Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kelangkaan Air Bersih Mengancam Dunia, Tanggung Jawab Siapa?

27 Maret 2016   02:52 Diperbarui: 27 Maret 2016   08:46 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Air sungai sebagai sumber utama air baku sudah tidak layak diolah (lipsus.kompas.com)"][/caption]Siapa yang tidak terkesan dengan film “Mad Max: Fury Road” yang mengisahkan tentang krisis dunia di mana bukan hanya minyak bumi yang menjadi komoditas paling dicari namun air juga sangat langka sehingga terjadi krisis air dan pangan yang luar biasa di bawah pemerintahan Immortan Joe yang brutal. 

Film ini mengisahkan bagaimana seorang wanita bernama Furiosa dan Five Wives berniat untuk melakukan sabotase sumber air dan minyak untuk dibawa pergi ke sebuah tempat di mana Furiosa tinggal semasa kecil bernama Green Place. Sebuah tempat yang memiliki tumbuhan dan air, namun sayangnya Furiosa dan para istri Immortan Joe harus menelan pil pahit karena ternyata kini Green Place juga sama tandusnya dengan daerah lain; kering dan tiada tumbuhan sama sekali.

Film ini berhasil membuat saya terpukau karena jalan cerita dari awal sampai akhir penuh dengan ketegangan. Satu hal yang agak menggelitik adalah tentang krisis air yang disajikan dalam film ini. Masuk akal bila minyak bumi suatu saat bisa menjadi barang yang sangat tidak terjangkau karena memang minyak bumi adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui di mana butuh waktu sampai jutaan tahun dalam proses pembentukannya. Sebaliknya air? Air adalah sumber daya yang dapat diperbaharui. Semua kita pasti mengetahui siklus air yang dimulai dari menguapnya air laut kemudian uap dibawa oleh hembusan angin menuju daratan. 

Uap air mengalami proses kondensasi dan berubah menjadi butiran awan yang akhirnya akan jatuh di daratan sebagai air hujan kemudian diserap tanah. Terakhir, air ini akan mengalir kembali menuju sungai yang bermuara ke lautan. Nanti air laut akan menguap lagi membentuk awan kemudian jatuh ke bumi. Mereka yang belum memiliki saluran PAM di rumah mungkin akan kesulitan air. 

Namun, bagi masyarakat Ibu Kota, air bersih masih sesuatu hal yang mudah didapatkan bahkan cenderung berlimpah ruah. Mau mandi berapa kali sehari juga bisa. Bila air PAM mati tinggal menyalakan air jetpump. Berita di TV sangat sering memberitakan tentang banjir dan belum lagi harga air PAM yang tergolong ekonomis. Beberapa fakta di ataslah yang membuat orang tidak sadar kalau kita sudah sampai pada ambang krisis air.

Penasaran mengenai kelangkaan air bersih inilah yang mengantarkan saya untuk mendaftarkan diri mengikuti acara Kompasiana Nangkring Bersama PALYJA dengan tema: “Bersama Demi Air”. Benarkah mulai terjadi kelangkaan air seperti kabar yang dihembuskan akhir-akhir ini? Pak Khamid selaku penanggung jawab operator Palyja memandu saya dan kompasianer lain mengelilingi lokasi instalasi pengelolaan air Palyja. Cukup kaget kalau ternyata Palyja ini adalah tempat pengolahan air kotor nan keruh untuk diolah menjadi air bersih layak konsumi yang siap didistribusikan ke rumah-rumah melalui pipa bawah tanah. Proses pengolahan air mulai dari penyaringan kasar, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, kemudian masuk ke reservoir, dan terakhir dipompakan ke pelanggan.

Proses pengelolan air di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Palyja Pejompongan adalah sebagai berikut. Air dari Waduk Jatiluhur masuk melalui wadah intake. Bangunan intake  ini memiliki saringan kasar yang berfungsi memisahkan benda-benda yang ikut tergenang dalam air. Selanjutnya air baku ini diendapkan pada parit-parit lebar dan panjang. Setelah proses pengendapan awal, air dialirkan melalui tempat pembubuhan zat koagulan berupa tawas atau ACH dengan tujuan supaya air keruh tadi membentuk endapan. Bila air telah bercampur sempurna dengan ACH/tawas maka di dalam bak akan terbentuk endapan sehingga terjadi pemisahan antara air bersih dan kotoran. Air yang sudah bersih ini dialirkan menuju bak saringan pasir. Meskipun air sudah tampak bersih tetapi masih terdapat kuman yang berbahaya sehingga harus dilakukan proses desinfeksi dengan membubuhkan zat chlor. Air yang sudah jernih dan bebas kuman selanjutnya dikumpulkan dalam bak penampungan (reservoir) sebelum akhirnya disalurkan kepada pelanggan. Seluruh proses pengolahan air ini memakan waktu sampai 4 jam.

[caption caption="Proses Pengolahan Air Baku (dokpri Rahayu)"]

[/caption]

[caption caption="Tempat Pengolahan Air Palyja (dokpri)"]

[/caption]

Ternyata pengolahan air membutuhkan biaya dan peralatan yang sangat mahal. Belum lagi air yang diambil ternyata bukan dari sungai Jakarta melainkan dari Jatiluhur. Air baku ini juga tidak gratis sehingga membutuhkan biaya tambahan yang cukup besar sebelum diolah menjadi air bersih. Jakarta memiliki 13 kali namun semua tercemar limbah domestik dan industri. 

Padahal sungai adalah sumber utama air baku untuk diolah di IPA menjadi air bersih layak konsumsi. Namun ternyata kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan. Semua air kali tersebut tidak memungkinkan untuk dijadikan bahan baku air sebab tingkat polutan yang sangat parah melampaui batas aman. Inilah sebabnya mengapa Palyja harus mendatangkan air baku dari Jatiluhur.

[caption caption="Indeks Kualitas Air sungai Jakarta (jakartapedia.bpadjakarta.net)"]

[/caption]

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta menyimpulkan kalau tidak satu pun air baku di Jakarta layak untuk diolah menjadi
 air bersih. Hanya 1% aliran sungai Jakarta yang indeks pencemarannya dikategorikan baik dan selebihnya dikategorikan tercemar ringan sampai berat sehingga sangat rawan bila dijadikan bahan baku air bersih akibat tercemar polutan dari domestik maupun industri. Artinya, ketersediaan air memang berlimpah ruah namun hanya sebagian kecil yang bisa dikonsumsi.

Tingkat ketersediaan air bersih yang semakin hari semakin sedikit tidak seimbang dengan tingkat pertumbuhan populasi yang semakin membludak. Bila tidak segera dicari jalan keluar maka pasokan air bersih yang sedikit tadi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan semua manusia. Menurut ibu Meyritha Maryani selaku Corporate Communications and Social Responsibilities Division Head Palyja, pada tahun 1998 pelanggan PAM hanya 200.0000 sambungan kini meningkat menjadi 405.000 sambungan dengan lebih dari 3 juta pelanggan masyarakat Jakarta yang tinggal di wilayah barat sungai Ciliwung. Artinya, telah terjadi peningkatan jumlah pelanggan sebanyak dua kali lipat sejak tahun 1998 yang melayani hanya 1,5 juta orang. Namun sayangnya peningkatan jumlah pelanggan ini tidak diikuti dengan peningkatan kuantitas dan kualitas sumber air baku.

Air di Indonesia memang berlimpah namun daya tampungnya sangat rendah. Menurut data Bappenas tahun 2012 daya tampung air di Indonesia hanya 54 meter kubik per tahun untuk setiap kepala. Padahal kebutuhan per orang setiap tahunnya sebesar 1.975 meter kubik. Kemampuan daya tampung ini sangat jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara Thailand, Meksiko, dan Amerika Serikat. Angka yang demikian hanya satu tingkat di atas negara Ethiopia. 

Fenomena kurangnya daya tampung ini disebabkan sedikitnya daerah resapan air dan kurangnya pembangunan waduk buatan demi menampung air hujan. Daya tampung yang minimal selain disebabkan tidak ada waduk penampungan air hujan, juga karena Ibu kota sudah tidak memiliki daerah resapan air yang memadai sehingga kebanyakan air hujan tidak menyerap ke dalam tanah. Saat musim hujan, air langsung menuju ke sungai dan laut. Siklus air sudah tidak terjadi sebagaimana mestinya. 

Air hujan hasil penguapan air laut yang tumpah ke bumi seharusnya sebagian menyerap masuk ke dalam tanah dan menjadi cadangan di saat musim kemarau. Kini, kurangnya daerah resapan membuat semua air hujan langsung tumpah menuju ke lautan. Akhirnya, saat musim hujan banyak daerah di Indonesia termasuk Ibu Kota yang banjir namun sebaliknya saat musim kemarau terjadi kekeringan dan kekurangan air yang luar biasa.

Oxfam International yang merupakan sekelompok organisasi independen non-pemerintah memprediksi pada tahun 2025 akan ada sebanyak 321 juta jiwa penduduk Indonesia yang kesulitan mengakses air bersih. Jumlah ini akan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk. Apa yang terjadi bila hal tersebut terus semakin parah puluhan atau ratusan tahun yang akan datang? Fakta menunjukkan tidak ada manusia yang bisa memperoleh kualitas hidup sehat tanpa air bersih. 

Kurangnya air bersih menyebabkan berbagai kondisi berbahaya seperti penyakit diare, penyakit kulit, dan berbagai penyakit akibat bakteri jahat lainnya. Data WHO mencatat tahun 2008 sebesar 3,5% dari total kematian di Indonesia disebabkan kelangkaan air bersih. Di tingkat dunia, ada sekitar 1,6 juta anak meninggal karena diare dan angka kematian karena diare ini jauh lebih tinggi daripada kematian karena penyakit TBC, Malaria, atau HIV AIDS. Selain itu, lingkungan yang kekurangan air bersih pasti menimbulkan bau, penyakit pada hewan, atau tanaman bahan pangan mati. Intinya, keterbatasan air bersih menyebabkan kelangkaan bahan pangan karena layaknya manusia, tanaman juga tidak bisa disiram dengan air tercemar. Sebuah sumber menyebutkan dibutuhkan 2.500 liter air untuk menghasilkan 1 kg beras, 760 liter air untuk 1 kg jagung, 1.300 liter air untuk 1 kg gandum, 1.000 liter air untuk 1 liter susu, 10.000 liter air untuk 1 kg keju, 3.300 liter air untuk 1 kg telur, 15.400 liter air untuk 1 kg daging sapi. Artinya kelangkaan air akan melahirkan krisis sumber pangan. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Michael Parfit yang adalah seorang penulis untuk National Geographic. Beliau mengatakan, “Manusia hidup adalah berkat keberadaan air. Di mana ada air maka di situ ada kehidupan dan di mana tidak ada air maka tidak akan ditemukan kehidupan”

Nyatalah kini kalau masalah kelangkaan air bersih bukan hanya terjadi di Indonesia namun juga di dunia. Betapa berharganya keberadaan air bersih bagi masyarakat bumi karena menentukan kualitas kesehatan bahkan hidup-mati seseorang. Bila kelangkaan air terus semakin parah di Indonesia dan dunia maka bukanlah mustahil suatu saat akan menyebabkan ‘peperangan’ demi memperebutkan air bersih. 

Data PBB menyebutkan kalau saat ini ada sebanyak 768.000.000 manusia di dunia yang tidak memiliki akses ke sumber air dan sebanyak 2,5 miliar tidak memiliki sumber air yang layak konsumsi. UNESCO juga memberikan laporan yang mengerikan di mana berdasarkan hasil penelitian kalau kebutuhan air dunia cenderung meningkat sebanyak 55% pada tahun 2050. Bila keadaan perairan tidak membaik, diperkirakan lebih dari 40% dari penduduk dunia akan mengalami krisis air.

[caption caption="Sungai di dunia sudah banyak yang sangat tercemar (Indeks Kualitas Air sungai Jakarta (jakartapedia.bpadjakarta.net)"]

[/caption]

Kelangkaan air yang sedemikian parahnya akan memberlakukan hukum alam, siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Bahkan bukan hal yang berlebihan bila penguasa bengis layaknya Immortan Joe akan muncul dan mengendalikan orang-orang yang ingin mendapatkan air dan pangan darinya. Semoga saja hidup yang bagaikan mimpi buruk itu bisa kita cegah sejak kini.

Upaya Palyja Memaksimalkan Kuantitas dan Kualitas Air Bersih

Sampai akhir tahun 2015 hanya 60% penduduk Jakarta yang mendapatkan akses air bersih melalui perpipaan yang memenuhi persyaratan kualitas air berdasarkan Permenkes 416/MENKES/PER/IX tahun 1990. Artinya sekitar 40% masyarakat Ibu Kota yang tidak memiliki akses air bersih terpaksa mengkonsumsi air yang tidak layak atau membeli air kemasan yang cukup mahal.

Menurut data Palyja, kebutuhan air adalah sebesar 26.100 liter/detik sementara persediaan air hanya 17.000 liter/detik. Artinya ada kekurangan sebesar 9.100 liter/detik yang harus dipenuhi. Bahkan Pusat Kajian Sumber Daya Air Indonesia wilayah DKI memprediksi dalam 10 tahun mendatang, defisit air akan bertambah mencapai 19 ribu liter/detik dengan catatan total penduduk Ibu Kota menjadi 13,4 juta jiwa.

Saat ini Palyja Pejompongan yang beralamat di Jalan Penjernihan 1 No.1 Tanah Abang telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pasokan air bersih. Demi menyiasati air sungai Jakarta yang tidak layak dijadikan air baku maka Palyja mengambil sumber air baku dari luar Jakarta. Bila Palyja memaksakan menggunakan air baku dari sungai Ibu Kota maka diperlukan teknologi tambahan dengan biaya yang sangat mahal yang bisa berdampak pada jumlah tagihan PAM masyarakat.

Komitmen untuk tidak memberatkan pelanggan inilah yang menjadi pertimbangan Palyja sehingga mengambil air baku dari luar Jakarta sebanyak 94,3% dan hanya 5,7% yang berasal dari Jakarta. Sumber air baku luar Jakarta tadi paling banyak diperoleh dari Waduk Jatiluhur dan sebagian kecil diperoleh dari air olahan yang dibeli dari Tangerang. Bagaimana dengan air laut? Ibu Meyritha Maryanie, Corporate Communication Head PT Palyja mengatakan, Palyja memiliki teknologi untuk mengubah air laut menjadi air bersih namun kembali lagi, pasti akan memengaruhi harga tagihan air. Itulah sebabnya Palija mengusahakan cara lain agar harga air tetap ekonomis. Terbukti dari sejak Januari 2007 Ibu Meyritha mengatakan belum ada perubahan harga tarif hingga saat ini.

Air baku Jakarta yang sedemikian tercemar disebabkan kurangnya pengelolaan limbah industri dan kebiasaan masyarakat yang masih membuang sampah ke sungai. Ibu Irma selaku Deputi Direktur Operasi Pelayanan Palyja menyatakan kalau Palyja juga memiliki teknologi pre-treatment untuk mengolah air Jakarta menjadi air baku yang layak untuk diolah menjadi air bersih. Teknologi ini sangat diperlukan apabila terjadi penurunan pasokan air dari waduk Jatiluhur. 

Pre-treatment ini terdiri dari dua yaitu metode biofiltrasi dengan memanfaatkan bakteri alami dalam pengolahan proses pengolahan air yang terletak di IPA Taman Kota dan teknologi Moving Bed Bio-Film Reactor (MBBR) di IPA Cilandak Kanal Banjir Barat. Teknologi ini memungkinkan Taman Kota untuk menghasilkan air bersih sejumlah 150 liter/detik dengan menggunakan air baku dari sungai Cengkareng Drain.

