Saya melihat konsep gotong-royong BPJS ini sama seperti bapak-bapak warga cluster tempat tinggal saya yang melakukan gotong-royong untuk membabat rumput di area cluster hari Minggu kemarin. Permasalahan kesehatan akan cepat diselesaikan bila dikerjakan semua pihak.
Ibaratnya, rumput dan semak belukar yang demikian banyak perlu dicangkul, dibabat, dan dibersihkan secara bersama-sama. Begitu juga dengan sampah-sampah dan bebatuan akan lebih cepat disingkirkan jika mengerjakannya dengan gotong royong. Hal yang sama berlaku dengan BPJS; sebuah perusahaan yang bertujuan memberikan pelayanan kesehatan terjangkau bahkan gratis untuk masyarakat tidak mampu namun dengan kualitas optimal.
Gotong-royong merupakan sebuah warisan budaya bangsa yang menjanjikan solusi bagi permasalahan biaya pengobatan yang terkesan dikomersialisasi. Sungguh sebuah sikap kebersamaan dan kerja sama yang perlu ditanamkan karena berpotensi menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan tanpa memandang agama, suku, dan latar belakang.
Misalkan saja pada kasus tumor dibutuhkan biaya operasi sebesar 30.000.0000 Rupiah maka bila peserta membayar iuran 80.000 per bulan artinya biaya operasi tumor tersebut ditanggung secara bersama-sama oleh peserta lain yang sehat = 30.000.000 Rupiah : 80.000 Rupiah= 375 orang yang menanggung biaya operasi satu kasus tumor.
Artinya, meskipun nilai premi terjangkau namun kalau dikumpulkan seluruh premi dari masyarakat Indonesia  maka akan semakin ringan beban bersama yang harus ditanggung. Suatu saat bila giliran saya, suami, atau anak-anak yang sakit maka peserta lain juga akan menanggung bersama biaya perawatan kami. Artinya, berkat gotong-royong ini semua masyarakat Indonesia tidak perlu terbebani lagi dengan biaya pengobatan yang membuat sesak nafas.
Misalkan saya membayar uang premi ke BPJS sebesar 51.000 sebulan, dalam jangka waktu setahun terkumpul sekitar 612.000. Sepuluh tahun terkumpul premi sebesar 6.120.000. Nah, dalam sepuluh tahun sudah berapa besar manfaat yang dapat saya terima? Mengingat saya ini boleh dikatakan langganan rumah sakit entah itu rawat jalan atau rawat inap.
Misalkan saja, baru-baru saya baru saja di-endoscopy yang menelan biaya sekitar 15 juta Rupiah. Untuk biaya rawat inap semalam saja tidak bisa ditutupi oleh uang premi BPJS saya dalam sepuluh tahun bukan? Wah, dipikir-pikir betapa besar keuntungan yang saya peroleh dengan sistem gotong royong BPJS ini.
Ini baru saya, belum lagi anak-anak yang lebih sering sakit dan belum terhitung keluarga besar yang preminya digratiskan. Dalam hati saya berdoa dan berharap semoga program BPJS ini terus berjalan sekalipun terjadi pergantian jabatan dalam pemerintahan.
Saya membayangkan bila sekitar dua puluhan tahun yang lalu program gotong-royong BPJS sudah berlaku maka bapak tongah saya akan rela mengantre demi mendapatkan pengobatan gratis daripada pasrah dengan tumor yang kian membesar. Apa saja akan dilakukan asal bisa mendapatkan layanan, pengobatan, dan operasi yang gratis.
Program gotong-royong BPJS nilah yang membuat ego saya tersentuh. Saya tidak perlu meninggalkan panggilan hidup menjadi penulis dan pengusaha day care untuk berjuang menjadi seorang pejabat demi menjamin kesehatan keluarga besar dari bapak dan mama saya.