Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghirup Eksistensi Budaya dan Kemurnian Alam Baduy di Tengah Gempuran Arus Modernisasi

3 April 2016   23:25 Diperbarui: 29 Agustus 2016   12:05 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana mungkin suku Baduy yang tidak berpendidikan ini bukannya terpengaruh malah sebaliknya berhasil memengaruhi mata dunia untuk datang berkunjung? Bagaimana pula suku yang katanya terbelakang inilah justru tidak pernah mendapatkan seminar pernikahan namun paling setia terhadap pasangan. Tiadalah pula mereka mengerti tentang pemanasan global atau emisi CO2 namun kesetiaan merawat hutan dan tanah seolah mempermalukan para cendekiawan yang jauh-jauh belajar ke negeri orang demi mendapatkan ilmu tentang penghijauan. Dokter mana pula yang mengajarkan mereka akan pentingnya mengkonsumsi makanan organik yang menjadi suatu barang mahal bagi masyarakat kota. 

Pun mereka tidak sempat bersekolah demi belajar mengenai limbah yang sulit terurai namun lihatlah segala barang yang mereka pergunakan berasal dari alam sehingga akan mudah kembali menyatu ke alam. Tidak juga mereka paham mengenai ilmu managemen namun mengapakah budaya kerja sama dan gotong royong demikian kuatnya mengakar ke dalam sanubari? Siapa pula yang sempat mengajarkan Suku Baduy tentang ekonomi pembangunan sehingga demikian mencintai dan bangga memakai produk buatannya sendiri? Belum lagi mengenai swasembada pangan yang dikelola dengan baik sehingga hampir tidak pernah kekurangan beras apalagi sampai mengimpor he..he.. Jadi, sebenarnya siapakah yang lebih maju, kita para penduduk kota ataukah suku Baduy yang 'terbelakang' itu?

Saya pun menarik kesimpulan agar saya jangan suam-suam kuku. Saya harus memilih menjadi panas sekalian atau dingin sekali. Bangsa kita boleh saja menyerap modernisasi namun jangan tanggung-tanggung jadilah seperti bangsa yang sangat maju itu. Jangan hanya menjadi konsumen teknologi saja tanpa memproduksi sama sekali. Bila tidak sanggup apakah lebih baik kita kembali seperti masyarakat Baduy Dalam yang ternyata jauh lebih baik dalam praktik kehidupan? 

Menyerap budaya modern boleh-boleh saja namun jangan kita kehilangan jati diri karena sama seperti saya yang jatuh cinta pada keunikan Budaya Baduy, demikian juga keunikan dan jati diri Indonesialah yang menjadi daya tarik Bangsa kita di mata negara lain. Bila semua budaya bangsa kita melebur dengan dunia barat, apa yang membedakan kita dengan bangsa lain? Kelak Indonesia hanyalah tinggal nama dan kenangan!

 

Salam,

Rahayu Damanik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun