Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kelangkaan Air Bersih Mengancam Dunia, Tanggung Jawab Siapa?

27 Maret 2016   02:52 Diperbarui: 27 Maret 2016   08:46 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Air sungai sebagai sumber utama air baku sudah tidak layak diolah (lipsus.kompas.com)"][/caption]Siapa yang tidak terkesan dengan film “Mad Max: Fury Road” yang mengisahkan tentang krisis dunia di mana bukan hanya minyak bumi yang menjadi komoditas paling dicari namun air juga sangat langka sehingga terjadi krisis air dan pangan yang luar biasa di bawah pemerintahan Immortan Joe yang brutal. 

Film ini mengisahkan bagaimana seorang wanita bernama Furiosa dan Five Wives berniat untuk melakukan sabotase sumber air dan minyak untuk dibawa pergi ke sebuah tempat di mana Furiosa tinggal semasa kecil bernama Green Place. Sebuah tempat yang memiliki tumbuhan dan air, namun sayangnya Furiosa dan para istri Immortan Joe harus menelan pil pahit karena ternyata kini Green Place juga sama tandusnya dengan daerah lain; kering dan tiada tumbuhan sama sekali.

Film ini berhasil membuat saya terpukau karena jalan cerita dari awal sampai akhir penuh dengan ketegangan. Satu hal yang agak menggelitik adalah tentang krisis air yang disajikan dalam film ini. Masuk akal bila minyak bumi suatu saat bisa menjadi barang yang sangat tidak terjangkau karena memang minyak bumi adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui di mana butuh waktu sampai jutaan tahun dalam proses pembentukannya. Sebaliknya air? Air adalah sumber daya yang dapat diperbaharui. Semua kita pasti mengetahui siklus air yang dimulai dari menguapnya air laut kemudian uap dibawa oleh hembusan angin menuju daratan. 

Uap air mengalami proses kondensasi dan berubah menjadi butiran awan yang akhirnya akan jatuh di daratan sebagai air hujan kemudian diserap tanah. Terakhir, air ini akan mengalir kembali menuju sungai yang bermuara ke lautan. Nanti air laut akan menguap lagi membentuk awan kemudian jatuh ke bumi. Mereka yang belum memiliki saluran PAM di rumah mungkin akan kesulitan air. 

Namun, bagi masyarakat Ibu Kota, air bersih masih sesuatu hal yang mudah didapatkan bahkan cenderung berlimpah ruah. Mau mandi berapa kali sehari juga bisa. Bila air PAM mati tinggal menyalakan air jetpump. Berita di TV sangat sering memberitakan tentang banjir dan belum lagi harga air PAM yang tergolong ekonomis. Beberapa fakta di ataslah yang membuat orang tidak sadar kalau kita sudah sampai pada ambang krisis air.

Penasaran mengenai kelangkaan air bersih inilah yang mengantarkan saya untuk mendaftarkan diri mengikuti acara Kompasiana Nangkring Bersama PALYJA dengan tema: “Bersama Demi Air”. Benarkah mulai terjadi kelangkaan air seperti kabar yang dihembuskan akhir-akhir ini? Pak Khamid selaku penanggung jawab operator Palyja memandu saya dan kompasianer lain mengelilingi lokasi instalasi pengelolaan air Palyja. Cukup kaget kalau ternyata Palyja ini adalah tempat pengolahan air kotor nan keruh untuk diolah menjadi air bersih layak konsumi yang siap didistribusikan ke rumah-rumah melalui pipa bawah tanah. Proses pengolahan air mulai dari penyaringan kasar, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, kemudian masuk ke reservoir, dan terakhir dipompakan ke pelanggan.

Proses pengelolan air di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Palyja Pejompongan adalah sebagai berikut. Air dari Waduk Jatiluhur masuk melalui wadah intake. Bangunan intake  ini memiliki saringan kasar yang berfungsi memisahkan benda-benda yang ikut tergenang dalam air. Selanjutnya air baku ini diendapkan pada parit-parit lebar dan panjang. Setelah proses pengendapan awal, air dialirkan melalui tempat pembubuhan zat koagulan berupa tawas atau ACH dengan tujuan supaya air keruh tadi membentuk endapan. Bila air telah bercampur sempurna dengan ACH/tawas maka di dalam bak akan terbentuk endapan sehingga terjadi pemisahan antara air bersih dan kotoran. Air yang sudah bersih ini dialirkan menuju bak saringan pasir. Meskipun air sudah tampak bersih tetapi masih terdapat kuman yang berbahaya sehingga harus dilakukan proses desinfeksi dengan membubuhkan zat chlor. Air yang sudah jernih dan bebas kuman selanjutnya dikumpulkan dalam bak penampungan (reservoir) sebelum akhirnya disalurkan kepada pelanggan. Seluruh proses pengolahan air ini memakan waktu sampai 4 jam.

[caption caption="Proses Pengolahan Air Baku (dokpri Rahayu)"]

[/caption]

[caption caption="Tempat Pengolahan Air Palyja (dokpri)"]

[/caption]

Ternyata pengolahan air membutuhkan biaya dan peralatan yang sangat mahal. Belum lagi air yang diambil ternyata bukan dari sungai Jakarta melainkan dari Jatiluhur. Air baku ini juga tidak gratis sehingga membutuhkan biaya tambahan yang cukup besar sebelum diolah menjadi air bersih. Jakarta memiliki 13 kali namun semua tercemar limbah domestik dan industri. 

Padahal sungai adalah sumber utama air baku untuk diolah di IPA menjadi air bersih layak konsumsi. Namun ternyata kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan. Semua air kali tersebut tidak memungkinkan untuk dijadikan bahan baku air sebab tingkat polutan yang sangat parah melampaui batas aman. Inilah sebabnya mengapa Palyja harus mendatangkan air baku dari Jatiluhur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun