Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Uangmu adalah Uangku dan Uangku Hanya Milikku

22 April 2016   11:22 Diperbarui: 22 April 2016   23:29 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Penghasilan suami dan istri harta bersama untuk kebahagiaan berdua (Sumber: indiahallabol.com)"][/caption]“Kamu sepertinya paling suka sama sepatu yang pertama kamu coba.” kata saya kepada suami yang sedang memilih-milih sepatu di sebuah lokasi. “Ia sih, tetapi kan harga sepatunya kemahalan? Masak harus mengeluarkan uang sebegitu banyak hanya buat sepatu?” Jawab suami saya.

Hmmmmmh ia juga sih. Lalu kami berdua mencari sepatu yang bagus tetapi dengan harga di bawah sepatu yang pertama kali membuat suami jatuh cinta. “Ah, sepatu tadi mahal karena menang di merek saja!” katanya sembari terus mencoba sepatu lain. Tetapi menurut saya, itu hanya untuk menghibur diri. Mengapa? Karena dia tidak bisa menutupi perbedaan raut wajah yang ditunjukkan saat memakai sepatu pertama dan sepatu berikutnya yang sepertinya kurang menarik perhatiannya.

Saya menemaninya dan memberikan pendapat atas setiap sepatu yang dicobanya. Semua sepatu yang dia coba bagus namun saya perhatikan sepatu yang pertamalah yang paling bagus di kakinya. Setelah lelah mencari saya katakan padanya, “Kita beli sepatu yang pertama saja, memang harganya mahal tetapi kan kualitasnya enggak diragukan. Jadi, selain keren dipakai bisa tahan lama” Dia melihatku lama mungkin bertanya mengenai budget beli sepatu yang berada di bawah harga sepatu pertama. “Tenang, aku kan baru terima royalti buku. Kita beli buat sepatu kamu saja!” Suami saya setuju dan wajahnya sangat senang sekali. Pun demikian saya sangat bahagia bisa membuatnya bersuka cita.

Itu adalah sepotong kisah yang pernah terjadi di dalam keluarga kecil kami. Setelah saya ingat-ingat tanpa kami sadari, ternyata suami dan saya sering kali melakukan hal yang sama. Misalkan saya ingin membeli sesuatu keperluan penting pastilah dia selalu mendorong saya untuk membeli yang terbaik jangan tanggung-tanggung. Padahal saya ingin berhemat dan membeli yang standar saja. Sikapnya yang demikian sungguh mengharukan saya karena bila saya membeli barang yang lebih berkualitas tentu saja semakin banyak uangnya yang keluar.

Pernah dia mendorong saya membelikan handphone karena dia melihat ponsel saya sudah kurang layak. “Kamu beli handphone tipe X, cocok deh buat penulis kayak kamu!” Namun saat itu saya bersikeras tidak ingin mengganti handphone lama. Saya baru membeli saat handphone saya benar-benar rusak. Itu pun saya beli handphone dengan harga dan kualitas di bawah nilai yang dia anjurkan karena menurut saya tipe handphone yang saya beli sudah cukup untuk kebutuhan saya.

Ada sebuah ungkapan yang tidak tertulis namun sangat populer dalam rumah tangga, “Uang suami adalah uang istri, namun sebaliknya uang istri bukanlah uang suami”. Mungkin banyak yang menerapkan hal demikian dalam kehidupan rumah tangga. Namun menurut saya hal itu adalah sebentuk keegoisan. Pendapat saya, enaknya dalam rumah tangga itu, istri selalu ingin membahagiakan suami dengan miliknya dan demikian sebaliknya. Itulah namanya surga dunia. Prinsip kasih yg bisa membuat rumah tangga penuh sukacita. Mengasihi suami seperti diri kita sendiri (baca: istri).

Siapa pun setuju kalau suami yang berkewajiban mencari nafkah untuk keluarga namun pasti ada saatnya suami memerlukan pengertian istri dalam hal keuangan. Saya percaya penghasilan yang didapatkan suami atau istri itu akan indah bila dijadikan sebagai milik, rezeki, dan harta bersama. Betapa indahnya bila segala masalah keuangan menjadi urusan berdua sehingga kedua pihak membuat anggaran mengenai pengeluaran, kebutuhan, dan simpanan berdasarkan kepentingan bersama.

Bila salah satu pasangan hanya bisa memilah-milah hak maka akan mudah menyulut perpecahan dan pertengkaran. Namun bila keduanya selalu memikirkan bagaimana caranya membahagiakan pasangan pastilah penyatuan dua jiwa yang berbeda ini menjadi lebih mulus dan lancar. Apa yang terjadi bila pasangan selalu mengatakan kalau punyamu adalah punyaku dan milikku adalah milikku juga. Itu artinya belum siap untuk berbagi dalam suka dan duka bersama.

Bukan uang namun keegoisan yang menimbulkan pertengkaran dan perpecahan dalam rumah tangga.  Uang bukan penentu kebahagiaan karena hanya sebagai pelengkap keharmonisan. Perpecahan akan timbul bila pasangan lebih berpihak kepada uang daripada cinta terhadap suami/istrinya. Sikaplah yang menjadi penentu kebahagiaan yang sesungguhnya. Sikap yang sering kali membuat kita harus memilih apakah mengutamakan uang ataukah pasangan kita? Bila terpaksa memilih, siapa yang kita pilih uang ataukah pasangan?

 

Salam Keluarga,

Rahayu Damanik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun