Krisis Listrik Tanggung Jawab Semua Stakeholder
PLN telah berupaya mengoptimalkan pasokan listrik namun krisis listrik terus saja mengancam. Sepakat dengan pernyataan Presiden Jokowi di berbagai media kalau listrik sekarang ini bukan hanya urusan PLN namun sudah menjadi tanggung jawab bersama dan negara. Berbagai kendala dihadapi PLN dalam memenuhi kebutuhan dan cadangan akan listrik mulai dari permasalahan ketersediaan bahan baku seperti batu bara, minyak & gas bumi, perizinanan, dana, bahkan dari sisi konsumen yang belum menyadari pentingnya penghematan listrik.
Berikut penulis akan menjabarkan berbagai kendala yang dihadapi PLN berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan PLN, PLTU PLN, dan dari hasil analisis berbagai sumber.
1. Penyediaan lahan tapak tower dan jalur untuk transmisi khususnya jalur darat yang sangat membutuhkan peran dan partisipasi masyarakat yang selama ini menolak pembebasan lahan untuk dibangun pembangkit-pembangkit listrik. Banyak sekali pembangkit lsitrik yang pembangunannya tidak bisa diselesaikan karena terhambat permasalahan teknis, keuangan, dan perizinan.
2. Ketersediaan energi primer seperti minyak bumi dan batu bara yang terbatas untuk mendukung operasional pembangkit. Perusahaan penghasil BBM dan batu bara lebih suka mengekspor hasil tambang mereka ke luar negeri karena harga jual yang jauh lebih mahal daripada harus dijual ke PLN. Energi primer yang sedikit itu juga harus dibagi-bagikan kepada BUMN lain seperti perusahaan yang bergerak di bidang semen, pupuk, dan lainnya.
3. Mahalnya biaya pembangunan sistem ketenagalistrikan di Indonesia dimana nilai proyek pembangkit listrik dengan teknologi canggih bisa mencapai triliunan Rupiah sementara PLN memiliki keterbatasan dana dan juga harus mengupayakan Tarif Dasar Listrik yang tidak terlalu memberatkan masyarakat.
4. Permasalahan regulasi dan perizinan juga bukanlah persoalan yang mudah misalkan untuk pembangunan tapak dan jaringan transmisi listrik yang melewati kawasan hutan industri, hutan produksi konversi, hutan produksi memerlukan perijinan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Bila melalui lahan masyarakat harus melakukan negosiasi dengan warga.
5. Gangguan akibat kerusakan alam seperti kabut asap, udara tercemar, kemarau, air laut yang tercemar limbah, atau banjir juga menganggu kinerja PLN. Misalkan PLTG akan terganggu kemampuan produksi dan transfer daya listriknya bila terjadi kabut asap seperti yang pernah terjadi di Sumsel karena mesin yang sangat sensitif terhadap polutan. Musim kemarau panjang juga mengganggu kinerja PLTA yang sangat tergantung pada volume aliran air sehingga bila terjadi kurang volume air menjadi tidak mampu mencukupi kebutuhan daya listrik. Bila terjadi banjir maka pemadaman juga terpaksa dilakukan demi menjaga keselamatan warga agar tidak tersengat listrik.
Belum lagi bila air laut yang bila terkena limbah menjadi suatu momok yang menakutkan bagi setiap pembangkit terutama yang menggunakan unsur air didalam proses pembangkitannya.
Menurut hasil wawancara dengan seorang karyawan di PLTU PLN Desa Lontar, air laut dipergunakan untuk proses pendinginan atau kondensor. Air laut yang sudah diproses menjadi air demin (air laut yang telah dihilangkan kadar garam dan mineralnya) akan dipanaskan menjadi uap. Bila air laut tercemar limbah dibutuhkan proses yang tidak mudah untuk mengubahnya menjadi air laut yang layak dipergunakan sebagai kondensor.
Listrik Pintar Untuk Kehidupan Pribadi yang Lebih Mantap