[caption caption="Sumber Air Baku Palyja (dok Palyja)"]

[/caption]

Palyja adalah operator air bersih pertama di Indonesia dan Asia Tenggara yang menggunakan teknologi MBBR. MBBR merupakan teknologi pengolahan bahan air baku dengan menggunakan partikel bernama “meteor” sebagai media tumbuh kembang mikroorganisme yang mampu mengurai amoniak, besi, mangan, dan detergen dalam air. Pre treatment IPA Taman Kota dan Cilandak ini memberi tambahan pasokan air bersih mencapai 400 liter/detik dengan sumber air berasal dari sungai Krukut.

[caption caption="Meteor yang merupakan media bagi bakteri alami yang mampu mengurai sampai 87% Amonia (dokpri)"]

[/caption]

Teknologi pengolahan air bersih yang diterapkan di IPA Taman Kota dan IPA Cilandak bukan berarti tidak mengalami kendala. Keadaan lingkungan yang tidak tertata bisa mempengaruhi proses produksi di kedua tempat tersebut. Misalkan karena turunnya permukaan darat akibat eksploitasi air tanah, maka saat musim kemarau panjang, air sungai menjadi surut sehingga permukaan air yang sedemikian rendah menyebabkan terjadinya aliran air laut menuju ke intake IPA Taman Kota yang hanya berjarak 8 kilometer dari laut. 

Hal ini menyebabkan kadar garam yang terlalu tinggi untuk dijadikan bahan air baku sehingga produksi air menurun bahkan berhenti. Demikian juga IPA Cilandak yang sumber air bakunya berasal dari sungai Krukut. Musim kemarau mengakibatkan air semakin keruh dan pertambahan populasi menyebabkan kadar amonia dan detergen semakin hari semakin tinggi akibat jumlah populasi Jakarta yang bertambah. Bukan hanya musim kemarau yang bisa menurangi produktivitas Palyja, sebaliknya musim hujan juga bisa menganggu karena sebagian daerah IPA bisa saja terendam banjir sehingga tidak mungkin dipergunakan. Artinya keseimbangan alam sangat diperlukan dalam mendukung proses pengelolaan air bersih.

Selain mengelola air baku, Palyja juga berusaha menurunkan tingkat NRW (non revenue water) atau kebocoran produksi air sehingga tidak memberikan pendapatan tetap ke Palyja. NRW ini bukan hanya merugikan Palyja namun juga pelanggan karena NRW bisa menyebabkan pasokan air ke pelanggan berkurang. Kebocoran akibat fisik disebabkan oleh kebocoran pada pipa, sambungan rumah, dan pipa primer. Sebaliknya kebocoran non fisik disebabkan kerusakan alat meteran atau karena sambungan air yang ilegal.

Demi mengatasi kecocoran, tahun 2016 Palyja sudah melakukan rehabilitasi fisik dengan melakukan rehabilitasi jaringan sebesar 20 km, perbaikan kebocoran di 32.000 titik , dan pemutusan pipa ilegal 100 km. Metode yang digunakan adalah dengan gas helium 5000 km serta menggunakan metode kamera JD7 dan suara correlator mencapai 40 km. Adapun metode gas helium yang dilakukan Palyja ini merupakan implementasi dalam skala besar pertama di dunia.

Tidak hanya rehabilitasi fisik, Palyja juga melakukan rehabilitasi komersial dimana sampai tahun 2016 sudah mengganti meter yang anomali sebanyak 40.250 dan meter yang rusak karena usia sebanyak 32.000. Palyja juga sudah mengatasi kasus yang terdiri dari 3100 penyalahgunaan dan 1900 kasus sambungan ilegal. Terakhir, Palyja sudah menyusun MOU bersama Polda untuk proses penindakan bagi pelaku pencurian air. Usaha dan komitmen dalam mengatasi kebocoran dan mengurangi NRW yang sangat merugikan pelanggan dan Palyja ini membuahkan hasil yang baik dimana tingkat kebocoran fisik dan komersial yang sebelumnya 59,4% kini menurun menjadi hanya 39,3%. Saat ini, kapasitas produksi IPA Pejompongan sudah meningkat menjadi 8.800-9.200 liter/detik untuk menyuplai wilayah Jakarta Barat dan Utara. Palyja juga berupaya meningkatkan kualitas air bersih di jaringan dengan melakukan re-klorinasi di booster pump Grogol, Gajah Mada, dan Tubagus Angke.

Demi menambah kualitas dan kuantitas air bersih untuk pelanggan, Palyja memiliki tiga proyek tambahan yaitu proyek Fatmawati untuk mendistribusikan pasokan air dari IPA Pejompongan menuju pelanggan di selatan. Ada juga proyek Muara Baru yang bertujuan meningkatkan pasokan dari IPA Pejompongan ke wilayah Muara Baru. Terakhir adalah proyek Kuningan untuk meningkatkan layanan atas permintaan pelanggan potensial di wilayah Kuningan – Tebet. Selain itu, guna memonitor gangguan operasional dan kualitas air di IPA Pejompongan, Palyja memiliki Distribution Monitoring Control Center (DMCC) yang pertama di Indonesia. DMCC berfungsi untuk memonitor suplai distribusi (kualitas dan kuantitas) air Palyja non stop selama 24 jam dalam 7 hari.

Tambahan lain yang perlu diketahui mengenai Palyja saat ini adalah mengenai kerja sama yang dibentuk antara PAM Jaya dan pihak swasta dalam hal ini Suez dan Astratel. Kerja sama ini memberikan delegasi kepada Suez dan Astratel untuk mengelola air bersih dari PAM Jaya kepada pihak swasta. Bentuk kerja sama ini bukanlah upaya privatisasi karena saat masa kontrak berakhir, segala aset utlitas akan dikembalikan kepada PAM Jaya. Upaya kerja sama ini dilakukan dengan tujuan utama meningkatkan efetivitas dan produktivitas Palyja sebagai operator pengelola air bersih.

[caption caption="Pemegang saham Palyja saat ini adalah Suez dan Astratel (dok Palyja)"]

[/caption]

 Aman Mengkonsumsi Air Palyja

Air yang diproduksi oleh Palyja aman dikonsumsi bahkan saya dan rombongan meminum air yang sudah selesai diolah tanpa dididihkan terlebih dahulu. Meneguk airnya mampu memberikan sensasi rasa segar di tenggorokan. Air ini tidak berasa, tidak berbau, dan jernih. Bila tidak diberitahukan oleh pihak Palyja, kami bahkan sama sekali tidak tahu kalau air tersebut adalah air hasil olahan langsung yang tanpa dimasak. Air yang sama aman untuk diminum bila telah tersalurkan di rumah masing-masing karena air telah melalui proses desinfeksi sehingga kuman-kuman di dalam air sudah dibunuh. 

Namun, bila mengkonsumsi air yang di rumah, kami disarankan untuk mendidihkannya terlebih dahulu karena untuk mengalirkan air sampai ke rumah pelanggan melewati pipa yang cukup panjang yang mungkin di dalamnya ada pipa yang bosor atau rusak. Air Palyja sangat aman dikonsumsi karena sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX tahun 1990 tentang syarat dan kualitas air.

Bila mencium aroma kaporit pada air, jangan khawatir karena kadar kaporit yang dimasukkan tidak melebihi kadar yang dianjurkan. Selain itu, menurut Ibu Meyrita justru kaporitlah yang berfungsi membunuh bakteri patogen. Demi menghilangkan bau kaporit sangat mudah, pelanggan dianjurkan untuk mendiamkan air keran selama 5-10 menit sehingga aroma kaporit menguap tanpa mengurangi kadar kebersihan air Palyja. Saya pun kini sadar kalau air keran dari Palyja itu ternyata higienis sehingga layak konsumsi. Selama ini saya berpikir air PAM hanya pantas dipakai untuk mandi dan mencuci saja sehingga untuk konsumsi dan masak saya menggunakan air kemasan.

[caption caption="Air hasil olahan Palyja aman dikonsumsi walau tanpa dididihkan (dokpri)"]

[/caption]

Ketersediaan Air Adalah Tanggung Jawab Bersama

Palyja telah melakukan usaha yang maksimal dalam menyediakan pasokan air bersih. Namun kendala utama yang masih tetap dirasakan adalah masalah ketersediaan air baku. Krisis air baku ini tidak bisa diatasi sendiri oleh Palyja sehingga semua masyarakat dan seluruh stakeholder harus bersama-sama mendukung keberadaan air bersih dengan turut menjaga sungai yang adalah sumber utama air baku. Bila semua pihak bekerja sama maka ketersediaan air bersih akan semakin mudah diatasi. 

Pemerintah sudah saatnya lebih ketat melakukan pengawasan terhadap cara pengelolaan dan daur ulang limbah industri sehingga kadar polutannya bisa dikurangi sebelum dibuang ke sungai. Pemerintah juga sebaiknya memberikan perhatian yang lebih atas perusahaan yang mengekplorasi sumber mata air agar perusahaan tersebut memperhatikan konservasi sumber mata air dalam jangka panjang. Developer perumahan harus diberikan peraturan tegas agar menyediakan taman perumahan dan lahan kosong sebagai tempat resapan air. Alangkah indahnya bila semua kepala daerah juga menyediakan hutan atau taman kota sehingga memberi kesempatan air hujan untuk meresap ke dalam tanah.

Peran masyarakan tidak kalah penting dalam menjaga ketersediaan air baku dengan membiasakan diri untuk membuang sampah hanya pada tempat yang disediakan. Hindari membuang sampah ke sungai karena itulah sumber air minum yang akan dikonsumsi. Gunakan satu gelas dalam satu hari untuk menghindari pencucian berulang-ulang. 

Pada saat mandi, matikan keran air bila sedang menyikat gigi, sabunan, atau shampoan. Demikian pula saat mencuci piring, matikan keran bila tidak sedang membilas piring. Jika menyiram tanaman sebaiknya dari air cucian beras atau air tampungan hujan. Hindari menggunakan air keran untuk menyiram tanaman karena bentuk pemborosan. Bila ingin bepergian, sebaiknya membawa air minum dalam botol minuman yang bisa dipakai berulang-ulang untuk menghindari pembelian air minum kemasan. Kemasan air minum merupakan penghasil sampah yang membutuhkan ribuan tahun untuk terurai sempurna. Begitu pula saat menemukan ada keran air yang bocor maka secepatnya mengganti dengan yang baru. Sedapat mungkin hindari mandi dengan menggunakan bath tub karena air yang terbuang cenderung banyak. Lebih baik menggunakan ember kecil atau shower dengan catatan hanya dihidupkan saat membilas tubuh.

Bersama Mencegah Krisis Air

[caption caption="Serunya acara tanya jawab Kompasianer dan Tim Palyja (dokpri)"]

[/caption]

Keramahan para narasumber yang sangat antusias menjawab pertanyaan para kompasianer yang demikian bertubi-tubi bagi saya adalah sebentuk semangat untuk menyadarkan saya dan kompasianer lain mengenai krisis air yang sedang melanda. Kunjungan lapangan ini ternyata tidak hanya memberikan pengetahuan baru namun menyadarkan akan pentingnya menghemat air. Indonesia dan dunia sedang berada dalam krisis air namun seolah tidak banyak yang menyadarinya. Wajar saja karena sering kali orang melihat air hanya dari segi benda yang bisa diperoleh di mana saja tanpa melihat dari mana sebenarnya asal air bersih tersebut.

Air merupakan penopang kehidupan manusia karena tiada yang bertahan hidup tanpa air. Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah ruah, namun yang dapat dikonsumsi hanya 5%. Memang kecanggihan teknologi mampu mengubah air sekeruh apa pun menjadi air minum. Permasalahannya siapkah kita membayar harga yang sangat mahal bahkan cenderung tidak terjangkau? Sekarang saja air kemasan satu liter sudah mendekati harga satu liter bensin sehingga besar kemungkinan air bersih kelak tidak bisa lagi dinikmati khalayak banyak. Oleh karena itu, mari bersama-sama mengambil peran menjaga kelestarian air bersih karena air itu mahal sehingga janganlah ia disia-siakan!

 

Salam sehat

 

Rahayu Damanik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun