Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Memetik Ilmu dan Menyebarkan Manfaat dari Akademi PLN-Kompasiana

1 Mei 2016   12:55 Diperbarui: 1 Mei 2016   14:04 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya melihat kehandalan beliau di mana terus berupaya membangun komunikasi dengan masyarakat Nias saat pemadaman 12 hari di sana. Pak Mustafrizal selalu meng-update berita sehingga masyarakat Nias mengetahui PLN saat ini sedang berupaya keras agar Nias bisa dialirin listrik kembali. Membangun komunikasi terbuka seperti itu tentu mampu meredam kemarahan masyarakat Nias yang hampir tidak terelakkan.

Melalui tulisan Pak Mustafrizal di Kompasiana yang berjudul “Demi Nias Benderang Operator PLN Rela Tidur di Mesjid” saya menangkap kesan kerja keras yang luar biasa dari para petugas PLN yang bahu-membahu mengatasi padamnya lampu di 75% wilayah Nias. Luar biasanya, para karyawan PLN tersebut bahkan rela tidak libur di hari Sabtu dan Minggu.

Sejumlah 95 karyawan PLN yang jauh-jauh datang dari berbagai wilayah di Sumatera Utara demi menerangi Nias kembali. Banyak juga yang rela tidur di mesjid kantor demi mempercepat mobilisasi genset ke lokasi sebagai sumber daya tambahan. Saya terkesan dengan tulisan ini karena menurut informasi Pak Mustafrizal, pemadaman listrik tersebut bukanlah karena kesalahan PLN namun karena penyedia jasa sewa PLTD di Nias melakukan pemutusan sepihak secara tiba-tiba padahal seharusnya pemberitahuan pemutusan kerjasama dengan PLN harus dilakukan dua bulan sebelum jatuh tempo berakhir.

Berhentinya operasi PLTD inilah yang memaksa PLN melakukan pemadaman bergilir sekaligus harus mampu memberikan solusi. Memang kinerja PLN sampai saat ini belum optimal namun teryata di balik itu semua, banyak sekali orang-orang yang siap ‘babak belur’ demi PLN yang lebih baik. Hal ini sungguh menyentuh hati kecil saya untuk berupaya mendukung demi PLN yang lebih baik.

Tulisan Pak Mustafrizal yang berjudul “Demi Nias Benderang Operator PLN Rela Tidur di Mesjid” tersebut memancing sebuah tanggapan dari seorang kompasianer yang mengatakan tulisan beliau tersebut adalah sebuah pencitraan karena memang yang ditulis sudah merupakan tugas PLN.

Tiba-tiba teringatlah saya pada masa lalu saat sebagai sales dimana semenjak berhasil membangun citra positif, saya mudah sekali mencapai target penjualan. Tidaklah salah membangun citra yang positif di mata pelanggan asalkan dibarengi dengan kerja keras terus menerus dalam memenuhi kebutuhan listrik. Citra positif akan mempermudah perusahaan membangun komunikasi dan mencapai tujuan secara efektif.

Bila PLN memiliki citra yang negatif, ada kesalahan sedikit saja masyarakat gampang sekali mengeluh. Kemudian jika PLN mengeluarkan produk listrik pintar misalnya khalayak banyak pasti kurang responsif. Pun demikian masalah pembebasan lahan. Siapa yang sudi bekerja sama dan memberikan dukungan bagi perusahaan yang memiliki citra yang buruk? Saya percaya sebuah keberhasilan perusahaan tidak hanya tergantung kepada kualitas produk dan jasa yang dihasilkan namun juga dipengaruhi oleh kehandalan para pekerjanya dalam membangun citra positif perusahaan.

Pak Asep Irman apprentice keempat menghirup nafas dalam-dalam dan kemudian menghembuskan secara perlahan tanda beliau sudah siap mempresentasikan materi. Saya sempat menangkap beliau sedang mencuri waktu jam istirahat untuk latihan di ruangan Teuku Umar. Sebuah antusiasme pembelajar yang sangat luar biasa.

Pak Asep juga ternyata berlatar belakang pendidikan komunikasi sehingga sangat wajar tampilan slide beliau cukup eye catching. Materi presentasi yang menarik perhatian saya adalah terkait pembebasan lahan seorang warga demi proyek PLN. Judul tulisan beliau itu adalah “Mengantar Harun ke Kehidupan yang Lebih Baik”. Tulisan ini membuka mata saya betapa PLN memberikan perhatian kepada Pak Harun yang lokasi bertaninya akan dibangun bendungan untuk PLTA Cisokan. Bentuk perhatian yang diberikan kepada Pak Harun bukan hanya berupa biaya ganti rugi untuk tanah sawah tetapi juga turut memperhatikan dan mendukung kegiatan ekonomi dan mata pencaharian Pak Harun pasca relokasi. Pak Harun diberikan berbagai pelatihan sehingga memiliki kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Kini Pak Harun bisa membeli tanah sawah, membangun rumah lagi, dan mendapatkan pengetahuan tambahan untuk meningkatkan pendapatan. Sungguh luar biasa.

Apprentice terakhir di ruangan Teuku Umar tidak kalah menginspirasi saya. Beliau bernama Pak Suargina yang dua tahun lagi akan menghadapi masa pensiun. Usia ternyata bukanlah penghalang Pak Suargina untuk terus belajar. Hal ini mengingatkan saya untuk jangan berhenti belajar karena tidak ada alasan untuk berhenti belajar termasuk usia yang sudah tidak muda lagi.

Pak Suargina yang selama ini belum pernah menulis di blog dan sama sekali belum memiliki account Facebook, kini setelah memahami betapa pentingnya media online langsung membuat account Facebook dan berhasil membuat empat tulisan di Kompasiana. Beliau bahkan membeli gadget terbaru demi belajar membuat rekaman video yang menarik untuk mempublikasikan kegiatan di PLN. Keterbatasan beliau dalam teknologi ternyata tidak dijadikan alasan untuk membatasi diri. Terbukti beliau berhasil menghasilkan karya berupa artikel, video, dan foto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun