Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Uluran Tangan Pejabat dan Solusi Gotong-royong BPJS yang Menggugah Kesinisan Saya

7 Juni 2016   22:20 Diperbarui: 10 Juni 2016   11:34 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gotong royong bapak-bapak di cluster perumahan saya (foto: Rahayu)

Menurut bapak Bayu Wahyudi dalam nangkring BPJS-Kompasiana pada hari Rabu 25 Mei 2016, ada tiga pilihan yang diambil demi menjaga keberlangsungan BPJS:

1. Mengurangi manfaat pelayanan kesehatan

 2. Menaikkan iuran

3. Mengalokasikan dana tambahan dari APBN

Pilihan pertama tidak mungkin dilakukan karena berisiko terhadap kesehatan pasien. Misalkan cuci darah seorang peserta gagal ginjal kronis yang membutuhkan cuci darah dua kali seminggu tidak mungkin dan berbahaya bila dikurangi menjadi satu kali seminggu. Akhirnya terpaksa mengambil pilihan kedua dan ketiga.

Untuk pilihan kedua, seharusnya menyesuaikan dengan hitungan aktuaria. Dimana menurut analisis para ahli dan rekomendasi DJSN kelas tiga minimal membayar iuran sebesar 36.000, Rupiah. Namun, agar tidak terlalu memberatkan maka pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan iuran peserta kelas tiga. Hal ini memaksa pemerintah mengalokasikan dana tambahan yang sudah dipersiapkan dalam APBN 2016 demi menutupi kenaikan yang seharusnya mimal 36.000.

Gotong-royong BPJS Menggugah Kesinisan Pemegang Kartu Asuransi Perusahaan

Tidak mudah bagi saya untuk memahami pentingnya manfaat gotong-royong BPJS terlebih karena saya, suami, dan anak-anak sudah memiliki kartu asuransi dari perusahaan energi tempat suami bekerja yang boleh dikatakan super lengkap dan selalu bisa diandalkan. Kartu asuransi perusahaan suami tersebut selalu bisa diandalkan bukan hanya untuk rawat inap dan rawat rawat jalan, namun juga operasi caesar, bahkan imunisasi dengan sistem cashless.

Jujur saja awalnya ada kesinisan yang saya rasakan terhadap keberadaan BPJS. Bagaimana tidak? Dengan kartu suransi dari perusahaan, saya tidak perlu mengantre ke puskesmas. Bila sakit sedikit, maka saya, suami, atau anak-anak tinggal datang ke salah satu rumah sakit terbesar, terkemuka, dan terlengkap yang kebetulan tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami.

Dokter yang menangani pun langsung seorang spesialis yang bebas kami pilih sesuka hati. Mendengar kesan-kesan negatif yang berseliweran tentu membuat saya memandang sebelah mata terhadap BPJS.

Mengapa saya harus menjadi peserta BPJS, apa pentingnya buat saya? Hanya buang-buang uang saja! Hati saya pun terketuk karena menyadari pentingnya makna gotong-royong bagi keluarga besar saya. Selain itu, siapa yang bisa menjamin kalau selamanya perusahaan suami bisa menanggung semua biaya kesehatan kami seperti saat ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun