Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghirup Eksistensi Budaya dan Kemurnian Alam Baduy di Tengah Gempuran Arus Modernisasi

3 April 2016   23:25 Diperbarui: 29 Agustus 2016   12:05 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Air gunung dialirkan melalui bambu dan selang ke rumah penduduk (dokpri Rahayu)"]

[/caption]

[caption caption="Melanjutkan perjalanan (dokpri Rahayu)"]

[/caption]

Kami melewati beberapa perkampungan Baduy dan menangkap geliat aktivitas pagi suku Baduy yang sangat unik. Ada ibu yang hendak berangkat ke ladang beserta anaknya, seorang bapak yang sedang membuat jaring ikan, wanita Baduy yang sedang menenun, dan anak-anak yang sangat bersemangat berlari dan mendaki serta menuruni bukit demi membawa ijuk kering hasil dari ladang untuk dibawa ke rumahnya. 

Gerakan mereka sungguh lincah dan berlari-lari dengan lancar di area perbukitan yang menurun. Mungkin karena mereka sudah terbiasa sejak kecil naik turun bukit perkampungan Baduy ini. Aktivitas pagi hari suku Baduy ternyata cukup padat dan beragam. Sungguh potret budaya yang tiada ternilai.

Dalam perjalanan, kami bertemu dengan Pak Sapri seorang suku Baduy Dalam asli dan berbincang mengenai banyak hal yang membuat saya semakin menyadari kalau ternyata Suku Baduy Dalam sangat patuh pada adat leluhur mereka. Biasanya mereka hanya memakai pakaian dan ikat kepala berwarna putih yang merupakan hasil tenun sendiri dengan memanfaatkan bahan dan pewarnaan alami dari hutan. Bila hendak bepergian, Baduy Dalam tidak menggunakan alas kaki sekalipun pergi ke tempat yang jauh misalkan ke ibu kota untuk menjual hasil kerajinan tangan. 

Suku Baduy Dalam termasuk Pak Sapri tidak akan menggunakan kendaraan walau hanya sebentar sehingga membutuhkan waktu selama tiga hari untuk tiba di Jakarta. "Saya sudah beberapa kali singgah di Poris" demikian tanggapan Pak Sapri saat saya mengatakan kalau kami tinggal di Poris Tangerang. Saya menawarkan ke Pak Sapri agar suatu saat bila berkunjung ke Tangerang mau beristirahat dan makan di rumah saya. Beliau senang sekali menerima tawaran saya.

[caption caption="Wanita Baduy yang sedang menenun (dokpri Rahayu)"]

[/caption]

[caption caption="Wanita Baduy yang berangkat ke ladang (dokpri Rahayu)"]

[/caption]

[caption caption="Lincah menuruni bukit (dokpri Rahayu)"]

[/caption]

[caption caption="Membuat jaring ikan (dokpri Rahayu)"]

[/caption]

[caption caption="Kelincahan anak suku Baduy naik turun bukit (dokpri Rahayu)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun