPJS yang memberikan perlindungan tak terbatas karena menerima semua calon peserta tanpa memandang riwayat penyakit sebelumnya dan usia. Semua penyakit baik penyakit bawaan atau penyakit baru akan ditanggung oleh BPJS tanpa terkecuali dan tidak perlu medical check up untuk menjadi peserta BPJS. Calon peserta cukup mengisi formulir, melengkapi persyaratan, membayar premi, dan mengikuti semua prosedur BPJS.
Perusahaan asuransi swasta menerapkan aturan yang ketat sebelum menerima calon peserta karena perusahaan tidak mau rugi akibat memiliki peserta dengan riwayat penyakit jantung, diabetes, atau sakit ginjal. Bila seseorang sudah pernah didiagnosis penyakit demikian maka besar kemungkinan untuk terjadi lagi penyakit yang sama di masa yang akan datang.
Akibatnya? Bisa terjadi pembengkakan biaya perawatan kesehatan atau terjadi kematian yang mewajibkan perusahaan asuransi swasta untuk mengeluarkan uang pertanggungan (UP). Hal ini tentulah dihindari perusahaan asuransi swasta yang menginginkan adanya profit dari uang premi peserta asuransi.
BPJS selain tidak membatasi plafon tagihan pengobatan juga memberikan peserta fasilitas full cashless artinya walau sedang tidak memiliki uang, peserta bisa mendapatkan perawatan dengan menunjukkan kartu BPJS. Apa jadinya bila BPJS memberlakukan sistem reimbursement maka harus ada uang di kantong bila ingin mendapatkan perawatan. Tidak salah lagi bila BPJS sangat bagus dalam menawarkan premi terjangkau namun dengan manfaat yang tidak dibatas-batasi.
Fasilitas Kesehatan BPJS Semakin Meningkat dan Semakin Berdampak Luas
Manfaat BPJS yang luar biasa ini tidak bisa tetap bertahan bila tidak didukung sebuah sistem yang kuat. Rujukan pelayanan BPJS dibuat secara berjenjang mulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Artinya, bila sakit peserta BPJS harus berobat terlebih dahulu ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, dan dokter praktik pribadi.
Saat mengunjungi puskemas, peserta BPJS memang benar-benar untuk berobat bukan hanya untuk meminta surat rujukan dokter. Bila penyakit tidak bisa ditangani oleh dokter puskesmas/klinik/dokter praktik pribadi barulah dirujuk ke rumah sakit. Temasuk bila pasien merasa perlu dioperasi tetap harus berobat dulu ke puskesmas.
Bila memang dokter puskesmas menilai perlu diberikan rujukan maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit. Saat pergi ke rumah sakit, pasien harus membawa kartu BPJS, kartu pasien, dan surat rujukan dari puskesmas.
Pengecualian apabila peserta mengalami gawat darurat bisa langsung ke IGD semua rumah sakit tanpa surat rujukan. Bila menemukan rumah sakit yang menolak pasien gawat darurat meskipun tidak kerja sama dengan BPJS maka hal ini perlu dilaporkan agar diberikan teguran.
Satu hal yang membuat saya terperangah adalah pengakuan dari Bapak Bayu Wahyudi menyebutkan kalau pegawai BPJS juga menggunakan kartu BPJS dan harus rela mengantre untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Sejak 1 Januari 2014 seluruh pegawai BPJS Kesehatan telah didaftarkan menjadi peserta JKN-BPJSK. Sama sekali tidak ada keistimewaan yang mereka nikmati karena sama dengan peserta BPJS lainnya juga harus berobat terlebih dahulu ke puskesmas, dokter praktik pribadi, atau klinik. Mereka juga akan dirujuk bila dokter menilai penting melakukan rujukan ke rumah sakit. Bila ada peserta ataupun pegawai BPJS yang memiliki asuransi tambahan tentu hal tersebut tidak salah karena bisa untuk jaga-jaga.
Saya pun mengerti, sembari menunggu perbaikan di dalam BPJS, saya harus bisa menyikapi antre dengan sabar dan bijaksana. Apalagi saya sudah menyadari lengkap dan besarnya manfaat BPJS bagi saya dan keluarga besar.
Semakin mengenal BPJS, saya semakin melihat keunggulan dan kerja keras yang luar biasa dari pemerintah demi mewujudkan pengobatan gratis. Apalagi setelah mengetahui kalau selama kurun waktu tahun 2014 saja jutaan manfaat telah dirasakan secara langsung oleh peserta BPJS. Ada 66,8 juta pasien rawat jalan dan rawat inap di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Sementara untuk tingkat lanjutan (rumah sakit) ada 21,3 Juta pasien rawat jalan dan 4,2 juta kasus rawat inap.
Dukung Program Gotong-royong BPJS untuk Indonesia yang Lebih Baik
Terlepas dari kekurangan BPJS, sudah banyak yang merasakan manfaat luar biasa yang diberikan. Saya memilih untuk mendukung agar manfaatnya semakin bisa dirasakan msyrakat luas.
Sungguh sebuah langkah perlindungan kesehatan dari pemerintah yang perlu diapresiasi. Jangan sampai kita terlambat menyadari betapa berharganya BPJS setelah saat sakit tiada yang sudi menolong atau saat ada keluarga besar yang meninggal karena tidak ada uang untuk berobat. Negara mana yang sungguh berkomitmen memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh warganya?
Mari kita share program BPJS ini kepada teman dan saudara yang kita sayangi untuk berjaga-jaga meringankan biaya pengobatan. Saya juga memilih untuk memberitakan infomasi positif demi keberlangsungan BPJS.
Saya tidak ingin program BPJS yang luar biasa ini tidak berlanjut lagi karena bukan hanya saya yang rugi namun keluarga besar saya yang jangankan ikut asuransi swasta, makan saja sungguh sulit. Saya tidak ingin mereka menjadi korban.
Pahami aturan BPJS, patuhi prosedurnya, lengkapi persyaratannya, dan nikmati pelayanannya. Kini, solusi kesehatan bagi bangsa sudah ada di depan mata. Mari kita jaga bersama.
Salam,
Rahayu Damanik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H